Mohon tunggu...
Syamsuddin
Syamsuddin Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bagi Kami, Biaya Kuliah Itu Memang Mahal

18 Mei 2024   14:28 Diperbarui: 18 Mei 2024   14:30 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bagi kami, biaya kuliah itu memang mahal dari dulu

Bagi kami yang berasal dari keluarga menengah ke bawah biaya kuliah itu memang terbilang mahal. Ini sebelum kenaikan UKT heboh dan meresahkan berbagai pihak akhir-akhir ini. Oleh karena itu bagi sebagian masyarakat menengah ke bawah, mengenyam pendidikan tinggi itu merupakan prestasi dan prestise.

Saya seorang anak petani kampung  yang ditakdirkan Allah bisa ngampus alias kuliah. Tahun 1998 ketika tamat SMA hanya 3 anak petani di kampung saya yang  melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Sebabnya sangat klasik. Biaya kuliah  itu mahal.

Saya sendiri bisa kuliah karena ditakdirkan Allah keterima di lembaga pendidikan yang memberikan bea studi penuh untuk semua mahasiswanya. Bahkan bukan hanya bea studi tapi disiapkan asrama plus biaya hidup secukupnya (cukup buat makan ala mahasiswa).

Sebelum mendaftar di kampus gratisan tersebut, saya juga mengadu nasib dengan mendaftar di dua Perguruan Tinggi Negeri. Satu kampus melalui jalur bebas test atau Penelusuran Minat dan Bakat. Dan satu lagi melalui jalur mandiri (test masuk). Setelah pengumuman kelulusan saya memilih di kampus negeri melalui jalur mandiri.


Alhamdulillah saat itu biaya kuliah belum semahal sekarang. Walaupun bagi anak petani seperti saya tetap mahal. Seingat saya biaya SPP masih Rp 800.000/semester. Namun kemudian saya tidak melanjutkan kuliah di kampus tersebut. Karena dapat kabar lulus seleksi di salah satu kampus di kota Makassar.

Alasan pindah, karena (1) ingin kuliah di kota besar seperti Makassar, dan (2) kampus tersebut (walau hanya jenjang diploma dua) memberikan beasiswa full kepada mahasiswa. Walau hanya jenjang diploma, tapi waktu itu terbesit niat untuk menjadikannya sebagai batu loncatan untuk lanjut kuliah ke jenjang berikutnya melalui jalur beasiswa.

Alhamdulillah kuliah gratisan dua tahun cukup menjadi bekal untuk melangkah ke jenjang berikutnya. Sebab ketika kuliah mengikuti kegiatan organisasi ekstra dan intra kampus, aktiv di organisasi sosial kemasyarakatan sehingga dapat bertemu dengan berbagai kalangan dan meluaskan jaringan pertemanan serta peragaulan. Sehingga secara tidak langsung menemukan banyak jalan dan jalur untuk menemukan peluang-peluang sukses. Bukankah silatirrahmi itu membuka pintu-pintu rezki?

Alhamdulillah bisa kuliah sampai jenjang sarjana, magister,dan doktor yang hampir semua biaya kuliah diperoleh melalui beasiswa. Kecuali kuliah S3 yang harus bayar karena terjadi misskomunikasi/miskoordinasi antara pihak kampus dengan penyelenggara beasiswa.

Walau biaya kuliah S3 sangat mahal untuk level ekonomi saya, tetap mengusahakan bayar biaya. Alasan mendasar, toh sudah dapat ilmu dan ada sedikit rezki buat bayar. Apa salahnya membayar, walau sebagian dari pinjaman.  Dan ternyata yang ngutan untuk melunasi biaya kuliah bukan hanya saya, sebagian besar rekan sekelas juga terpkasa pinjam dana untuk melunasi biaya kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun