Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Revolusi Tehnologi, Pesona yang Memabukkan

24 Oktober 2021   14:22 Diperbarui: 16 Agustus 2022   15:02 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku adalah penggal abad yang menganti urat darah dengan kabel-kabel dialiri keraguan dan kegamangan. Aku tak mengenal diriku sendiri, sebab aku telah dimesinkan mantra-mantra filsafat yang diramu dari daun-daun kering dan keraguan[1].

 

Sejarah manusia modern adalah narasi tentang tehnologi. Episodenya berlarian membawa ketakjuban-ketakjuban pada setiap fase kehidupan yang dilewati. Sebutlah cerita keberadaan komputer awal abad 19 di Amerika, ketika kotak pandora dunia tehnologi tinggi ini terbuka, dunia disentakkan semangat 'eureka'. Hanya dalam deret dekade memasuki melenium kedua, dunia telah disatukan jaring laba-laba internet. Inilah keajaiban tehnologi komputer. Komputer, internet dan dunia maya, kini menjadi basis realitas baru peradaban manusia.

 

Saat ini kita tengah berada dipuncak suatu revolusi paling mempesona abad mutakhir; revolusi high tech; bergerak dari tehnologi 'hard tech' dunia manufaktur untuk kemudian memuncak pada 'soft tech' dunia digitalisasi. Manusia tiada henti berinovasi, menemukan dan mencari. Kehidupan adalah tantangan dan akal selalu bersedia memberi jawaban. Seolah inilah takdir masyarakat modern mencari kebahagian: berputar dalam siklus antara tantangan dan tanggapan, alam menantang dan akal menanggapi. Seluruh kesulitan natural diselesaikan dengan tehnologi. Dan peradaban hari ini adalah produk khas dari tehnologi modern dalam segala pengertiannya.   

 

Revolusi tehnologi adalah cerita tentang kekuatan akal dan imajinasi manusia menghadapi hidup. Dan tampaknya dari sisi pengertian ini: peradaban manusia dibangun berdasarkan kehendak akal dan hasrat imaji menentukan masa depan. Tantangan--tantangan tehnis realitas adalah alasan rasional eksistensi dan karenanya tehnologi disajikan. Manusia sadar diri atas kelemahan fisiknya secara mendasar, namun anugerah akal yang luar biasa, kesulitan natural itu diatasi dengan produk-produk rasio dalam wujud tehnologi. Juga disinilah akar moderniasi, rasionalisme, hingga kebatas tertentu, kemudian, akal itu dipuja bagai dewa dewi kayangan yang setiap saat mengulurkan tangan pertolongnnya.

 

Abad modern adalah realitas dimana seluruh problem kehidupan manusia dihampir semua bidang ditangani secara tehnologis, dari yang sederhana sampai yang kompleks, dari yang individual hingga organisasi, dari bersifat kemanusiaan hingga industri. Dan sejatinya dunia industrilah yang merupakan entitias pengguna tehnologi paling masif kemudian menyebar menjadi contoh bagi lini kehidupan masyarakat lainnya. Tehnologi terus tumbuh dan berkembang secara revolutif karena janji-janji yang dibawanya sungguh-sungguh realistis bagi kehidupan pragmatis manusia melalui jalur lintas industri. Disinilah wajah tehnologi mempesona, keberadaannya dapat memanjakan manusia dalam menemukan mimpi dan harapan, karena nilai utamanya adalah kemudahan hidup, sebuah kemudahan yang dapat membuat manusia berjaya secara material.

 

Tetapi manusia modern jarang menyadari bencana yang mengintip dibalik wajah manis tehnologi modern melalui janji-janji manja yang menyertainya. Dibalik segala kemewahan dan prestise tehnologi, sesunggunya menyisahkan suatu dilema pelik tak berkesudahkan. Yakni ketika rasa mabuk terhadap tehnologi tidak lagi dapat dihentikan oleh masyarkat manusia. Dalam posisi seperti ini, tehnologi mengambil bagian dari nature kita sebagai manusia, seolah keberadaannya telah juga bersifat alamiah, dan tanpa keheadirannya berarti penyiksaan berujung kematian. Mungkin sejenis penyakit tehnofila ataupun tehnophopia, sebagaimana yang dikhawatirkan Jhon Naisbit. Suatu penyakit yang secara halus merasuk dalam jiwa kering manusia modern karena telah didangkalkan semangat tehnologisasi. Terjebak dalam labirin kenikmatan gemerlap tehnologi tiada ujung, sembari sisi jiwa terdalam terus mendengungkan pertanyaan tentang hakikat kehidupan, hakikat masa depan hingga juga mulai kembali meragukan dirinya sendiri, mempertanyakan hakikat kesejatian eksistensialnya sebagai manusia, baik sebagai pribadi mapun masyarakat.

 

Tehnologi secara fungsional tidak ada masalah karena menopang kemanfaatan dan kegunaan bagi kehidupan. Yang soal adalah implikasi dari pemanfaatan dan penggunaan tersebut yang tanpa disadari berpotensi besar merusak eksistensi dasar manusia. Karena tehnologi secara esensial hanyalah berkenaan dengan dunai materi manusia, sementara dunia rohani sebagai unsur dasar manusia tetaplah harus dikokohkan oleh nilai-nilai yang bukan merupakan reduksi dari dunia sains dan tehnologi modern. Agama dan kearifan tradisi adalah dua hal yang berkenaan jagad batin manusia, dieliminir secara radikal oleh peradaban modern yang ditopang revolusi tehnologi tiada henti dan sains modern yang merajai.

 

Ditengah makin terpuruknya jiwa manusia dalam selubung tehnologi modern, maka penting meninjau ulang cara kita berhubungan dengan tehnologi, cara kita mencintai dan menyayangi aneka ragam asesoris tehnologis yang mendampingi kita sejak bangun tidur hinga tidur kembali,cara kita memperlakukannya dan cara kita memandangnya. Kalau selama ini kita telah dimodernisasi secara sempurna, namun hasilnya justru menimbulkan kerisauan eksistensial baik intelektual maupun religi, maka saatnya melakukan reorientasi visi maupun misi masa depan peradaban modern ini, kalau awalnya berakar pada semangat modernisasi, saatnya peran itu diambil alih oleh gerakan tradisionalisasi ataupun spiritualisasi atas struktur peradaban yang bercorak dan berbau modern. Trandisionalisasi atau spritaulisasi bukan bermakna anti modern, tetapi ingin menyeimbangkan kepincangan modernisme yang titik beratnya hanya pada sisi meterialisme, dengan melakukan pemberatan pada sisi kearifan tradisi dan nilai agama atau religi, sehingga peradaban manusia kembali ketitik equilibriumnya.

 

[1] Puisi Shaff Muhtamar, berjudul Rene Descartes, buku Nyanyi Lirih 1001 Malam, penerbit pustaka Refleksi, 2008.

 

Makassar, 4 Oktober 2018.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun