Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Langkanya Edukator Dana Pensiun di Indonesia

21 Desember 2018   23:54 Diperbarui: 21 Desember 2018   23:59 3007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara Indonesia itu sangat besar lagi luas. Tapi edukator dana pensiun masih sangat langka.

Semua orang sepakat. Bahwa edukasi literasi keuangan, termasuk dana pensiun pasti sangat penting. Karena hanya edukasi yang mampu mendidik manusia untuk sadar dan tahu soal cara mengelola keuangan secara bijak. Tentang menggunakan "uang" sesuai kebutuhan bukan keinginan. Apalagi untuk masa pensiun, bagaimana cara kita bisa mempertahankan gaya hidup?

Edukasi dana pensiun boleh dibilang langka. Edukator dana pensiun pun sangat langka di Indonesia. Sementara Survei OJK tahun 2013, menyebutkan bahwa tingkat literasi atau pengetahuan Dana Pensiun hanya 10,9% dan tingkat inklusi atau penggunaan produk dana pensiun hanya 4,6%. Jadi, edukasi dan literasi dana pensiun memang menjadi masalah yang belum mampu dipecahkan. 

Di sisi lain, potensi pasar dana pensiun tergolong masih sangat besar. Karena saat ini ada 50 juta pekerja formal dan 70 juta pekerja informal. Sementara generasi milenial mencapai 60 juta jiwa, bahkan 50% dari milenial saat ini sudah bekerja. Itu semuu menjadi sinyal. Ada "pekerjaan rumah" yang besar untuk memengertikan masyarakat dan pekerja akan pentingnya dana pensiun. 

Konsekuensinya, sangat wajar bila 73% pekerja di Indonesia justru mengalami masalah keuangan di masa pensiun. Bahkan 90% pekerja di Indonesia hari ini sama sekali tidak siap untuk pensiun. 

Realitas di atas menegaskan bahwa edukasi dana pensiun adalah masalah. Edukator dana peunsiun pun langka. Logikanya, memang agak sulit industri dana pensiun dapat tumbuh signifikan bila fungsi edukasi tidak optimal.

"Secara prinsip, potensi pasar dana pensiun di Indonesia masih sangat besar. Pekerja formal saja baru 20% yang punya dana pensiun. Sementara pekerja sektor informal dan generasi milenial sama sekali belum tersentuh. Edukasi adalah masalah utama di dana pensiun. Dan educator dana pensiun yang ada pun terbilang langka" ujar Syarifudin Yunus, Ketua bidang Humas dan Pelayanan Konsumen Perkumpulan DPLK yang saat ini pun mengambil peran sebagai edukator dana pensiun.

Edukasi dana pensiun, secara prinsip sebenarnya bertumpu pada cara memperlakukan uang hari ini untuk masa pensiun. Banyak pekerja yang punya gaji, tapi apakah ada sebagain gaji yang disisihkan untuk masa pensiun, saat tidak bekerja lagi?

Memang, edukasi cara bagaimana orang menggunakan uangnya sendiri terbilang sulit. Atas alasan banyak kebutuhan-lah, untuk biaya anak sekolah-lah, atau bahkan gaya hidup yang sulit ditinggalkan. Boro-boro, berpikir untuk menabung masa pensiun?

Edukasi dana pensiun memang belum massif dan belum berkelanjutan. Edukator dana pensiun pun langka untuk menyuarakan "apa yang kita lakukan dengan uang kita?"; "apa yang kita perbuat dengan gaji hari ini untuk masa depan?".

Memang, di Indonesia, edukasi literasi keuangan seperti dana pensiun menjadi sesuatu yang sangat jarang dilakukan. Edukator dana pensiun, yang seharusnya menjadi "ujung tombak" pun langka. Boplehlah dikatakan, kita memang belum serius dan terencana untuk melakukan edukasi dana pensiun kepada masyarakat, kepada pekerja. Pantas bila hari ini, kita seakan masih "tabu" membicarakan keadaan masa pensiun dibandingkan masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun