Mohon tunggu...
Syamsul Alam
Syamsul Alam Mohon Tunggu... -

Aku Masih di Sini, Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AI dan Ancaman Singularitas

25 September 2025   14:45 Diperbarui: 25 September 2025   14:45 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi (Sumber: Gemini.AI)

Falsifikasi dan Revolusi Paradigma

Dalam dunia kecerdasan buatan (AI) yang terus berkembang pesat, dua tokoh besar dalam filsafat ilmu, Karl Popper dan Thomas Kuhn, menawarkan pandangan yang memberikan kerangka berpikir menarik untuk memahami dinamika teknologi ini.

Menurut Popper, ilmu pengetahuan tidak berkembang melalui verifikasi, tetapi melalui falsifikasi, usaha untuk terus menguji dan mencoba membantah hipotesis yang ada (Popper, 1959). Dalam konteks AI, pandangan ini menekankan pentingnya uji coba yang berkelanjutan terhadap teknologi yang dikembangkan. Setiap model AI, baik itu algoritma pembelajaran mesin maupun sistem neural network, harus diuji terhadap fakta baru dan lingkungan yang berbeda untuk memastikan keandalannya.

Berbeda dengan Popper, Thomas Kuhn memandang perkembangan ilmu sebagai proses yang tidak linear. Ia memperkenalkan konsep revolusi ilmiah, di mana suatu paradigma dominan akan bertahan hingga digantikan oleh paradigma baru yang lebih relevan (Kuhn, 1962). Kuhn melihat perubahan ini sebagai hasil dari krisis dalam paradigma lama yang tidak lagi mampu menjelaskan fenomena baru.

Dalam konteks AI, revolusi ilmiah ala Kuhn dapat dilihat dalam transisi dari pendekatan berbasis aturan (rule-based systems) pada awal AI ke pendekatan pembelajaran mesin (machine learning) dan pembelajaran mendalam (deep learning). Pergeseran ini adalah contoh nyata bagaimana paradigma baru muncul ketika pendekatan lama tidak lagi memadai untuk menghadapi kompleksitas masalah yang ada. Kuhn juga mengingatkan bahwa setiap revolusi membawa perubahan besar dalam cara kita memahami dan menggunakan teknologi, yang terkadang diiringi dengan resistensi dari para pendukung paradigma lama.

Kombinasi kedua pandangan ini, memberikan wawasan dalam memahami perkembangan AI. Di satu sisi, falsifikasi Popper mendorong pengujian kritis dan memastikan bahwa AI tetap berfungsi sesuai dengan harapan. Di sisi lain, revolusi ilmiah Kuhn mengingatkan kita bahwa perubahan besar dan mendasar dalam AI akan terus terjadi seiring munculnya paradigma-paradigma baru.

Misalnya, diskusi tentang Singularitas Teknologi, titik di mana AI melampaui kecerdasan manusia dapat dilihat dari kedua perspektif ini. Dari sudut pandang Popper, kita harus terus menguji apakah AI benar-benar mampu mencapai titik itu tanpa dampak buruk yang tak terduga. Sementara itu, dari perspektif Kuhn, singularitas bisa menjadi revolusi paradigma yang mengubah cara manusia melihat dirinya sendiri di tengah peradaban yang didominasi oleh mesin.

kedua perspektif ini, kita menemukan kerangka yang tidak hanya membantu kita memahami perkembangan AI, tetapi juga mempersiapkan kita menghadapi tantangan dan peluang yang akan muncul di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun