Mohon tunggu...
Syanne
Syanne Mohon Tunggu... Guru - An educator, a wife, a mother to two

An ordinary woman who has interests in many aspects of life

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memilih Sekolah untuk Si Buah Hati

25 Oktober 2017   10:00 Diperbarui: 25 Oktober 2017   10:04 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun belakangan ini, sekolah-sekolah swasta yang ada di Indonesia semakin dini membuka pendaftaran untuk tahun ajaran yang akan datang. Mulai dari Bulan Juni - Juli tahun akademik berjalan, para orang tua sudah dapat membeli formulir untuk tahun ajaran yang akan datang. Beberapa pameran pendidikan juga mulai digelar pada Bulan September - Oktober. Semakin dini para orangtua mendaftarkan anaknya di sekolah tertentu, semakin banyak potongan harga atau fasilitas lain yang diberikan oleh pihak sekolah. Akhirnya, para orangtua zaman "now" harus pintar-pintar mengatur waktu untuk mulai melihat-lihat sekolah yang tepat untuk anaknya.

Tulisan ini saya buat hanya untuk berbagi pengalaman dalam berburu sekolah untuk sang buah hati. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para orangtua dalam memilih sekolah yang tepat untuk anaknya:

Pertama, pastikan sekolah yang Anda pilih sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh keluarga Anda. Apabila keluarga Anda adalah keluarga yang relijius, maka sekolah yang berbasis agama mungkin menjadi pilihan yang paling tepat bagi anak-anak Anda. Apabila keluarga Anda sangat menekankan keunggulan akademik, maka sekolah yang sudah bertahun-tahun menduduki peringkat pertama dalam hal nilai UNAS mungkin adalah pilihan yang tepat. 

Apa yang terjadi apabila sekolah yang Anda pilih tidak sesuai dengan nilai-nilai hidup Anda? Leon Festinger, seorang psikolog sosial dari Amerika Serikat, pernah mengemukakan bahwa setiap manusia memiliki kognisi atas dunia di sekitarnya, yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya. Apabila suatu saat seorang individu memasuki suatu situasi yang bertentangan dengan sudut pandangnya, individu ini akan mengalami kegelisahan.

 Contoh: Seorang ibu memiliki pandangan bahwa keunggulan akademik adalah yang paling utama, tetapi sekolah X, tempat anaknya bersekolah, tidak menekankan pada keunggulan akademik. Sang ibu mendapati bahwa guru-guru di sekolah X menjelaskan seperlunya dan murid-murid diharapkan untuk dapat belajar secara mandiri di rumah, maka sang ibu mulai gelisah.

Menurut Festinger (1957), ada 3 hal yang biasa dilakukan oleh seseorang ketika mendapati dirinya berada di situasi yang tidak sesuai dengan sudut pandangnya: (1) mengubah nilai-nilai atau kepercayaan yang dianutnya. Ini paling sulit dilakukan karena nilai-nilai dan kepercayaan kita terbentuk sejak kita kecil; (2) mendapatkan informasi lebih untuk mengatasi kegelisahan, misalnya dengan memperoleh informasi dari riset terkini bahwa ternyata pola pembelajaran mandiri adalah pola pembelajaran yang paling tepat untuk meningkatkan nilai UNAS; (3) mengurangi signifikansi sudut pandang tersebut, misalnya dengan berpikir, "Ah, sudahlah, tidak mendapatkan nilai tinggi di UNAS juga tidak kiamat kok!"

Sebelum Anda gelisah dan galau kalau ternyata sekolah tempat anak Anda bersekolah tidak menerapkan nilai-nilai, yang sesuai dengan nilai-nilai yang Anda yakini, teliti dahulu sebelum mendaftarkan anak Anda ke sekolah tertentu.

Kedua, carilah sekolah yang sesuai dengan kemampuan keuangan Anda. Alokasikan penghasilan setiap bulan untuk tabungan, biaya sehari-hari, dan biaya pendidikan anak. Jangan termakan pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan anak adalah yang segalanya, sehingga orangtua sampai harus rela berhutang atau memperkecil alokasi dana tabungan demi untuk menyekolahkan anak di sekolah yang sangat mahal. Jalan hidup anak Anda masih panjang. Berikan pendidikan terbaik untuk anak, sesuai dengan kemampuan keuangan orang tua.

Seringkali orangtua habis-habisan dalam mengucurkan dana pendidikan untuk anak dengan harapan bahwa sang anak dapat memperoleh pekerjaan yang baik, atau jodoh yang berkualitas. Tetapi, data yang dirilis oleh Bank Dunia berkata lain. Masih banyak anak-anak muda Indonesia yang sulit mendapatkan pekerjaan, terlepas dari latar belakang pendidikannya. Bukankah akan lebih baik jika sebagian dana pendidikan tersebut disimpan untuk kelak menjadi bekal dalam memodali anak untuk membuka usaha sendiri, jika memang kondisi lapangan pekerjaan di Indonesia semakin sulit dan kompetitif?

Federal Reserve Economic Data
Federal Reserve Economic Data
Ketiga, pertimbangkan kebutuhan anak sebelum memilih sekolah yang cocok untuk anak. Seorang anak yang pemalu, sulit beradaptasi, atau memiliki masalah perilaku mungkin akan lebih tepat jika disekolahkan di sekolah yang jumlah murid di dalam kelas tidak banyak. Orangtua harus mencarikan sekolah di mana guru-guru kelasnya dapat diajak berkomunikasi dan bekerja sama di dalam membentuk anak. Selain itu, perhatikan masalah sosial yang mungkin terjadi ketika menempatkan anak di dalam suatu sekolah. Seorang anak yang datang ke sekolah dengan naik bemo mungkin akan mengalami rasa rendah diri ketika disekolahkan di sekolah, yang sebagian besar siswanya datang dengan naik mobil pribadi. 

Semoga tulisan ini dapat menjadi masukan bagi orangtua dalam memilihkan sekolah yang tepat bagi anak-anaknya. Selamat berburu sekolah! Salam sejahtera.. :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun