Pendahuluan
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Kondisi geografis ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor logistik nasional, terutama dalam menjaga kelancaran pengiriman barang ke wilayah-wilayah terpencil (Lestari, dkk. 2023). Studi Handayani (2023 tentang Digitalisasi UMKM menjelaskan bahwa kebutuhan masyarakat akan layanan pengiriman yang cepat, tepat waktu, dan andal semakin meningkat di era digital dan ekonomi berbasis daring.
JNE sebagai salah satu perusahaan logistik nasional hadir dengan konsep SAT SET, sebuah layanan yang mengedepankan kecepatan, ketepatan, dan ketanggapan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan (JNE Indonesia, 2023). Namun, kecepatan layanan saja tidak cukup tanpa ketahanan operasional yang mampu menghadapi kondisi geografis dan situasi krisis di Indonesia Timur. Seperti diungkap dalam penelitian Syaban & Mokodompit (2024) mengenai Pelabuhan Nusantara Kendari, tantangan logistik di wilayah kepulauan masih didominasi oleh infrastruktur pelabuhan yang belum standar internasional, pemanfaatan teknologi digital yang minim, serta keterbatasan SDM kompeten. Kondisi serupa juga terjadi di Wilayah Kepulauan Indonesia Timur, yang menjadi penghambat kelancaran layanan logistik dan distribusi barang antarpulau.
Secara teoritis, Ketahanan Layanan (Service Resilience)Â menurut Duchek (2020) mengacu pada kemampuan sebuah organisasi layanan dalam bertahan, beradaptasi, dan pulih dari gangguan operasional yang dapat memengaruhi keberlanjutan layanan. Sementara itu, Teori Komunikasi Layanan (Service Communication Theory) menurut Payne dan Frow (2017) menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif dalam layanan jasa berperan besar dalam membangun kepercayaan pelanggan. Oleh karena itu kedua teori ini menjadi landasan dalam menganalisis bagaimana JNE menghadirkan layanan logistik yang tangguh dan responsif melalui konsep SAT SET di kawasan Indonesia Timur, khususnya wilayah kepulauan Maluku.
Esai ini akan membahas bagaimana JNE membangun ketahanan layanan (service resilience) di kawasan Indonesia Timur khususnya Maluku dengan memanfaatkan strategi layanan cepat SAT SET dan sistem komunikasi layanan yang adaptif. Khususnya dalam membangun sistem logistik yang responsif di wilayah kepulauan Maluku.
Ketahanan Layanan SAT SET di Wilayah Kepulauan Maluku dan Tantangannya
Maluku adalah Wilayah kepulauan yang dipisahkan oleh laut, minimnya infrastructure laut, serta kondisi cuaca ekstrem seperti ombak tinggi dan badai tropis menjadi hambatan utama dalam distribusi barang, Selain itu, Maluku masih memiliki keterbatasan jalur darat dan angkutan udara yang terbatas jumlahnya. Lonjakan permintaan pengiriman menjadi ujian beramt bagi ketahanan layanan logistik di kawasan ini (Statistik Indonesia, 2023).
Untuk menghadapi tantangan tersebut, JNE menerapkan konsep SAT SET sebagai prinsip kerja yang mengutamakan kecepatan, ketepatan, dan responsif dalam kondisi apapun (JNE Indonesia, 2023). Konsep ini diterjemahkan ke dalam berbagai strategi adaptif, khususnya di kawasan Indonesia Timur. Tidak terkecuali di Maluku.
Dari sisi digitalisasi, JNE menghadirkan layanan MyJNE App, MY JNE adalah aplikasi yang memudahkan untuk terkoneksi dengan JNE. Dengan satu nomor telepon yang terdaftar customer bisa menikmati fitur-fitur istimewa seperti: Trace & Tracking yang menyajikan informasi status kiriman berdasarkan nomor AWB tertentu, Check Tarif yang Menyajikan informasi tarif kiriman. sistem real-time tracking ini memudahkan pelanggan mengakses informasi layanan tanpa harus datang ke kantor cabang. Inovasi ini menjadi bagian dari ketahanan layanan digital, yang sangat membantu pelanggan di wilayah yang minim akses transportasi.
Di sisi operasional, JNE Indonesia Timur memaksimalkan layanan jemput paket, menambah armada pengiriman saat musim puncak, serta membuka drop point di desa-desa pesisir. Penggunaan jalur laut alternatif dan kolaborasi dengan ojek lokal menjadi strategi adaptif untuk memastikan barang tetap sampai ke tujuan (Gössling¸dkk., 2021).