Mohon tunggu...
Sony Warsono-bin-Hardono
Sony Warsono-bin-Hardono Mohon Tunggu... -

Staff pengajar di FEB UGM

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AL-QUR’AN & AKUNTANSI (8): AIR YANG “MENGHIDUPKAN”

18 Oktober 2012   23:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:41 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13506035941450931389

MANAKAH YANG LEBIH DULU, AYAM ATAU TELUR? Pertanyaan tersebut sering digunakan sebagai analogi ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan yang rumit sehingga tidak mudah menentukan awal dari terjadinya keruwetan yang ada. Meskipun pertanyaan di atas saat ini cenderung sebatas menjadi retorika, benarkah memang manusia tidak dapat mengajukan argumen untuk menjawab pertanyaan tersebut?

Sebagian besar pemerhati pengetahuan menyatakan bahwa teori sebenarnya merupakan “pernyataan yang belum terbukti salah”. Dengan kata lain, sesuatu yang disebut teori dan yang diyakini manusia sekarang ini boleh jadi akan batal/gugur/rontok ketika ternyata sesuatu tersebut terbukti tidak benar atau muncul “kebenaran” yang baru. Masyarakat jaman dahulu meyakini bahwa bumi merupakan pusat alam semesta (geosentris) tetapi hal ini menjadi tidak berlaku lagi dewasa ini dengan munculnya teori bahwa matahari yang merupakan pusat alam semesta. Teori inipun suatu saat dimungkinkan gugur dengan adanya pembuktian yang lebih baik. Untuk hal ini, ayat QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 33 yang menyajikan realita bahwa matahari dan bulan beredar pada garis edarnya dan QS. Adz-Dzariyaat [51]: 7 yang menyajikan realita bahwa langit memiliki jalan-jalan dapat dijadikan bahan renungan untuk mengembangkan teori yang terkait dengan alam semesta ini.

Pada abad ke-19, Charles Darwin membuat pernyataan yang menghebohkan dengan teori yang disebutnya “theory of evolution”. Dalam pengembangan pengetahuan yang sering dianggap obyektif dan terlepas dari agama, pernyataan-pernyataan yang aneh sekalipun dapat menjadi teori jika masyarakat menerimanya, salah satunya adalah pernyataan yang menghubungkan terjadinya evolusi dari binatang menjadi manusia. Bagi umat Islam, lebih dari seribu tahun sebelum munculnya teori evolusi ini telah disajikan kebenaran tentang keberadaan manusia (lihat antara lain QS. Al-Mu’minuun [23]: 12 – 14 dan QS. Az-Zumar [39]: 6). Meskipun selalu ada yang lebih suka menjadi “asal beda”, tetapi saat ini teori evolusi semakin ditinggalkan seiring dengan semakin jelasnya kejanggalan cara berpikir yang digunakan untuk membangun teori tersebut. Masih banyak contoh teori yang pada akhirnya rontok dan diabaikan karena pada akhirnya terbukti salah. Hal ini terjadi karena pijakan (maqam) yang digunakan oleh para penawar teori tersebut tidak berlandas pada pijakan yang benar.

Usaha untuk menjawab pertanyaan yang tersaji di awal tulisan ini merupakan salah satu langkah dalam mengilmukan kitab suci Al-Qur’an. Dapatkah kita menjawab pertanyaan tersebut? Ayat dalam QS. Al-anbiyaa’ [21]: 30 dan QS. Az-Zukhruf [43]: 11 menyajikan kebenaran bahwa, atas seijin ALLAH SWT, segala sesuatu yang hidup berasal dari air dan kehidupan bumi ini membutuhkan keberadaan air. Dalam realita, dari awal kehidupan manusia hingga sekarang (dan tentu juga masa datang), air terbukti merupakan sumberdaya yang berada di prioritas pertama. Ketiadaan air, tanpa menunggu diikuti oleh ketiadaan sumberdaya lainnya, akan menjadi kematian bagi kehidupan.

Berlandas kebenaran tentang air sebagai sumberdaya yang “menghidupkan”, kita dapat menggunakan akal untuk menjawab pertanyaan “Duluan manakah, ayam atau telur?”. Kemungkinan pertama, air menghidupkan minimal 2 ayam (jantan dan betina), yang selanjutnya menghasilkan telur. Kemungkinan kedua, air menghidupkan zigot sel telur, yang selanjutnya menghasilkan banyak ayam (diantaranya adalah ayam betina). Kita juga dapat melihat besaran komposisi air antara ayam dan telur; semakin banyak komposisi air maka semakin besar kemungkinan ia merupakan awal dari kehidupan. Dari dua kemungkinan ini jelas bahwa telur muncul terlebih dulu sebelum ayam karena komposisi air dalam sebuah telur dapat diidentifikasi secara mudah lebih dari 90% sedangkan dalam ayam komposisi airnya jauh lebih rendah dari 90% (sebagian besar adalah daging).

Tentu, argumen bahwa keberadaan telur mendahului keberadaan ayam yang diajukan di atas membutuhkan pengembangan lebih lanjut baik dalam rangka menguatkan maupun mengoptimalkan pemanfaatan pengetahuan tersebut. Semoga demikian adanya.

Referensi:

Sony Warsono-bin-Hardono. 2011. Adopsi Standar Akuntansi IFRS: Fakta, Dilema, dan Matematika. ABPublisher. Edisi pertama. Fb: akuntamatika@yahoo.com

Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al Qur’an & Akuntansi: Menggugah Pikiran Mengetuk Relung Qalbu. ABPublisher. Edisi pertama. Fb: akuntamatika@yahoo.com

Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (7) Seputar Islamization of Knowledge. 12 Oktober. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/12/al-qur%E2%80%99an-akuntansi-7-seputar-islamization-of-knowledge/

Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (2): Sistem Pencatatan Berpasangan. 7 September. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/09/07/al-quran-akuntansi-2-sistem-pencatatan-berpasangan/

Sony Warsono-bin-Hardono. 2012. Al-Qur’an & Akuntansi (6): Pengetahuan yang Rahmatan lil ‘alamin. 5 Oktober. Website: http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/05/a-quran-akuntansi-6-pengetahuan-yang-rahmatan-lil-alamin/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun