Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Habib: Keturunan Nabi atau Rekayasa Sosial?

20 Desember 2018   10:51 Diperbarui: 20 Desember 2018   11:05 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Istilah "habib" dalam masyarakat Indonesia belakangan semakin menjamur. Bahkan, tak sebatas bahwa istilah ini dilekatkan kepada mereka yang dipercaya sebagai keturunan Nabi Muhammad, namun justru tampak terdistorsi karena siapapun---asal bertampang Arab---dapat dipanggil "habib". Namun yang pasti, gelar yang disematkan kepada seseorang yang disebut "habib" tentu saja hampir semua peranakan Arab yang hidup di Indonesia, terlepas dari apakah ia terkait dengan silsilah "ahlulbait" atau tidak. Habib merupakan gelar kehormatan, karena penguasaannya atas ilmu-ilmu agama Islam, sama dengan gelar sosial lainnya, seperti "kiai" atau "ustadz".

Publik belakangan diramaikan oleh ulah Habib Bahar bin Smith yang diekspos media melakukan aksi kekerasan kepada dua orang anak di lingkungan pesantrennya di Bogor, Jawa Barat. Berita ini menjadi semakin viral di media sosial, bahkan publik hampir-hampir kehilangan daya kritisnya karena yang dibicarakan hanya sebatas menyoal prilaku Bahar yang viral. 

Terlepas soal apakah ini memang ada unsur kesengajaan pihak-pihak tertentu yang tak suka caranya mengkritik penguasa atau tidak, namun Habib Bahar benar-benar telah "jatuh tertimpa tangga, bahkan tangganya-pun raib dicuri orang!" Kasus penganiayaan anak yang dilakukannya, semakin membuat dirinya tak berkutik, bahkan sulit sekali untuk sekadar mencari "pegangan" dari kasus yang kini menjeratnya.  

Tak hanya soal prilakunya yang terus-menerus dipersoalkan publik, istilah "habib" pun tampaknya menjadi topik hangat di media sosial. Bukan apa-apa, seseorang yang berhak menyandang gelar habib tentu saja "istimewa", karena selain dihormati karena dianggap keturunan Nabi, simbol habib tentu saja identik dengan keulamaan seseorang karena kepiawaiannya menguasai seluk-beluk ajaran Islam. 

Gelar habib belakangan dipersepsikan publik berada diantara "pusaran kekerasan" karena memang sejauh ini, muncul para habib yang cenderung "keras", bersuara lantang dalam mengkritik kekuasaan, bahkan mengkritik siapa saja yang dianggap tak sejalan dengan garis perjuangan dirinya. Padahal disisi lain, para habib sejauh ini senantiasa berprilaku lemah lembut, menyayangi dan menghormati sesama, seakan kontras dengan aksi viral yang dilakukan Habib Bahar.

Saya sepakat dengan apa yang ditulis Mahfud MD dalam cuitannya ketika menjelaskan makna "habib", dimana habib tak semuanya keturunan Nabi Muhammad. Menurutnya, habib itu adalah ungkapan kehormatan dan kasih sayang kepada siapa saja dan tidak identik dengan keturunan Nabi. Keturunan Nabi sebutannya hanya 2: Syarif/Syarifah yang berasal dari garis keturunan Hasan dan Sayyid/Sayyidah dari garis keturunan Husen. Mengidentikkan habib dengan keturunan Nabi tentu saja salah kaprah, walaupun memang tak menutup kemungkinan, ada saja seseorang bergelar habib karena memang bernasab langsung kepada jalur keluarga Rasulullah.

Istilah "habib" dalam bahasa Arab menurut Ibnul Manzur dalam "Lisaanul 'Arab" merupakan derivasi dari kata "hababa" dan "hub" memang memiliki konotasi "perlawanan/penolakan atas kekerasan atau kebencian" (naqiidl al-bughdl). Maka, ketika seseorang disebut "habib" tentu saja sosok yang paling dikasihi atau selalu bersikap kasih sayang sebagaimana makna "hub" yang melekat didalamnya. 

Sebutan lain untuk orang yang dicintai adalah "muhib" dan orang yang senantiasa menyayangi disebut "mahbub". Dengan demikian, pemaknaan habib tentu saja mengandung makna cinta dan kasih sayang, sehingga wajar ketika gelar ini disematkan kepada seseorang, maka ia merupakan sosok yang paling mencintai dan dicintai, sekaligus selalu menyayangi karena paling disayangi oleh masyarakat.

Jadi, saya kira patut dipahami bahwa istilah habib yang sejauh ini beredar dan ada dalam setiap kepala masyarakat muslim Indonesia memang tak selalu identik dengan keturunan Nabi Muhammad. 

Habib jelas merupakan gelar kehormatan yang disematkan secara khusus oleh masyarakat kepada seseorang yang mereka cintai, karena para habib yang mendapatkan gelar tersebut juga memang sudah sewajarnya dan seharusnya memiliki rasa cinta dan kasih sayang melebihi masyarakat yang telah menyematkan gelar sosial itu kepada dirinya. 

Lalu timbul pertanyaan, kok ada orang yang digelari habib lalu melakukan aksi kekerasan? Jauh dari nilai-nilai kecintaan dan kasih sayang yang sejauh ini dipersepsikan masyarakat kepadanya? Apa yang salah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun