Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mengenal Voluntary Code for Data Sharing

14 Juli 2025   06:44 Diperbarui: 14 Juli 2025   06:44 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Dibuat dengan AI)


Pernahkah Anda merasa ragu saat sebuah aplikasi meminta izin akses ke lokasi Anda? Atau bertanya-tanya ke mana larinya data genetik setelah tes DNA dilakukan? Di zaman digital ini, pertanyaan seperti itu bukan cuma soal teknis---melainkan soal etika, kepercayaan, dan kadang, penyesalan.

Masalahnya, kita hidup dalam dunia yang dibanjiri data, tapi tidak dibekali pedoman yang jelas tentang bagaimana data seharusnya diperlakukan. Di sinilah muncul satu inisiatif menarik: Voluntary Code for Data Sharing, sebuah panduan etika berbasis kesadaran dan tanggung jawab, bukan paksaan hukum.

Tapi apa sebenarnya kode ini? Mengapa kita butuh sesuatu yang "sukarela" di dunia digital yang begitu brutal?

Apa itu Voluntary Code for Data Sharing?

Voluntary Code for Data Sharing adalah seperangkat prinsip atau pedoman yang dirancang untuk membantu organisasi dan individu ketika mereka mengumpulkan, membagikan, atau mengekspos data. Konsep ini dikembangkan oleh Alison Holt, seorang pakar teknologi dari Oxford Internet Institute.

Alih-alih membuat aturan hukum yang kaku, kode ini bersifat fleksibel namun tetap tegas dalam nilai-nilainya. Tujuannya sederhana: mencegah bencana data sebelum terjadi, dan mendorong perilaku berbagi data yang bertanggung jawab.

Kode ini mencakup tujuh maksima, semacam nasihat praktis, yang bisa diterapkan oleh siapa pun---mulai dari perusahaan teknologi, lembaga pemerintah, hingga individu yang mengelola data komunitas.

Mengapa Perlu "Kode Etik Sukarela"? Bukankah Ada Undang-Undang?

Undang-undang seperti GDPR (di Eropa) memang penting, tapi tidak bisa menjangkau semuanya. Regulasi cenderung lambat mengejar inovasi teknologi. Sebaliknya, kode etik bersifat reflektif, bisa diadopsi lebih cepat dan menyesuaikan dengan konteks lokal.

Bayangkan Anda seorang pengembang aplikasi kesehatan di desa, mengumpulkan data pasien untuk membantu program imunisasi. Undang-undang perlindungan data mungkin belum hadir atau sulit diakses. Tapi dengan kode ini, Anda bisa punya pegangan moral dan praktis: Apakah saya transparan kepada pengguna? Apakah data ini aman? Apakah saya membagikannya untuk kepentingan yang benar?

Contoh-Contoh Nyata: Ketika Kode Etik Diperlukan

  • Kasus Facebook--Cambridge Analytica: Bayangkan jika Facebook sejak awal menerapkan prinsip transparansi dan konsen yang kuat sebelum membagikan data ke pihak ketiga. Skandal manipulasi pemilu mungkin bisa dicegah. Kode etik ini bisa menjadi rem etis di tengah euforia bisnis data.
  • Kasus Vastaamo di Finlandia: Klinik psikoterapi ini dibobol, data rahasia pasien tersebar. Seandainya mereka mengikuti prinsip dasar keamanan dan minimisasi data dalam kode etik, seperti hanya menyimpan data yang benar-benar perlu, tragedi bisa dihindari.
  • Konservasi Burung Kakapo di Selandia Baru: Di sisi lain, kode etik juga bisa membantu menilai kapan intervensi lewat data dianggap tepat. Data dari transmitter yang dipasang di burung kakapo membantu konservasi spesies langka. Tapi bagaimana jika metode yang sama digunakan untuk melacak remaja atau ibu hamil manusia? Kode ini memberi kerangka untuk menimbang apakah sebuah penggunaan data melanggar batas etis.

Tujuh Maksima: Pedoman Etis Bukan Sekadar Saran

Berikut beberapa contoh nilai dalam kode ini (disarikan dan disederhanakan untuk pembaca umum):

1. Transparansi: Sampaikan kepada pengguna data: apa yang dikumpulkan, untuk apa, dan siapa yang bisa mengaksesnya.

2. Kendali Pengguna: Beri pilihan. Jangan paksa pengguna menyetujui sesuatu hanya karena mereka ingin menggunakan layanan.

3. Keamanan Data: Amankan data dengan sistem yang layak. Kalau datamu tak sanggup diamankan, jangan dikumpulkan.

4. Nilai Sosial dan Dampak Nyata: Pastikan data digunakan untuk kebaikan, bukan sekadar profit. Tanyakan: Siapa yang diuntungkan? Siapa yang mungkin dirugikan?

5. Akuntabilitas: Jika terjadi kebocoran, jangan sembunyi. Akui, perbaiki, dan beri tahu pengguna dengan jujur.

6. Kesesuaian Konteks: Data yang sah dikumpulkan di satu konteks (misal: survei kesehatan) belum tentu pantas digunakan di konteks lain (misal: penjualan asuransi).

7. Evaluasi Berkelanjutan: Dunia berubah, teknologi berubah. Evaluasi ulang cara Anda mengelola dan berbagi data secara berkala.

Etika Adalah Hak Kita Bersama

Voluntary Code for Data Sharing bukan sekadar alat bantu teknokrat. Ini adalah alat refleksi bagi siapa saja yang peduli akan masa depan digital yang manusiawi.

Kode ini mengajak kita tidak menunggu hukum datang, tapi mulai bersikap bijak dari sekarang. Karena di dunia yang makin rakus akan data, mempertahankan etika bukanlah kelemahan, tapi bentuk keberanian.

Jika kita bisa memulai dari pertanyaan sederhana---"Perlukah saya menyimpan data ini?" atau "Apa dampak dari membaginya?"---maka kita sudah mengambil langkah kecil menuju dunia digital yang lebih adil.

Dan mungkin, suatu hari nanti, berbagi data bisa jadi tindakan yang membuat kita bangga---bukan menyesal.

Referensi

Holt, A. (2016). New technology meets age-old problems. Philosophy & Technology, 29(4), 393--395. https://doi.org/10.1007/s13347-016-0236-0

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun