Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Soft Skill vs IPK (3).

4 Oktober 2025   18:04 Diperbarui: 4 Oktober 2025   18:04 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Soft Skills yang Diam-diam Lebih Dicari daripada IPK

Ada satu fenomena unik di dunia kerja modern: IPK tinggi itu mirip piagam juara lomba cerdas cermat di SMA---bangga dipajang di ruang tamu, tapi sering tak banyak guna ketika berhadapan dengan kenyataan.

Perusahaan zaman sekarang ternyata punya kebiasaan aneh: alih-alih langsung jatuh cinta pada angka 3,9 di transkrip Anda, mereka justru lebih kepincut kalau Anda bisa... ehm... ngobrol tanpa bikin lawan bicara ingin pulang lebih cepat.

Ya, begitulah. Soft skills kini jadi primadona tersembunyi. Bukan berarti IPK tidak penting---sama sekali tidak! IPK itu tiket masuk. Tapi begitu duduk di dalam gedung, yang dinilai bukan angka di kertas, melainkan: apakah Anda bikin suasana rapat adem ayem, atau malah bikin grup WhatsApp kantor mendidih dengan drama tidak penting.

Mari kita bedah beberapa soft skills yang lebih seksi ketimbang IPK:

  1. Komunikasi -- Jangan cuma pintar ngetik skripsi 200 halaman. Kalau pas meeting bicara seperti google translate error, mohon maaf, HRD langsung menaruh CV Anda di folder "mungkin tahun depan."
  2. Berpikir kritis tanpa bikin sakit hati -- Ini seni halus. Banyak yang bisa kritik, tapi nadanya bikin orang pengen banting laptop. Yang dicari: bisa kasih masukan pedas, tapi dengan senyum ala duta besar.
  3. Kerja tim ala Avengers -- Kalau Anda merasa paling jenius di ruangan, biasanya itu pertanda Anda yang paling bikin repot. Dunia butuh orang yang tahu kapan harus jadi Hulk, kapan cukup jadi Hawkeye.
  4. Fleksibilitas -- Dunia digital itu mirip TikTok: trennya berubah lebih cepat daripada mood anak kos di tanggal tua. Kalau Anda kaku, siap-siap jadi "relic" alias peninggalan sejarah.
  5. Integritas -- Nah, ini barang langka. IPK bisa dibeli dengan rajin copy-paste jurnal (ssstt... katanya sih), tapi integritas? Itu enggak ada di Shopee, Tokopedia, atau e-commerce mana pun.

Saya jadi teringat suatu masa dulu, saat mahasiswa berbondong-bondong mengejar nilai A, padahal nilai attitude sering nol besar. Hasilnya? Banyak lulusan cum laude yang akhirnya jadi "cum laude di ruang tamu"---alias menganggur di rumah, sibuk menjawab pertanyaan orang tua: "Kapan kerja?"

Maka, izinkan saya menutup dengan seruan: wahai mahasiswa, jangan hanya rajin mengejar indeks prestasi. Latihlah soft skills Anda---dari cara bicara, cara mendengar, sampai cara menahan diri agar tidak ngegas di grup WhatsApp kantor. Percayalah, di dunia kerja, kemampuan menenangkan bos yang bad mood sering lebih berharga ketimbang bisa menghitung elastisitas permintaan dengan 17 rumus ekonomi.

Note : IPK yang bagus akan mengantarkan Anda pada meja wawancara yang bagus.

              IPK yang jelek akan membuat Anda tidak boleh mendaftar!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun