Siapa yang Sebenarnya Untung?
Ketika dunia dikejutkan oleh pengumuman kesepakatan damai antara Rusia dan Amerika Serikat untuk mengakhiri perang Ukraina-Rusia, muncul satu pertanyaan besar yang tak bisa dihindari: mengapa Amerika yang berunding dengan Rusia, padahal yang berperang adalah Rusia dan Ukraina? Apakah ini benar-benar tentang perdamaian, atau justru strategi geopolitik besar yang menyamarkan kepentingan tersembunyi?
Mari kita bongkar satu per satu.
Trump, Putin, dan Sebuah Drama Internasional
Donald Trump, presiden terpilih Amerika Serikat, mengklaim bahwa ia dan Vladimir Putin sepakat untuk menghentikan "jutaan kematian" akibat perang ini. Pernyataan ini seolah-olah menunjukkan empati kemanusiaan yang luar biasa, tetapi mari kita realistis: sejak kapan politisi kelas dunia peduli pada nyawa selain yang berhubungan dengan elektabilitas dan kepentingan ekonomi negaranya? Fakta bahwa Ukraina tidak diikutsertakan dalam pembicaraan awal ini justru menegaskan bahwa negosiasi ini bukan soal keadilan bagi Ukraina, melainkan permainan catur antara Washington dan Moskow.
Sebagai orang yang selalu mengklaim dirinya sebagai negosiator ulung, Trump tahu bahwa posisi tawarnya terhadap Putin lebih kuat jika dilakukan dalam format bilateral. Mengapa? Karena Ukraina hanyalah pion dalam permainan ini. Keberadaan Zelenskyy hanya akan menghambat kesepakatan yang berpotensi menguntungkan Amerika dan Rusia dalam jangka panjang. Sementara itu, Putin yang telah terkepung oleh sanksi ekonomi Barat tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk menyusun strategi keluar yang terhormat.
Siapa yang Sebenarnya Berkuasa?
Pertemuan ini juga memperlihatkan bahwa keputusan besar tentang perang dan damai bukan berada di tangan pemimpin negara yang sedang bertempur, melainkan mereka yang memiliki kendali ekonomi dan militer terbesar. Jika Ukraina memang benar-benar memiliki kedaulatan penuh, mengapa mereka tidak dilibatkan dalam keputusan yang menyangkut nasib mereka sendiri?
Jawabannya sederhana: karena mereka hanyalah alat dalam skenario besar. Ukraina adalah panggung bagi perang proksi antara dua kekuatan besar---Rusia dan Amerika. Perang ini memberi keuntungan besar bagi kompleks industri militer AS, yang mendapat kontrak pertahanan miliaran dolar untuk memasok senjata ke Ukraina. Pada saat yang sama, Rusia tetap bisa memanfaatkan ketidakstabilan ini untuk menegosiasikan kembali posisinya di panggung geopolitik.
Perdamaian atau Pemecahan Masalah untuk Trump?
Trump, yang sedang bersiap kembali ke Gedung Putih, butuh kemenangan diplomatik spektakuler untuk memperkuat elektabilitasnya. Apa cara terbaik untuk itu selain "mengakhiri perang" yang selama ini dikaitkan dengan kelemahan kepemimpinan Joe Biden? Dengan memainkan kartu negosiasi dengan Putin, Trump bisa membuktikan bahwa ia lebih efektif dalam menangani Rusia dibanding pendahulunya.
Namun, kita harus skeptis terhadap solusi instan ini. Perdamaian semacam ini tidak lain adalah upaya penyelamatan citra dan strategi elektoral belaka. Trump tahu bahwa publik Amerika sudah mulai lelah dengan bantuan miliaran dolar yang terus dikirim ke Ukraina. Menawarkan "solusi cepat" dapat meningkatkan dukungan domestiknya, sekaligus menyiapkan panggung bagi kebijakan luar negeri yang lebih menguntungkan Amerika---meskipun dengan mengorbankan Ukraina.
Putin dan Jalan Keluar yang Elegan
Di sisi lain, Putin juga butuh cara untuk keluar dari konflik ini tanpa terlihat lemah. Dengan keterlibatan Amerika dalam negosiasi, ia bisa mengklaim bahwa Rusia telah mencapai tujuan strategisnya tanpa harus menerima kekalahan terbuka. Dalam politik internasional, kehilangan muka lebih berbahaya daripada kehilangan wilayah, dan negosiasi ini bisa menjadi celah untuk mengamankan kepentingan Rusia tanpa terlihat tunduk pada Barat.
Selain itu, dengan semakin meningkatnya tekanan domestik akibat sanksi ekonomi, Putin harus mencari cara untuk menunjukkan kepada rakyat Rusia bahwa ia masih memegang kendali dan dapat mencapai "perdamaian yang terhormat." Kesepakatan dengan Amerika memberinya jalan keluar yang memungkinkan Rusia mempertahankan pengaruhnya, sambil tetap menampilkan diri sebagai pemain utama dalam tatanan dunia multipolar.