Mohon tunggu...
Mella Syaftiani
Mella Syaftiani Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya suka melakukan perjalanan yang memiliki pemandangan yang indah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenapa Palestina Susah Merdeka

26 Agustus 2025   21:04 Diperbarui: 26 Agustus 2025   21:04 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

KENAPA DUNIA PERLU BERPERANG?

Perang adalah salah satu realitas tragis dalam sejarah manusia yang sering kali terjadi sebagai akibat dari konflik antara negara atau kelompok yang memiliki perbedaan tajam dalam hal politik, ekonomi, ideologi, atau agama. Meskipun tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk kebutuhan atau keharusan berperang, sejarah mencatat bahwa perang sering kali dimotivasi oleh beberapa faktor utama. Salah satu alasan utama adalah perlindungan atau pembelaan diri. Ketika suatu negara atau kelompok merasa terancam oleh agresi dari pihak lain, mereka mungkin merasa bahwa perang adalah cara terakhir untuk mempertahankan kedaulatan dan keselamatan warganya. Dalam konteks ini, negara berperang untuk melindungi diri dari serangan luar yang berpotensi mengancam eksistensinya (Powell, 2010).

Selain itu, perebutan sumber daya sering kali menjadi faktor pendorong lainnya. Negara atau kelompok yang kekurangan sumber daya alam yang penting, seperti minyak, air, atau tanah subur, mungkin merasa terdorong untuk berperang demi menguasai sumber daya tersebut. Dalam banyak kasus, perebutan sumber daya ini tidak hanya berkaitan dengan kelangsungan hidup, tetapi juga dengan stabilitas ekonomi dan kekuatan geopolitik (Collier & Hoeffler, 2004). Hal ini juga bisa dilihat dalam sejarah ekspansi kolonial, di mana negara-negara besar berperang untuk menguasai wilayah yang kaya akan sumber daya alam demi meningkatkan kekuatan ekonomi mereka.

Selain itu, perbedaan ideologi dan agama seringkali menjadi pemicu perang, yang dapat melibatkan negara, kelompok etnis, atau agama yang saling bertentangan. Konflik ideologis, seperti perang dingin antara blok Barat dan Timur, dan perang agama, seperti yang terjadi antara kelompok-kelompok dengan keyakinan yang berbeda, menunjukkan bagaimana perbedaan pemahaman terhadap sistem pemerintahan atau agama dapat memicu peperangan (Huntington, 1996). Dalam hal ini, perang sering kali dianggap sebagai cara untuk memperjuangkan atau melindungi suatu sistem atau kepercayaan yang diyakini sebagai yang paling benar.

Imperialisme dan ekspansi wilayah juga menjadi faktor historis yang mendorong perang. Negara yang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya sering kali mengobarkan perang untuk menaklukkan negara atau wilayah lain. Contoh paling jelas adalah perang-perang yang terjadi selama periode kolonialisme dan imperialisme, di mana negara-negara besar Eropa berperang untuk menguasai wilayah di luar benua mereka. Tujuannya adalah untuk memperluas pengaruh politik dan ekonomi mereka (Niall, 1998). Selain itu, perubahan kekuasaan atau revolusi sering menjadi pemicu terjadinya perang, terutama ketika kelompok yang terpinggirkan atau tertindas memilih untuk berjuang merebut kekuasaan.

Namun, meskipun perang sering kali dianggap sebagai solusi oleh beberapa pihak, dampaknya sangat merugikan. Perang menyebabkan kerugian besar, baik dari segi nyawa, kerusakan infrastruktur, hingga trauma psikologis yang mendalam bagi para korban (SIPRI, 2020). Oleh karena itu, dalam dekade-dekade terakhir, banyak negara dan organisasi internasional yang lebih menekankan pada penyelesaian konflik secara damai. Diplomasi dan kerja sama internasional menjadi jalan utama untuk menghindari perang, dengan tujuan menciptakan perdamaian yang berkelanjutan dan membangun hubungan yang lebih harmonis antarnegara. Ini menunjukkan bahwa meskipun perang tetap terjadi, dunia harus terus berupaya untuk mencegahnya melalui cara-cara yang lebih konstruktif dan damai.

KENAPA PALESTINA TIDAK BISA MERDEKA SEDANGKAN NEGARANYA DIKELILINGI DENGAN NEGARA ARAB?

Penyebab mengapa Palestina belum bisa merdeka meskipun dikelilingi oleh negara-negara Arab sangatlah kompleks, melibatkan faktor sejarah, politik, dan internasional yang saling berinteraksi. Salah satu faktor utama adalah konflik sejarah dan pendirian Negara Israel. Pada tahun 1948, Israel didirikan di atas tanah yang sebelumnya dihuni oleh orang-orang Palestina, yang menimbulkan ketidakpuasan dan perasaan terzalimi. Sejak saat itu, konflik antara Palestina dan Israel terus berlanjut, dengan perang-perang besar yang melibatkan negara-negara Arab. Meskipun negara-negara Arab mendukung Palestina, mereka tidak dapat secara langsung menguasai wilayah Palestina yang kini sebagian besar dikuasai oleh Israel. Ini mengarah pada pembagian wilayah yang sulit untuk diselesaikan dan mempengaruhi kemerdekaan Palestina (Haddad, 2003).

Selain itu, meskipun Palestina dikelilingi oleh negara-negara Arab, perbedaan kepentingan antara negara-negara Arab menjadi hambatan besar bagi kemerdekaan Palestina. Negara-negara seperti Mesir, Yordania, dan Arab Saudi memiliki prioritas politik dan keamanan masing-masing yang tidak selalu sejalan dengan perjuangan Palestina. Beberapa negara Arab juga berusaha menjaga hubungan dengan negara besar seperti Amerika Serikat, yang merupakan sekutu utama Israel. Hal ini memperburuk situasi, karena negara-negara Arab terkadang terhalang untuk memberikan dukungan penuh kepada Palestina karena faktor-faktor politik dan ekonomi yang lebih besar di kawasan tersebut (Bisharat, 1995).

Pemisahan wilayah Palestina juga menjadi tantangan besar dalam perjuangan mereka untuk merdeka. Wilayah Palestina terbagi menjadi dua bagian utama: Tepi Barat, yang sebagian besar dikuasai oleh Otoritas Palestina, dan Gaza, yang berada di bawah kontrol Hamas. Ketegangan internal antara Fatah di Tepi Barat dan Hamas di Gaza semakin memperumit upaya untuk membangun pemerintahan yang bersatu dan efektif. Ketidakmampuan untuk mengatasi perpecahan ini membuat Palestina tidak memiliki satu suara yang koheren dalam negosiasi dan berperan sebagai penghalang utama bagi kemerdekaan yang diinginkan (Khalidi, 2007).

Selain faktor internal, peran internasional juga sangat berpengaruh. Meskipun dunia internasional, terutama melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah mendukung hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri, solusi yang diusulkan seperti solusi dua negara belum membuahkan hasil. Perundingan yang diadakan, seperti Proses Perdamaian Oslo, mengalami stagnasi dan gagal dalam menyelesaikan isu-isu penting seperti status Yerusalem, perbatasan, dan pengungsi Palestina. Ketidakmampuan untuk mencapai kesepakatan dalam perundingan ini membuat upaya mencapai kemerdekaan semakin sulit (Browning, 2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun