Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ijtima dan Ijma Ulama

3 Mei 2019   11:23 Diperbarui: 5 Mei 2019   07:35 3414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menjaga marwah ulama. (Kompas/JITET)

Atau dalam diksi yang lebih luas disebutkan, "Allah akan melindungi kalian dari tiga hal: Nabimu tidak akan menyalahkanmu sehingga kamu menjadi binasa sama sekali; golongan yang menyimpang diantara kamu tidak akan pernah menang atas golongan yang benar; dan kamu tidak akan sepakat terhadap suatu ajaran palsu".  

Ijma' ulama dengan demikian, memiliki otoritas tertinggi dalam mencapai suatu kebenaran, karena selain didasarkan atas kecakapan para ahli Islam yang berkumpul, mereka juga menggunakan metode-metode keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan. 

Perlu ditekankan dalam hal ini, sekalipun perbedaan metodologis pada akhirnya mengakibatkan timbulnya faksi-faksi dan mazhab-mazhab aliran pemikiran yang berbeda-beda, namun masing-masing menghormati sebagaimana mestinya, sebab semua ulama meyakini, mereka berada dalam satu pijakan yang sama, dan cita-cita mulia bersama dan hak-hal yang sama pula. Oleh sebab itu, suatu ungkapan hadis terasa menemukan kebenarannya, dimana "setiap perbedaan diantara para ulama menjadi rahmat".

Itulah kenapa, istilah ijtima' ulama yang belakangan populer sebagai bentuk alternatif perkumpulan para ulama yang lebih ekslusif---karena kumpulan ulama inklusif sudah terwadahi dalam MUI---dengan kecenderungan-kecenderungan terhadap aspek politik-kekuasaan, untuk mendukung atau menentang satu kandidat politik dalam suatu ajang kontestasi. 

Prinsip ijtima' ulama yang diinisiasi oleh para "ulama politik" ini tampak ambigu, sebab disatu sisi mereka ingin berperan sebagai "muftinuun" (pemberi fatwa) yang mendapatkan legitimasi, namun disisi lain, mereka seolah-olah tidak lagi mempercayai ulama-ulama lainnya yang secara legitimated fatwanya diakui oleh negara.

Kedudukan suatu "perkumpulan" (ijtima') ulama semacam ini tentu saja menyulitkan bagi mereka sendiri, terlebih tampak lebih kental mempromosikan suatu faksi politik dibanding faksi keagamaan yang cenderung "netral". 

Maka, sangat masuk akal jika kelompok ini kemudian lebih memilih istilah "ijtima'" yang dalam banyak hal tampak terkesan partikularistik atau "anti mainstream" terlebih jika dihadapkan pada suatu kondisi dimana para ulama sudah terwakili secara absah dalam MUI, dan para ulama yang secara metodologis tersebar dalam beberapa ormas Islam yang telah diakui secara sah. 

Sulit untuk tidak menyebutkan, bahwa konsep ijtima' ulama yang sejauh ini muncul dalam satu kurun pergantian kekuasaan, akan lebih memberikan gambaran "politis" daripada "agamis".

Para ulama tentu saja mereka yang "luas hatinya" (ahlu tausi'atin) dan hampir-hampir tak pernah "memaksakan" suatu keputusan kepada semua pihak, terlebih jika bercampur dengan urusan-urusan politik. 

Menarik ketika membaca suatu kitab karya adz-Dzahabi, "Tadzkirah al-Huffadz" dimana ia menggambarkan suasana perbedaan pendapat diantara para ulama, dimana ketika mereka dihadapkan pada "suatu persoalan yang menindihnya ibarat gunung, sehingga manakala mereka menemukan pintu keluar (jawaban) terbuka, berserulah mereka, 'alangkah legaku'". 

Begitulah para ulama terdahulu ketika berkumpul dan menentukan suatu keputusan yang tanpa ada "pemaksaan kehendak", atau berada diluar kesepakatan dengan menyatakan, "kami membuat satu alternatif keputusan yang berbeda diantara mereka".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun