Mohon tunggu...
Syahra Putri Rahayu
Syahra Putri Rahayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - PENGUSAHA SUKSES

NULIS KAK ♡´・ᴗ・`♡

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kerusuhan di Wamena 2019: Analisis Konflik Berdasarkan Perspektif Teori Kontemporer Johan Galtung

7 Juli 2023   20:25 Diperbarui: 7 Juli 2023   20:33 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kerusuhan pecah di Wamena, sebuah kota kecil di provinsi Papua, Indonesia pada tahun 2019. Tepatnya pada hari Senin, 23 September 2019 yang mengguncang masyarakat setempat. Konflik di sana menyebabkan kekerasan antargenerasi, kebakaran rumah hingga gereja, dan ketidakstabilan sosial yang serius. Dalam konteks ini, penting untuk menganalisis kerusuhan Wamena 2019 dari perspektif kontemporer ahli teori konflik terkemuka Johan Galtung untuk memahami akar penyebab dan dinamika konflik tersebut.

Johan Galtung adalah sosiolog dan ahli teori konflik yang mengembangkan pendekatan analisis konflik yang komprehensif dan multidimensi. Pendekatannya memperluas pemahaman konflik di luar tingkat politik dan militer untuk memasukkan dimensi struktural, budaya dan psikologis. Dengan menggunakan kerangka analisis Galtung, kita dapat melihat lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Wamena.

Salah satu konsep sentral pemikiran Galtung adalah "kekerasan struktural". Ini mengacu pada struktur sosial dan politik yang menciptakan ketidakadilan dan ketegangan yang dapat menimbulkan konflik dan kekerasan. Dalam konteks kerusuhan Wamena, faktor-faktor seperti ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial dan ketegangan antaretnis menjadi kontributor utama pecahnya konflik.

Ketimpangan ekonomi menjadi salah satu pemicu kerusuhan Wamena. Wilayah Papua umumnya menghadapi ketidakadilan sosial dan ekonomi yang signifikan. Distribusi sumber daya yang tidak merata, ketimpangan pendapatan, dan terbatasnya akses ke layanan publik menciptakan ketegangan dan ketidakpuasan di antara orang-orang. Ketidakadilan ini menciptakan kerangka yang memperumit hubungan antar kelompok etnis dan meningkatkan ketidaksetaraan sosial yang ada.

Selain itu, kerusuhan di Wamena juga dipengaruhi oleh faktor budaya. Perbedaan budaya dan identitas antar suku yang berbeda dapat menimbulkan konflik jika tidak dikelola dengan baik. Kesalahpahaman, stereotip, dan saling tidak percaya memperkuat perpecahan dan meningkatkan risiko konflik. Dalam konteks ini, penting untuk memahami dan menghormati keragaman budaya untuk membangun pemahaman yang lebih baik antara kelompok etnis yang berbeda.

Selain itu, dimensi psikologis turut berperan dalam kerusuhan Wamena. Trauma dan ketakutan akibat kekerasan masa lalu dan ketidakpastian masa depan dapat memicu kemarahan dan kekerasan reaktif. Orang-orang yang terlibat dalam konflik juga dapat mengalami perasaan tidak adil, kehilangan identitas dan marginalisasi. Semua faktor ini dapat meningkatkan ketegangan dan kekerasan dalam masyarakat.

Dalam pandangan Galtung, solusi mengatasi konflik harus mencakup upaya penyelesaian konflik yang berkelanjutan dan transformatif. Pendekatan ini termasuk mengatasi akar penyebab konflik dan membangun masyarakat yang inklusif dan adil. Di Wamena, resolusi konflik dapat mencakup langkah-langkah seperti meningkatkan pendidikan dan lapangan kerja, memperkuat dialog antar kelompok etnis, dan mempromosikan perdamaian dan rekonsiliasi.

Selain itu, penting untuk melibatkan semua pihak yang berkonflik, termasuk masyarakat lokal, pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil, dalam proses penyelesaian konflik. Kerja sama dan partisipasi yang kuat dari semua pemangku kepentingan adalah kunci untuk mencapai perdamaian abadi.

Menganalisis konflik sosial Wamena 2019 dengan perspektif kontemporer Johan Galtung, kita dapat melihat bahwa keresahan tersebut tidak disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan akibat perpaduan antara ketidakadilan ekonomi, perbedaan budaya, dan dimensi psikologis. Untuk mencegah konflik serupa di masa depan, langkah-langkah konkrit harus diambil untuk menghilangkan ketidaksetaraan sosial, mempromosikan inklusi dan dialog antar kelompok etnis dan membangun perdamaian yang berkelanjutan.

Dalam mengatasi tantangan yang kompleks ini, penting untuk mengambil pendekatan holistik yang melibatkan semua orang yang terlibat. Hanya dengan upaya bersama dan komitmen yang kuat untuk membangun masyarakat yang adil dan damai, Wamena dan seluruh wilayah Papua dapat menghadapi masa depan yang lebih cerah di mana konflik dapat diatasi dan perdamaian dapat terwujud.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun