Mohon tunggu...
Syaiful Hasan
Syaiful Hasan Mohon Tunggu... Direktur Indonesa Port Watch (IPW)

Pendiri Indonesia Port Watch dan penyuka kopi pahit

Selanjutnya

Tutup

Money

JICT dan Pembuktian Wujud Kemandirian Nasional

7 Juni 2017   14:46 Diperbarui: 7 Juni 2017   14:51 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Kasus perpanjangan kontrak pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia, JICT, yang telah bergulir sejak tahun 2014, telah ditemukan fakta-fakta mencengangkan soal mufakat jahat investor asing Hutchison untuk menguasai aset nasional berpadu dengan "nyali besar" RJ Lino dalam melakukan manuver tabrak Undang-Undang.

Hal ini sudah dibuktikan auditor negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sehingga aset nasional secara klaim sepihak, kembali dikuasai asing dan menurut BPK, negara rugi Rp 650 milyar. Bahkan dalam bocoran laporan lanjutan investigasinya, ditemukan kerugian negara lebih besar (konon mencapai USD 400 juta). Investigasi DPR yang diperkuat perhitungan profesional, juga menyatakan negara hilang pendapatan Rp 36 trilyun.

Sesungguhnya kasus JICT bukan semata deal bisnis yang dilandasi semangat "B to B". Ada fungsi negara yang besar disana dalam menjaga kedaulatan pelabuhan sehingga kontrol terhadap efisiensi biaya pelabuhan dapat hadir. Pada akhirnya, jika pelabuhan petikemas stategis dikelola dengan baik, manfaatnya akan dirasakan masyarakat luas.

Pada 5 Agustus 2014, RJ Lino nekat tandatangan kontrak perpanjangan JICT dengan Hutchison Hong Kong selama 24 tahun ke depan (2014-2039). Kontrak ini ditandatangan 5 tahun sebelum kontrak jilid I pada tahun 1999, usai di 2019.

Sehari setelahnya, 6 Agustus 2014, Pemerintah mengirimkan peringatan bahwa memperpanjang kerjasama pihak ketiga merupakan ranah pemerintah bukan Pelindo II sebagai operator. Sejak itu, RJ Lino mulai arogan dengan menantang Menteri Perhubungan dan mengancam siapa saja yang menolak Hutchison, akan dianggap "musuh negara" (Tempo, 9 Agustus 2014).

Pada akhirnya patgulipat Hutchison dan Lino yang melibatkan institusi negara dalam melegitimasi keputusan RJ Lino, termasuk Kejaksaan, BPKP dan BUMN Bahana Sekuritas, terbongkar di penyelidikan Panitia Khusus Angket DPR.

Investasi asing Hutchison di JICT dan pembuktian kejanggalan perpanjangan kontraknya, harus dicermati dan segera diusut tuntas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta penegak hukum di Indonesia. Pasalnya, Hutchison akan bermain di isu bahwa Presiden Jokowi sangat pro kepada investasi.

Padahal dalam kasus JICT, ada konsekuensi hukum yang seharusnya tidak ditabrak secara arogan oleh Hutchison dengan memanfaatkan figur seorang RJ Lino. Semua proses perpanjangan kontrak JICT, dilaksanakan dengan penunjukkan langsung mulai dari investor Hutchison sampai konsultan keuangan Pelindo II Deutsche Bank (DB), yang mana secara telak terbukti DB melakukan valuasi "mark down" nilai JICT. DB pun ditengarai punya banyak konflik kepentingan karena selain sebagai penasihat keuangan Pelindo II, DB juga merupakan kreditor Pelindo II sekaligus mitra lama daripada Hutchison Hong Kong.

Jangan sampai ada penafsiran yang sumir, misalnya antara semangat Presiden yang pro investasi tapi menodai visi kemandirian nasional. Dalam konteks JICT, gerbang ekonomi nasional ini kembali ke negara dalam waktu 2 tahun kedepan.

Alhasil, visi tersebut hanya diartikan sebagai jargon politik jika dalam pembuktian kasus JICT, tidak diletakkan dalam koridor yang tegas dan jelas menurut aturan perUndang-Undangan. 'Grey area' hukum ini yang akan menjadi gula-gula bagi pemburu rente dan investor yang ambisius.

Dalam kasus JICT, pembiaran terhadap termin perpanjangan kontrak yang saat ini dijalankan sepihak oleh Hutchison, jangan sampai menarik mundur visi Presiden Jokowi dan pencapaian penegakan hukum ke belakang. Namun harus sebaliknya, yaitu mengembalikan pengelolaan aset strategis bangsa kepada konstitusi dan Undang-Undang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun