Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Amplop Merah Imlek, Jangan Salah Bersikap Akan Uang

17 Februari 2018   08:37 Diperbarui: 17 Februari 2018   19:20 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan salah memperlakukan amplop merah atau uang.

Kultur doa memang lebih kuat daripada event-nya itu sendiri. Seperti dalam tradisi Imlek. Ucapan "Gong Xi Fa Cai", yang artinya "semoga sejahtera" lebih populer daripada ucapan selamat tahun baru-nya. Itu doa, dari dan untuk semua orang agar meraih kesejahteraan.

Menarik. Berarti peringatan hari besar itu seremoni. Tapi lebih penting implementasi nilai-nilainya. Manusia juga gitu. Tampilan fisik hanya "penampakan". Tapi jauh lebih substansi "isi hati dan amalnya". Memang benar,  "bungkus itu tidak lebih penting daripada isinya".

Saat Imlek, ada tradisi memberi ANGPAO, amplop merah. Mungkin, itu hanya simbol saja; simbol kepedulian simbol energi baik. Tentu, dari orang "mampu" ke yang "tidak mampu". Menarik untuk dicermati.

Amplop warna merah. Hanya simbol agar baik dan sejahtera. Semangat menuju kebaikan, keberuntungan.

Amplop merah hanya bungkus. Isinya tentu uang. Makanya amplop selalu dikonotasi dengan uang atau harta.

Banyak orang kerja untuk mencari uang. Bisnis untuk dapat harta. Berlelah-lelah, berangkat gelap pulang gelap. Tentu harapannya, dapat amplop, uang atau bertambah hartanya.

Cuma kita sering lupa. 

Uang atau harta pun hanya simbol. Alat untuk mencapai ridho-Nya. Amplop, uang atau harta berarti bukan tujuan. Tapi hanya alat untuk meraih ridho Allah. Maka, gak boleh salah menyikapi uang atau harta sekalipun. Karena gak dibawa mati, kata orang tua kita dulu.

Zaman now, makin banyak orang kurang pas memperlalukan uang atau harta. Manusia itu benda hidup. Uang atau harta itu benda mati. Makin ke mari, makin banyak "benda hidup" salah bersikap terhadap "benda mati". Yang hidup kok malah diperbudak yang mati.

Lha kok bisa ? Faktanya memang bisa. Bahkan mengerikan. Lihat saja para bupati atau politisi yang "terpenjara" akibat korupsi. Atau para artis yang "terjerat" narkoba. Mereka itu "orang hidup" yang salah memeprlakukan "benda mati".

Udah kaya, kok masih korupsi? Udah ngetop jadi artis banyak uang malah dipake buat narkoba? Sementara, kenapa masih banyak orang miskin? Kok masih ada anak yang putus sekolah? 

Bisa jadi. Mungkin karena banyak orang salah memperlakukan uang atau harta. Cara pandang tentang uang atau harta gak benar. Walau semuanya terserah masing-masing. Uang uang kita, harta harta kita; begitu katanya.

Hati-hati. Jangan salah memandang uang atau harta. Jangan salah memaknai "amplop merah".

Zaman now itu serem banget. Makin gak ketebak, cara orang memperlakukan uang atau harta. Terserah mau gimana bersikap terhadap harta atau uang?

Ada orang gak berharta tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidupnya kelewat batas. Mau tampil keren tapi melebihi batas kemampuan. Lebih besar pasak daripada tiang. Mereka ini jago ilmu seni menyiksa diri. Hidupnya bisa menderita. Bahkan jadi tertawaan orang lain yang tahu aslinya.

Ada juga orang gak berharta dan hidup bersahaja. Gaya hidupnya simpel. Gak pengen apa-apa karena gak punya uang. Hidupnya gak tersiksa oleh keinginan. Gak peduli juga pada penilaian orang lain. Hidupnya sederhana walau kurang. Gak mau meminta-minta. Tapi tetap punya harga diri dan gak mau menunjukkan kemiskinannya.

Ada lagi orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Gaya hidupnya mewah, borju. Cenderung sombong lalu merendahkan orang lain. Dan ngeri-nya, orang begini kikir; gak mau bayar zakat, ogah sedekah. Tapi kalo dermawan, sungguh orang ini baik sekali.

Lalu yang ciamikk, ada orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Gaya hidupnya seperlunya saja. Cukup yang dibutuhkan bukan yang diinginkan. Orang ini mampu beli apapun. Tapi mampu menahan diri. Biaya hidupnya gak tinggi. Bukan gak bisa sombong, tapi gak mau sombong. Apalagi kalo senang sedekah, doyan amal. Woww, langka sekali. Pribadinya lebih kaya daripada uang atau hartanya. Kaya tapi tetap bersahaja. Isinya lebih hebat daripada bungkusnya.

Amplop merah hanya simbol. Karena "bungkus itu gak lebih penting daripada isi". Tergantung, cara kita memperlakukan uang atau harta.

Maka hati-hati.

Jangan nguber uang. Lebih baik nguber akherat. Uang itu hanya alat untuk menuju akherat.

Bertanyalah...

Apakah uang atau harta dapat menjadikan sikap kita lebih baik dari sebelumnya? ..... Salam amplop merah, ciamikk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun