Seperti kata orang tua kita bilang "hindarilah jalan yang gelap" dan "carilah jalan yang terang". Jika gelap itu hal yang buruk, hal yang negatif maka tinggalkanlah. Jika terang adalah hal yang baik, hal yang positif maka lakukanlah.Â
Dulu, orang tua melarang anaknya untuk tidak pulang terlalu larut malam. Agar kita tidak terjerumus ke dalam kegelapan. Dan mereka ajarkan "terang" sebagai jalan kehidupan. Agar selalu membuat hati, pikiran, dan perasaan untuk bertindak-laku pada kebaikan. Berpihak pada kebijaksanaan.
Di jalan gelap, manusia memang sulit berpikir objektif, susah menerima realitas. Semuanya dijadikan hambatan, semuanya pantas dikutuk. Sementara di jalan terang, manusia harusnya lebih mudah berpikir objektif, bisa melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang positif.
Seperti hidup, ada jalan gelap ada jalan terang.Â
Mati listrik, biarpet PLN adalah realitas. Dan hidup bukan bergantung pada apa yang terjadi. Tapi bertumpu pada sikap atas apa yang terjadi. Karena sikap lebih penting daripada fakta.
Ada saat terang di saat gelap. Ada yang di atas, ada yang di bawah. Ada saat suka, ada saat duka. Ada saat lahir, ada saat mati. Ada saat susah, ada saat senang. Begitulah hidup, hanya momentum untuk menunggu giliran.
Tempatkanlah sesuatu pada tempatnya, begitu kata orang tua dulu.Â
Bila hati, pikiran, dan perasaan gelap pasti ada tempatnya. Bila hati, pikiran, dan perasaan terang pun ada tempatnya. Jangan tempatkan hati, pikiran apalagi perasaan pada bukan tempatnya. Semua yang di belakang itu hanya ilusi. Dan semua yang di depan itu tetap misteri. Tugas manusia, hanya ikhtiar dan doa dalam kebaikan.
 Jangan mengutuk kegelapan. Jangan pula bersorak keterangan.
Karena sehabis gelap, pasti ada terang. Sehabis malam, pasti datang siang. Kita hanya perlu optimis di setiap keadaan. Agar tetap mampu menegakkan kebaikan di setiap kesempatan, di usia kita yang tersisa.
Hidup itu ada jalan gelap, ada jalan terang.