Di banyak obrolan santai atau media sosial, kita sering mendengar ungkapan seperti:
"Kakek saya merokok sejak muda, tapi tetap sehat sampai usia 90 tahun."
Kalimat seperti ini sering dijadikan dalih bahwa merokok tidak terlalu berbahaya. Namun, cara berpikir ini mengandung kekeliruan logika yang dikenal sebagai survivorship bias atau bias ketahanan hidup. Untuk memahami kesalahan ini, mari kita lihat data nyata dan penjelasan ilmiahnya.
Apa Itu Survivorship Bias?
Survivorship bias adalah kesalahan berpikir saat kita hanya melihat mereka yang "selamat" atau berhasil, dan mengabaikan mereka yang gagal, jatuh, atau tidak tampak karena telah tersisih.
Contoh klasiknya berasal dari Perang Dunia II: ketika militer ingin memperkuat bagian pesawat yang kembali dari misi karena penuh lubang peluru, ahli statistik Abraham Wald justru menyarankan memperkuat bagian yang tidak bolong. Mengapa? Karena pesawat yang tertembak di area itu tidak kembali  artinya tidak terlihat.
Begitu juga dalam kasus perokok. Kita hanya melihat sedikit perokok yang tetap sehat dan hidup lama, tapi tidak melihat jutaan yang menderita atau meninggal lebih awal akibat rokok.
Kondisi Nyata: Data dan Fakta Jumlah Perokok yang Sakit
- Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia 2021, 34,5% orang dewasa atau sekitar 70,2 juta orang di Indonesia adalah pengguna tembakau.
- Anak muda usia 10--18 tahun juga mulai menjadi target industri rokok, dengan 7,4% dari mereka telah menjadi perokok aktif.
- Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa 225.700 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit terkait tembakau seperti kanker paru, jantung, dan stroke.
Artinya, ratusan ribu perokok mengalami sakit parah atau kematian dini setiap tahun jauh lebih banyak daripada segelintir orang yang tetap sehat.
Mengapa Ada Perokok yang Tetap Sehat?
Ada beberapa alasan ilmiah mengapa sebagian kecil perokok bisa tampak sehat, di antaranya: