Mohon tunggu...
Syaefunnur Maszah
Syaefunnur Maszah Mohon Tunggu... Senior Human Capital Strategist, Sekjen Parsindo, Wakil Ketua Peradi DPC

Concern pada masalah sosial kebangsaan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Netanyahu Ingin Pasukan Arab Kendalikan Gaza?

15 Agustus 2025   18:38 Diperbarui: 15 Agustus 2025   18:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Bendera kemerdekaan Palestina. (Foto: Engin Akyurt, under the Unsplash License)

Pernyataan terbaru Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang rencana menyerahkan kendali Gaza kepada "pasukan Arab" memicu banyak reaksi dan spekulasi. Di tengah perang yang telah berlangsung hampir dua tahun melawan Hamas, ide ini menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang mau dan mampu mengambil alih peran tersebut?

Bagi banyak pihak, termasuk masyarakat Palestina, ide itu terdengar seperti sebuah upaya mengalihkan tanggung jawab tanpa menyelesaikan akar masalah. Gaza telah hancur secara fisik dan sosial, dengan korban tewas lebih dari 60.000 orang. Menyerahkan kekuasaan begitu saja kepada pihak luar tanpa kejelasan proses politik hanya akan memperpanjang ketidakpastian.

Sebagaimana dilaporkan dalam artikel berjudul "'Arab Forces' Running Gaza? Netanyahu's Goal Leaves Many Questions" oleh Aaron Boxerman, New York Times, 9 Agustus 2025, Netanyahu menginginkan Gaza dikelola pasukan Arab setelah Hamas dikalahkan, namun tanpa peran Otoritas Palestina. Masalahnya, sebagian besar negara Arab justru memandang Otoritas Palestina sebagai satu-satunya alternatif realistis selain Hamas.

Dari sudut pandang Palestina, rencana Netanyahu tidak hanya menyingkirkan Hamas, tetapi juga memotong jalur politik menuju pembentukan negara Palestina yang merdeka. Banyak analis Palestina melihat ini sebagai upaya mempertahankan status quo, di mana Israel tetap memegang kendali strategis tanpa menanggung beban langsung administrasi.

Michael Milshtein, mantan perwira senior intelijen Israel yang dikutip dalam artikel tersebut, mengatakan bahwa jika Netanyahu menerima peran Otoritas Palestina, itu berarti akhir perang dan runtuhnya pemerintahan koalisi yang dipimpinnya. Perspektif ini sejalan dengan teori Realism dalam hubungan internasional, yang menekankan bahwa negara bertindak demi mempertahankan kekuasaan dan keamanannya sendiri, sering kali mengabaikan norma internasional atau aspirasi rakyat di wilayah konflik.

Rencana Netanyahu juga memancing kecurigaan di kalangan negara Arab. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir secara terbuka mengecam rencana ofensif baru Israel di Kota Gaza, menyebutnya sebagai "eskalasi berbahaya dan tidak dapat diterima". Meski begitu, belum ada satu pun negara Arab yang menyatakan siap mengirim pasukan untuk mengelola Gaza.

Bagi Palestina, terutama warga Gaza, ide pasukan Arab tanpa legitimasi politik bisa dianggap sebagai bentuk penjajahan baru---meskipun pelakunya adalah negara-negara Arab. Trauma sejarah di mana pihak luar mengatur nasib Gaza tanpa persetujuan rakyatnya akan memicu resistensi, baik secara politik maupun bersenjata.

Sementara itu, bagi negara-negara Arab, menerima tawaran Netanyahu berarti memasuki medan penuh risiko. Selain potensi korban jiwa, mereka akan dibebani tanggung jawab rekonstruksi Gaza yang diperkirakan menelan biaya lebih dari 50 miliar dolar AS. Jika misi ini gagal, reputasi mereka di mata publik Arab dan Palestina akan rusak parah.

Bagi Israel, menyerahkan Gaza kepada pasukan Arab tanpa Otoritas Palestina memberi keuntungan jangka pendek: keamanan langsung dan beban administratif yang minim. Namun, secara jangka panjang, ini berpotensi memelihara konflik laten karena tidak ada solusi politik yang mengarah ke perdamaian permanen.

Dalam perspektif politik regional, ide ini juga menantang solidaritas Arab. Sebagian negara mungkin tergoda untuk terlibat demi pengaruh politik di kawasan, sementara yang lain menolak demi menjaga hubungan baik dengan rakyat Palestina. Perpecahan ini bisa dimanfaatkan Israel untuk melemahkan posisi tawar Arab dalam isu Palestina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun