Mohon tunggu...
Sukarja
Sukarja Mohon Tunggu... Desainer - Pemulung Kata

Pemulung kata-kata. Pernah bekerja di Kelompok Kompas Gramedia (1 Nov 2000 - 31 Okt 2014)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu Serentak 2019, Pesta Demokrasi yang Meninggalkan Duka!

29 April 2019   09:14 Diperbarui: 1 Mei 2019   19:16 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Petugas Pemilu 2019 meninggal/TribunNews.com

Pemilihan umum  yang dilangsungkan secara serentak pada Rabu, 17 April 2019 menyisakan cerita yang begitu memilukan. Bagaimana tidak? Selain untuk pertama kalinya kita menggelar secara serentak pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR dan DPRD, juga anggota DPD, sejarah baru ini juga menyisakan banyak duka. 

Setidaknya, sudah lebih dari 300 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia menjelang maupun saat penghitungan suara berlangsung, termasuk ribuan anggota KPPS yang jatuh sakit. 

Sebagian besar para pejuang demokrasi itu meninggal dunia akibat kelelahan usai bekerja selama 24 jam non-stop, mulai dari menyiapkan, melaksanakan, dan menghitung suara yang telah masuk.

Kejadian duka ini tentu saja harus menjadi perhatian kita semua. Pesta demokrasi seharusnya memberikan kegembiraan bagi semua rakyat, dan tidak justru berujung duka.

Pemilu serentak ini  kedepannya bisa saja dikaji ulang, bisa dengan dilakukan secara terpisah, misalnya  pemilihan presiden tidak dibarengi dengan pemilihan anggota DPR/DPRD dan DPD. Setidaknya, selain mengurangi beban kerja para anggota KPPS, pemisahan ini juga memberikan keuntungan bagi partai politik. 

Hal lainnya yang membuat hati kita begitu miris, adanya tudingan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan kecurangan yang menguntungkan salah satu pasangan Pilpres 2019. Tentu saja, hal ini bukan hanya menyakiti jajaran KPU dan Bawaslu, melainkan juga keluarga anggota KPPS yang sakit dan meninggal dunia.

Bahkan, bisa jadi, tudingan kecurangan ini juga mengabaikan amanat reformasi bahwa KPU dan Bawaslu saat ini yang dilahirkan dari semangat reformasi. KPU dan Bawaslu saat ini adalah lembaga independen yang anggotanya dipilih dan diseleksi secara independen pula. Hal ini jelas berbeda dengan KPU di masa Orde Baru yang keberadaanya di bawah Kementerian Dalam Negeri. 

Bagaimanapun sistem pemilu serentak antara Pilpres dan Pileg perlu untuk dievaluasi, sehingga kedepannya pesta demokrasi benar-benar memberikan kegembiraan bagi semua rakyat. Untuk itu, sebaiknya Pemerintah mulai mempertimbangkan kembali sistem pemungutan suara elektronik (e-voting) dan penghitungan suara elektronik (e-counting).

Dengan menerapkan sistem e-voting dan e-counting, negara dapat menghemat tenaga dan biaya hingga triliunan rupiah, yaitu dengan tidak diperlukannya lagi kotak suara, surat suara, tinta, bilik suara, petugas, saksi, maupun pengawas TPS yang jumlah hingga jutaan.

Namun, sistem e-Voting dan e-Counting bukan tanpa kendala. Menurut Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md, saat ini Indonesia belum siap untuk menerapkan e-Voting, karena masih banyaknya masyarakat terutama di pedesaan yang belum siap terkait penerapan sistem tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun