ABSTRAK Â
Tradisi berlayar bidar merupakan salah satu warisan budaya masyarakat kota Palembang yang patut untuk dilestarikan. Keberadaan billiard selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat Palembang, karena tradisi ini sangat berharga bagi masyarakat kota Palembang yang dikenal dengan laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah tradisi bidar berlayar di sungai musi dan upaya pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan tradisi bidar sebagai warisan budaya masyarakat palembang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, data penelitian diperoleh melalui wawancara, observasi dan kajian pustaka. Peneliti memaparkan sejarah tradisi perahu bidar sebagai warisan budaya dan upaya pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan tradisi perahu bidar di sungai musi. Diharapkan kajian ini menjadi bukti bahwa ada keterkaitan antara sayembara bidar adat ini sebagai warisan budaya leluhur yang perlu dilestarikan agar generasi selanjutnya dapat mewariskannya kepada penduduk kota Palembang. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
 PENDAHULUAN
Sungai Musi terletak di wilayah kota Palembang dengan panjang 750 km, sungai ini membelah kota Palembang menjadi dua bagian, bagian atas dan bagian iir. Jembatan Ampera yang menjadi simbol kota Palembang juga melintasi sungai ini. Sejak zaman kerajaan Sriwijaya hingga sekarang, sungai ini terkenal merupakan sarana transportasi utama bagi penduduk Palembang. Sungai Musi merupakan salah satu potensi wisata bagi masyarakat kota Palembang karena Sujali (Amdani, 2008) menganggap bahwa potensi wisata merupakan kemungkinan pada suatu daerah yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan diantaranya alam dan manusia serta pekerjaan manusia sendiri. Seni tradisional mendayung ini sudah ada sejak zaman dahulu hingga saat ini. Itu kemudian disimpan sebagai tradisi tahunan sebagai warisan budaya, yaitu festival perahu yang diselenggarakan oleh masyarakat Palembang dan pemerintah. Seiring dengan perubahan zaman untuk menjaga sejarah dan budaya, tradisi Bidar terus berlanjut hingga saat ini. Dalam wawancara dengan Pemerhati Budaya Palembang, RM Ali Hanafiah mengatakan balap perahu bidar sebenarnya sudah ada sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan lebih lanjut dijelaskan berdasarkan dokumen sejarah bahwa balap perahu bidar juga muncul pertama kali pada masa penjajahan Belanda, lebih tepatnya pada masa itu. masa penjajahan belanda. Perayaan ulang tahun ratu Belanda Wilhelmina, sekitar tahun 1898. Sejak saat itu, masyarakat Palembang menganggapnya sebagai peninggalan sejarah yang menjadi ciri budaya masyarakat Palembang secara turun-temurun. Budaya akan bertahan jika pemiliknya mendukungnya (Horton, 2009). Perlombaan perahu billiard ini seringkali bertepatan dengan HUT RI setiap 17 Agustus dan perayaan kota Palembang pada 17 Juni. Ribuan penonton menyaksikan perlombaan tersebut dari kedua sisi sungai dan dari Jembatan Ampera. Tujuan Bidar adalah untuk mempertahankan sejarah Kesultanan Palembang Darussalam sebagai warisan budaya leluhur bagi penduduk kota Palembang. Menurut Davison dan Conville (1991), warisan budaya didefinisikan sebagai produk atau hasil budaya material yang berakar pada tradisi yang berbeda dan pencapaian spiritual berupa nilai-nilai dari masa lalu yang merupakan elemen utama yang membentuk identitas suatu kelompok atau kelompok. suatu bangsa. . Sejak pandemi Covid 19 melanda kota Palembang, pemerintah memutuskan untuk sementara waktu membatalkan sayembara lelang di Sungai Musi.
                 PEMBAHASAAN.  Â
Lomba layar tradisional untuk sementara ditiadakan, guna mencegah semakin meluasnya penyebaran virus ini di masyarakat, namun demikian, masyarakat Palembang masih ada yang melanjutkan tradisi ini sebagai gaya hidup masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. Sungai Musi. Salah satu tradisi sayembara lelang yang akan digelar pada 6 Juni 2021 sesuai aturan prosedur kesehatan adalah pemakaian masker bagi pendayung dan penonton perahu tender. Lomba billiard ini merupakan bagian dari program cruise yang dicanangkan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksanakan Yudo Margono. Diharapkan lomba mini billiard boat ini dapat dikembangkan menjadi potensi wisata bahari kota Palembang. Dalam perlombaan kali ini, sebuah perahu didayung oleh puluhan pendayung. Ukuran perahu billiard ini spesifikasinya lebih kecil, panjang 29m, lebar 1,5m dan tinggi 80cm. Perahu Bidar jenis ini membutuhkan sekitar 51 orang untuk pendayungnya, bahkan menurut Bapak R. M. Ali Hanafiah, seorang budayawan asal Palembang. Bidar saat ini dalam bahaya, terlihat dari terus menurunnya jumlah peserta sayembara Bidar dari tahun ke tahun. Belum lagi biaya perawatan kapal Bidar yang besar dan biaya operasional dalam persaingan yang mahal. Namun demikian, tradisi perahu billiard dan kegunaannya tetap ada dan dipertahankan sebagai warisan budaya hingga kini dalam kehidupan masyarakat Palembang. Menurut Davison dan Conville (1991), pengawetan hanya dapat dilaksanakan secara efektif bila benda yang diawetkan masih berlaku untuk digunakan dan terus dilakukan. Ketika budaya tidak lagi digunakan, budaya menghilang. Ketika alat-alat tersebut tidak lagi digunakan oleh masyarakat, maka secara otomatis akan hilang. Untuk itu, tujuan tulisan ini berkaitan dengan (1) sejarah tradisional pelayaran bidar masyarakat Palembang; (2) upaya pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan tradisi perahu tender sebagai warisan budaya. Â Â
                  METODOLOGI
Objek penelitian yang dikaji dalam artikel ini adalah tradisi berlayar billiard sebagai warisan budaya penduduk Palembang di Sumatera bagian selatan. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (2013), penelitian kualitatif didefinisikan sebagai metode untuk menemukan dan memahami masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif membutuhkan usaha yang cukup besar, antara lain: mengajukan pertanyaan, memproses, mengumpulkan data spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif dari topik spesifik ke topik umum, dan menginterpretasikan data Dalam melakukan penelitian, peneliti menganggap dirinya sebagai alat penelitian untuk mengumpulkan data berupa informasi melalui wawancara dengan informan yaitu budayawan Palembang dari Dinas Pariwisata kota Palembang dan penduduk Palembang. Teknik wawancara mendalam merupakan salah satu teknik pengumpulan data utama dalam penelitian ini. Peneliti juga menyaksikan pertandingan billiard yang disiarkan di Kampung Refreshing Lanal Palembang, tepatnya di tepi Sungai Musi, Kelurahan 15 Ulu, Kecamatan Jakabaring, Palembang pada Minggu, 6 Juni 2021 lalu. Channel YouTube dan penonton langsung untuk melihat pelaksanaan medis prosedur di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, data juga dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan, khususnya bagaimana mencari data dan informasi terkait tema tradisional perahu tender sebagai warisan budaya masyarakat Palembang, baik di buku maupun di internet. Â
                         SEJARAH --SEJARAH TRADISI PERAHU
        BIDAR BAGI MASYARAKAT PALEMBANG
  Legenda  Tradisi  Perahu  Bidar Pada Masyarakat  Palembang
Legenda Tradisi Perahu Bidar Pada Masyarakat Palembang ,Menurut cerita dan kepercayaan masyarakat Palembang berdasarkan Informasi dari wawancara dengan budayawan R. M. Ali Hanafiah, ada legenda mengenai tradisi lomba menawar sebagai warisan budaya turun-temurun. Awal dari kompetisi billiard yang merupakan kisah legenda Palembang kuno Rindu Putri Dayang. Putri Dayang Merindu adalah putri cantik yang diperebutkan oleh dua pria. Menurut cerita, kedua pria tersebut jatuh cinta pada Putri Dayang Merindu hingga mereka mengadakan sayembara untuk merebut hati sang putri yang disaksikan oleh seluruh masyarakat di Sungai Musi. Pada akhirnya, dalam pertandingan biliar tidak ada yang menang, karena dua orang ditemukan tewas di bawah bidiwi yang terguling. Kedua pemuda itu sama-sama kuat dan cepat. Keduanya menggunakan kekuatan internal untuk mencapai garis finis pada waktu yang bersamaan. Penduduk Sungai Musi melihat dua orang pemuda tertelungkup di atas perahu mereka, karena sudah tidak bernyawa lagi. Putri Dayang Merindu memilih bunuh diri dengan pisau beracun yang tertancap di dadanya. Sebelum Putri Dayang Merindu bunuh diri, setelah kematiannya, dia meminta agar jenazahnya dilindungi oleh dua orang untuk dimakamkan bersama dua orang yang mencintainya. Orang-orang sangat menghormati dan menyanjung Putri Dayang Merindu karena dia berani memperlakukan pemuda yang mencintainya dengan adil. Sejak itu, penduduk setempat juga akan mengadakan lomba perahu tradisional di Sungai Musi untuk mengenang mendiang Putri Dayang Merindu, pujaan seluruh bangsa. Jadi kontes penawaran tradisional . Berdasarkan hasil wawancara dengan rumah adat Palembang, RM Ali Hanafiah mengatakan bahwa setelah legenda Putri Dayang Merindu populer, diadakan lomba lelang secara rutin dan memunculkan cerita baru berdasarkan cerita tersebut. Lomba menawar biasanya melakukan semacam ritual di Kedukan Bukit, Karang Anyar, Palembang mendaftar untuk memenangkan lomba perahu tawaran. Apalagi ada cerita mistis yang menyertainya. Salah satunya melibatkan buaya Pemulutan yang selalu mendorong Bidar. Karena itu, bisa dipastikan jika para pendayung Lomba Perahu Bidar berasal dari daerah Pemulutan, kemungkinan besar mereka akan menang dengan bantuan para buaya tersebut. telah diciptakan dari generasi ke generasi sebagai warisan budaya leluhur bagi warga kota palembang. Tradisi Mistik Perahu Bidar pada Masyarakat Palembang Ada juga beberapa ritual khusus yang dilakukan oleh kelompok tender perahu tertentu, namun ritual tersebut tergantung pada kepercayaan. Sebelum kompetisi, mereka terlebih dahulu menganimasikan perahu lelang dengan bunga tujuh warna, lalu menyebar ke seluruh wilayah Bidar. Menurut budayawan Palembang, R. Pak Ali Hanafiah, ini menggunakan tujuh bunga warna-warni, lalu ditaburkan di atas perahu billiard. Ini adalah ritual keagamaan untuk melindungi diri dari penjahat dan membutuhkan perahu biliar yang dinavigasi dengan baik dengan berpartisipasi dalam perlombaan di Sungai Musi. Dalam lomba perahu pualam, sebelum dimulainya perlombaan, terlebih dahulu dilakukan upacara doa bersama, kemudian babak sedekah. Ini adalah kegiatan seremonial berdoa untuk perdamaian bagi para tukang perahu sebagai permohonan perlindungan dan terima kasih kepada para dewa. Misteri Hal ini masih diyakini dan dipraktikkan oleh sebagian masyarakat Palembang hingga saat ini, karena merupakan kepercayaan yang sudah menjadi tradisi lama dalam kehidupan masyarakat Palembang.
Menengok kembali sejarah kapal tender, kapal ini digunakan untuk menjaga keamanan perairan di Palembang. Maka diperlukan perahu yang dapat berlari kencang. Kerajaan Palembang mengadakan patroli sungai menggunakan perahu ini, perahu ini disebut perahu pancalang sebelum disebut perahu kontraktor. Pancalang berarti perahu yang dapat menghilang dengan cepat. Dari segi bentuk, perahu pancalang ini memiliki panjang 10 buah hingga 20 m dan lebar dari 1,5 m hingga 3 m. Pancalang bisa menampung hingga 50 orang sehingga lebih cepat siklus dan menghilang. Karena membawa banyak orang, Pancalang bisa digunakan sebagai alat transportasi sungai. Raja dan pangeran juga sering menggunakan pancalang untuk hiburan. Menurut buku Ensiklopedia Indonesia terbitan Gravenhage W. Van Hoeve Bandung, gambaran dan penampakan pancalang merupakan jenis perahu yang tidak tercatat yang selain berfungsi sebagai perahu penumpang, juga digunakan sebagai sarana perdagangan di laut. sungai atap bentuknya seperti kajang, kemudinya berbentuk seperti dayung dan dipikul dengan galah atau bambu. Sejarawan berpendapat bahwa pancalang inilah asal muasal bilyar. Untuk menjaga keberlangsungan tender perahu, diadakan lomba perahu tender dari kerajaan Palembang Darussalam. Adu ini sering disebut dengan wong doeloe sebagai kenceran. Selanjutnya sayembara ini juga ada sekitar tahun 1898, dalam rangka memperingati hari lahir Ratu Belanda, khususnya Wilhelmina. Kontes ini diadakan tidak hanya untuk merayakan ulang tahun Ratu, tetapi juga pada pesta-pesta yang diselenggarakan oleh para pejabat. pemerintah Belanda. Balap perahu bidar, sebagaimana diketahui Bersama, memang sudah menjadi tradisi masyarakat Palembang di Sumatera Selatan. Oleh karena itu, tradisi ini harus dilestarikan dan dilaksanakan sebagai adat masyarakat Palembang yang tinggal di Sungai Musi pada setiap perayaan penting. Perahu bidar biasanya memiliki 10 hingga 15 pendayung, dimana kepala perahu disebut Juru Batu, berfungsi mengatur dan memberi perintah kepada rekan-rekannya. Pendayung belakang disebut Kemudi. Tugasnya, meluruskan jalan. Pendayung tengah disebut Pullman, yang fungsinya untuk mengamati gerakan lawan, sedangkan di tengah adalah Penimba yang bertugas membuang air ke juru lelang. Kemudian ada hal lain yang berperan penting yaitu Juragan. Posisinya paling sentral dan vertikal sepanjang permainan. Juragan juga bisa dikenal sebagai Handler Bidar, yang bertugas untuk mengatur kohesi dan melacak pergerakan musuh.
 KESIMPULAN
Salah satu perlombaan perahu tradisional di Sungai Musi adalah perahu Bidar. Lomba ini biasanya diadakan setiap tahun untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus dan hari jadi Palembang pada tanggal 17 Juni. Namun, perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2021 tidak terlaksana karena pandemi Covid-19. Namun demikian, organisasi swasta dan pemangku kepentingan tetap memiliki peran dalam menyelenggarakan kompetisi berlayar bagi masyarakat Palembang yang tinggal di sepanjang Sungai musi . Adanya legenda, kepercayaan dan mistisisme yang mengiringi tradisi pelayaran Palembang merupakan bukti perjalanan warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun dan perlu dilestarikan konservasinya melalui upaya pemerintah dan masyarakat. rakyat. Palembang sehingga keberadaan tradisi perahu billiard tetap dipertahankan sebagai warisan budaya kota. Oleh karena itu, masyarakat Palembang harus didukung oleh pemerintah dan peran pemangku kepentingan akan selalu berusaha untuk melestarikan tradisi perahu bidar