Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Money

Motivasi Finansial Paling Waras di Dunia (12).

12 Oktober 2025   15:49 Diperbarui: 12 Oktober 2025   15:49 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Gaji Naik, Tapi Bahagia Tidak

Kadang hidup terasa seperti kuota internet: cepat habis, apalagi kalau sedang ada promo gratis ongkir. Coba perhatikan---kita bisa scroll diskon 11.11 selama satu jam penuh tanpa lelah, tapi baru buka simulasi dana pensiun lima menit saja sudah menguap semangatnya. Katanya lelah kerja, tapi begitu notifikasi "Flash Sale 90% tinggal 3 menit lagi", entah dari mana energi itu muncul. Ironis, bukan?

Fenomena ini bukan hanya soal malas merencanakan masa depan, tapi juga soal bagaimana otak manusia diprogram untuk mengejar kepuasan instan. Scroll promo memberikan dopamin cepat, rasa senang segera, seperti gigitan pertama pada gorengan panas di sore hari. Sementara merancang pensiun? Ah, itu seperti menanam mangga---hasilnya mungkin manis, tapi butuh waktu, sabar, dan sedikit doa agar tak dimakan ulat duluan.

Dampaknya jelas: generasi yang lebih hafal tanggal diskon dibanding tanggal jatuh tempo tagihan. Banyak orang bekerja keras, tapi uangnya hilang dalam bentuk keranjang belanja yang penuh ilusi kebutuhan. Ekonomi digital memang memudahkan, tapi juga menjebak dalam lingkaran konsumsi yang terasa masuk akal---padahal sering kali cuma pelarian dari stres eksistensial. Ironinya, sebagian besar orang bahkan tidak tahu berapa sebenarnya "angka aman" untuk masa tua, tapi tahu betul harga serum yang lagi viral di TikTok.

Kalau mau sedikit serius, teori perilaku ekonomi (behavioral economics) menjelaskan ini dengan konsep present bias---kecenderungan manusia untuk memilih kesenangan sekarang ketimbang keuntungan masa depan. Kita semua sedikit hedonistik secara biologis. Bayangkan otak kita seperti marketing manager di kepala sendiri: lebih suka kampanye "Nikmati Sekarang, Bayar Nanti" daripada "Investasi Tenang, Pensiun Bahagia."

Tapi jangan dulu menyerah. Solusinya bukan berhenti belanja, melainkan belajar "membelanjakan dengan sadar." Misalnya, setiap kali tergoda promo, tanya dulu: "Kalau ini tak diskon, apakah aku tetap butuh?" Kalau jawabannya tidak, berarti itu bukan kebutuhan, tapi sekadar emosi sedang promo. Mulailah membangun kebiasaan kecil---buka aplikasi investasi sesering membuka marketplace. Anggap menabung seperti checkout masa depan: tidak langsung terasa nikmatnya, tapi nanti bisa jadi paket bahagia yang tiba tepat waktu.

Pada akhirnya, merencanakan pensiun itu bukan soal menua, tapi soal menghormati diri sendiri di masa depan. Kalau hari ini kita rela begadang demi rebutan potongan harga, semoga nanti kita juga rela meluangkan waktu untuk potongan risiko hidup. Karena hidup itu bukan cuma tentang siapa yang paling cepat checkout, tapi siapa yang paling lama tenang saat saldo masih cukup.

Jadi, sebelum tergoda promo "belanja hemat sampai tanggal tua", ingatlah satu hal sederhana: diskon bisa datang berkali-kali, tapi masa muda cuma sekali---dan jangan sampai pensiun nanti ikut di-flash sale.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun