Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harga Bagi Sebuah "Mahar Politik"

22 April 2016   14:32 Diperbarui: 22 April 2016   14:39 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebeadaan partai politik (parpol) ditengah kondisi masyarakat politik (polity) sebenarnya adalah sebuah keniscayaan. Parpol dianggap sebagai wadah bagi pemersatu beragam kepentingan, ideologi, konflik bahkan kepercayaan atau agama. Singkatnya terdapat suatu aksioma bahwa tidak ada sistem politik yang berlangsung di dunia ini tanpa partai politik. Dengan demikian, parpol mempunyai kedudukan yang cukup penting dalam sebuah masyarakat modern. Begitupun di Indonesia, keberadaan parpol yang sudah dimulai sejak setelah kemerdekaan telah banyak mewarnai jatuh-bangunnya perjalanan demokrasi di negeri ini.

Dalam sebuah sistem demokratis, parpol dijadikan instrumen atau tools dalam rangka memperoleh kekuasaan (politik), sehingga setiap individu yang tergabung dalam parpol umumnya mereka yang punya keinginan memperoleh atau mendapatkan kekuasaan, bukan yang lain. Padahal, kecenderungan dalam bentuk fanatisme terhadap keinginan berkuasa lewat mekanisme parpol justru telah mereduksi fungsi parpol itu sendiri, bahwa parpol yang merupakan representasi beragam kepentingan di dalamnya semestinya memiliki satu tujuan: memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. 

Maka, jika individu-individu yang mengikatkan diri dalam sebuah parpol dan beranggapan bahwa parpol hanyalah "kendaraan" untuk meraih kekuasaan an sich tanpa memiliki pandangan lebih luas lagi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, tinggal tunggu saja kehancuran parpol tersebut karena dipastikan akan ditinggalkan para pendukungnya.

Akhir-akhir ini, tingkat kepercayaan publik terhadap parpol di Indonesia semakin menurun drastis. Salah satu lembaga polling pernah merilis bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap parpol hanya berada pada kisaran 40 persen bahkan kurang. Hal ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa pelaku-pelaku koruptif yang kemudian diketahui publik adalah mereka yang justru berasal dari parpol, bahkan tak jarang pelakunya merupakan elite-elite dalam parpol itu sendiri. 

Di samping itu, pola rekruitmen kepemimpinan yang dilakukan parpol seringkali didasari oleh kepentingan kapitalistik-transaksional, bukan berdasarkan pertimbangan rasional dan kecakapan, sehingga parpol seringkali luput dalam menjaring pemimpin-pemimpin politik yang bersih, berintegritas dan memiliki kompetensi. Akibatnya, parpol semakin kehilangan stok-stok pemimpin yang memiliki kualitas dan kompetensi karena prilaku transaksional yang selalu dikedepankan bukan pertimbangan rasionalitas.

Belakangan kita dikejutkan oleh sebuah parpol yang terang-terangan dan sah memberikan informasi kepada publik bahwa untuk mengikuti rekruitmen kepemimpinan dalam partainya harus dimulai dengan prasyarat mahar politik. Tidak tanggung-tanggung, mahar politik yang dimaksudkan menunjukkan angka yang cukup fantastis, antara 5-10 milyar! Kita coba rata-ratakan pada angka tengah-tengah saja, paling tidak bahwa ketika anggota parpol ingin mendapatkan jabatan sebagai ketua umum harus membayar 5 milyar! 


Sungguh sebuah tontonan praktek transaksional politik yang jauh dari harapan rakyat ditengah meredupnya keparcayaan publik terhadap parpol. Alih-alih dapat membuat terobosan bagi kemajuan dan kepentingan rakyat banyak, parpol malah berlomba-lomba mengajarkan prilaku koruptif kepada para anggotanya. Sungguh hal ini bagi saya, telah mencederai proses demokratisasi yang sudah digulirkan selama ini.

Saya kemudian membayangkan, seandainya pola rekruitmen kepemimpinan dalam parpol yang dilakukan dengan pembayaran mahar politik itu diberikan kepada bentuk-bentuk lain yang lebih mendukung kesejahteraan rakyat, saya malah setuju. Mahar politik 5 atau 10 milyar itu kemudian dialihkan dalam bentuk pembangunan sarana pendidikan, membantu biaya kesehatan bagi rakyat yang kurang mampu atau memberikan modal usaha bagi rakyat kecil justru ini semakin menarik minat masyarakat untuk memberikan dukungan penuh terhadap parpol, bukan malah sebaliknya. Bentuk transaksional politik yang diberlakukan parpol dalam bentuk mahar dalam rekruitmen pemimpin jika diteruskan, justru akan dibayar oleh parpol dengan harga yang lebih mahal: citra parpol akan semakin buruk dan masyarakat pendukungnya akan segera meninggalkan.

Parpol sejatinya harus menjadi agen perubahan dalam masyarakat, karena eksistensi parpol juga dibangun dan dibesarkan oleh masyarakat. Sebagai agen perubahan sosial, parpol seharusnya menempatkan seleksi kepemimpinannya secara ketat, bukan berdasarkan trasaksional seperti melalui prasyarat pembayaran mahar politik, tetapi berdasarkan pertimbangan rasionalitas dengan melihat kepada visi dan misi calon-calon pemimpinnya. Para elite parpol yang kemudian duduk dalam jabatan politik, baik itu di legislatif maupun eksekutif ketika dipilih berdasarkan serangkaian proses yang berlandaskan rasionalitas, tentu akan membuat kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan prorakyat, bukan kebijakan yang mementingkan kelompok atau parpolnya. 

Sebagai organisasi politik yang dibangun masyarakat, parpol juga harus menjadi pelayan publik, karena disinilah tujuan utama dari eksistensi keberadaan parpol dalam sebuah kultur demokratis. Karena parpol merupakan wadah bagi kepentingan dan tuntutan masyarakat, maka semestinya parpol harus pandai mengkonversinya menjadi kebijakan dan keputusan yang tentunya bercermin pada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat.

Wallahu a'lam bisshawab

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun