Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara akan segera diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).Â
Ada empat calon, di antaranya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Bambang Brodjonegoro, Tumiyana, dan juga Azwar Anas.
Tak bisa disangkal, ada yang berpendapat, terpilihnya Ahok sebagai salah satu calon, lebih dikarenakan Ahok dinilai punya tempat istimewa di mata Jokowi. Setidaknya, begitulah penilaian pakar komunikasi politik, Hendri Satrio .
Mungkin ada benarnya. Terpilihnya Ahok sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina, yang juga tak bisa dilepaskan dari rekomendasi Jokowi.Â
Pendapat semacam itu sah-sah saja. Namun, Jokowi tentu saja tak akan mengambil risiko sekecil apa pun itu, jika pilihannya dikarenakan kedekatan emosional. Itu saja tidak cukup.
Bagi penulis, masuknya Ahok sebagai salah satu calon, lebih sebagai upaya "testing the water" Jokowi.Â
Artinya, Jokowi ingin mengetahui lebih lanjut, apakah ada 'riakan' setelah nama Ahok diumumkan sebagai salah satu calon pimpinan otoritas ibu kota baru.
Riakan inilah yang akan dinilai Jokowi, apakah dia akan menetapkan Ahok sebagai kepala badan otoritas ibu kota, atau harus memilih calon lainnya.
Dan, kenyataannya, riakan-riakan itu juga sudah mulai bermunculan. Ada beberapa pihak yang secara terang-terangan menolak Ahok pimpin badan otoritas ibu kota baru itu.
Mereka yang menolak Ahok, merupakan kelompok yang sama, yaitu kelompok-kelompok yang ikut serta mengadili Ahok dengan tuduhan penista agama, dan dengan demo berjilidnya yang kemudian mengantarkan Ahok ke jeruji penjara.
Dari penolakan itu, Jokowi tentu akhirnya akan bersikap.Â