Mohon tunggu...
M Syarbani Haira
M Syarbani Haira Mohon Tunggu... Jurnalis - Berkarya untuk Bangsa

Pekerja sosial, pernah nyantri di UGM, peneliti demografi dan lingkungan, ngabdi di Universitas NU Kal-Sel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nasib Anak-anak Korban ISIS

8 Februari 2020   23:00 Diperbarui: 8 Februari 2020   23:20 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mencermati diskursus di media sosial sepekan terakhir, selain hebohnya soal virus Corona, juga soal wacana kepulangan orang-orang ISIS ke tanah air. Hampir semua orang, tak ada yang setuju jika mantan pejuang ISIS itu boleh pulang ke tanah air ini, di mana mereka berasal. 

Menteri Agama RI Jenderal Fachrul Razi, adalah pejabat yang paling kerap dikritik. Kebetulan, pensiunan TNI bintang empat ini pernah mewacanakan kepulangan pejuang ISIS ke tanah air. 

Menariknya, di antara para pengeritik tersebut, tentu saja mayoritas warga dan aktivis NU. Ini selain mereka ini memang sangat murka pada pejuang ISIS yang membangkang pada NKRI, ada kemungkinan juga karena ada rasa "jengkel" nya pada Menteri Agama episode kedua Jokowi ini, yang tidak memilih orang NU sebagai Menteri Agama. Buktinya, jika sebelumnya cenderung membela negara, hari ini relative lebih kritis, untuk tidak menyebut galak. Nyatanya bunyinya pun cukup sarkastis, "ganti Menteri Agama".

Namun sesungguhnya, yang tak setuju mantan pejuang ISIS dikembalikan ke tanah air itu tentu saja tak cuma orang NU. Teman saya perempuan, dosen di sebuah PTN, pun serta merta tak setuju.  Dia boleh jadi ybs mewakili kalangan non-muslim yang tak setuju mantan pejuang ISIS itu balik ke negeri asalnya.

Tokoh kebanggaan NU, Dr. KH. As'ad Said Ali, pun akhirnya buka suara. Sebagai mantan Wakil Kepala BIN, ia sangat kuatir jika orang-orang itu dipulangkan. Namun beliau juga tak membuat rumus baku, karena atas dasar kemanusiaan, maka anak-anak dan perempuan itu perlu diperhatikan. Mantan Wakil Ketua Umum PBNU ini menyerahkan pada negara, dan sebaiknya via pengadilan.

Tiga Kelompok

Bagi saya, orang-orang yang nekad meninggalkan bumi pertiwi ini, karena ikut berjuang di bawah ISIS di Syria dan Iraq itu ada 3 (tiga) golongan. Pertama, kelompok dewasa laki-laki. Bagi saya, orang inilah yang paling berdosa. Merekalah pembuat petaka. Mereka itu pemutus, pergi ikut berjuang bersama ISIS di Suriah.

Jika saya dibolehkan jadi hakim, maka dipersidangan, semua laki-laki dewasa ini saya vonis hukuman mati. Karena merekalah pungkala melapetaka ini. Merekalah yang mengajak isteri, anak dan keluarganya. Bahkan kawan dan tetangga lainnya. Mereka boleh pulang, tetapi langsung di bawa ke sebuah camp, untuk dihukum tembak beramai-ramai. 

Kedua, perempuan, ibu-ibu, atau emak-emak. Terhadap mereka ini, saya cek dan telusuri satu persatu, dan dalam-dalam. Jika mereka actor, ya dihukum mati. Tetapi jika mereka cuma diajak suami, dirayu, ya diampuni. Dibina dan diberi bimbingan, latihan dan arahan. Hemat saya, ini sesuai dengan norma Pancasila, dan ajaran agama apa saja, wabil khusus Islam

Ketiga, anak-anak. Walau anak-anak, tetap saja bisa dihukum mati. Tentu setelah melalui hasil investigasi mendalam. Saya, walau cuma baca di media, sangat prihatin. Saya sendiri pernah melihat korban anak-anak Manusia Perahu asal Vietnam, akibat perang saudara di sana. Betapa mereka itu tak punya masa depan. 

Itu sebabnya, khusus anak-anak, saya termasuk yang welcome jika dipulangkan.  Sayang respon rekan-rekan di medsos berkebihan, dibilang Sok Pahlawan lah. Opininya dipukul rata. Padahal yang saya bela cuma anak-anak saja. Itu juga cuma sebagian, yang memang karena ortu saja.  

Pancasila dan Humanism

Bagi saya, terlantarnya anak-anak ISIS asal Indonesia ini mengingatkan saya, sekali lagi akan Manusia Perahu asal Vietnam, tahun 80-an. Kala itu saya masih mahasiswa, saya datangi mereka, tapi tak dapat ijin untuk mengambilnya. Kejadian ini sudah berlangsung 40 tahun silam. Kini mereka tentu sudah besar, tetapi saya tak tau lagi nasib mereka.

Mengingat kejadian itulah, maka saya mulai mikir. Saya cukup prihatin membayangkan anak-anak ISIS itu yang tak tau apa-apa, entah itu dari Indonesia, Malaysia, Rusia, dll nya. Mereka mungkin cuma dibawa ortunya.

Nasib anak-anak pejuang ISIS hari ini sangat menyedihkan. Banyak yang wafat di camp karena kedinginan. Mungkin juga karena kurang gizi, dan juga mungkin kurang makanan. Pastinya, mereka sudah kehilangan masa bahagianya, akibat ulah ortunya.
Sedang hal yang menyenangkan, atas dasar humanisme, sebagian dari mantan pejuang ISIS itu sudah kembali ke negerinya masing-masing. 

Jerman salah satu negara yang melakukannya. Belakangan, Rusia pun sudah memulangkan sekitar 200 anak-anak yang berada di camp Suriah. Anak-anak itu di bawa dengan pesawat carteran. Begitu pula dengan Kazakhstan. Negeri ini juga sudah memulangkan anak-anak mantan pejuang ISIS sebanyak 230 orang.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Saya ingin sekali mendengar orang-orang arief, pejuang humanism, khususnya terhadap anak-anak. Mana suara Komnas HAM? Komnas Perempuan? Serta suara KPIA.

Haruskah mereka, anak2 itu kehilangan masa depannya? Adakah agama juga mengajarkan kita untuk ikutan bengis pada mereka ? Haruskah anak-anak itu ditelantarkan?

Bagi saya, negara, dalam hal ini Pengadilan, harus bersikap. Apakah mereka memang harus diterlantarkan di negeri orang ? Dipulangkan dengan cara dibina? Atau bisa juga dipulangkan dengan hukuman mati ? So, dalam hal ini, urusan para hakimlah yang memutuskan.

Mengingat falsafah bangsa, Pancasila yang humanis, tak ada salahnya berupaya membina ulang. Memperbaiki keadaan. Jika dulu pernah gagal, ya diperbaiki. Bukankah di negeri ini banyak orang-orang pintar dan cerdas. Kita usaha sambil berdoa, agar niat kita untuk memperbaiki negeri ini bisa  kesampaian. Aamiin ... wallahua'lam ... !!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun