Mohon tunggu...
Syahrial
Syahrial Mohon Tunggu... Guru Madya

Belajar dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membantu Siswa Memahami, atau Hanya Mengejar Target Selesai Materi?

16 Mei 2025   11:34 Diperbarui: 17 Mei 2025   03:36 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas

Beberapa waktu lalu, kita semua menyimak pernyataan Pak Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, soal pentingnya deep learning. Jujur, saya tersenyum sendiri. Bukan karena istilahnya terdengar keren atau canggih, tapi karena apa yang beliau sampaikan itu benar-benar menyentuh kenyataan sehari-hari yang saya hadapi sebagai kepala sekolah di SMK Negeri 1 Kelapa Kampit—sekolah kejuruan yang terletak di ujung timur Pulau Belitung, dengan empat jurusan: Akuntansi Keuangan Lembaga, Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan, Teknik Sepeda Motor, dan Teknik Komputer dan Jaringan.

Di sekolah kami, seperti banyak sekolah lain di Indonesia, kami seringkali berhadapan dengan tantangan yang tak ringan: bagaimana memastikan siswa benar-benar paham apa yang mereka pelajari, bukan hanya sekadar hafal rumus atau lulus ujian. Maka, ketika Pak Menteri bicara tentang deep learning alias pembelajaran mendalam, saya merasa seperti mendapat suntikan semangat baru.

Dari Menghafal ke Memahami

Mari kita akui: selama ini pembelajaran kita cenderung terjebak dalam yang disebut sebagai surface learning, atau pembelajaran dangkal. Siswa belajar karena ada ujian. Hafal rumus karena takut nilai jelek. Paham konsep? Kadang iya, kadang tidak. Begitu ujian selesai, ilmunya ikut menguap. Kalau ditanya dua minggu kemudian, bisa-bisa jawabannya sudah beda.

Di SMK, tantangan ini terasa lebih nyata. Misalnya di jurusan Teknik Sepeda Motor, siswa bisa saja tahu langkah-langkah membongkar mesin, tapi kalau tidak paham kenapa langkah itu penting, atau apa dampaknya jika salah urutan, maka itu masih sebatas keterampilan hafalan. Belum sampai ke tahap memahami dan bisa menganalisis persoalan di lapangan.

Inilah mengapa deep learning penting. Bukan hanya untuk anak-anak yang ingin jadi akademisi, tapi juga untuk calon teknisi, desainer bangunan, akuntan muda, atau teknolog jaringan yang akan terjun langsung ke dunia kerja.

Bukan Kurikulum Baru, Tapi Cara Pandang Baru

Pak Mu’ti juga menekankan bahwa deep learning ini bukan kurikulum baru yang menggantikan Kurikulum Merdeka. Ini bukan ganti baju. Bukan pula metode belajar baru yang wajib dihapalkan. Deep learning itu pendekatan. Cara pandang kita terhadap pembelajaran.

Jadi, jangan panik dulu, para guru. Kita tidak sedang diminta mengubah semua RPP. Tapi kita diajak merenung: apakah selama ini kita benar-benar membantu siswa memahami, atau hanya mengejar target selesai materi?

Deep learning menekankan pemahaman mendalam dan penerapan pengetahuan secara luas. Anak-anak didorong bukan sekadar tahu apa, tapi juga mengapa dan bagaimana. Bukan cuma bisa jawab soal, tapi bisa berpikir dan berbuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun