Kepemimpinan Gembala Nabi Muhammad Untuk Bangsa (Refleksi Maulid Nabi 2025)
Satrio Wahono*
Pada Jumat ini (5/9/2025), umat Muslim di seluruh dunia mengenang kelahiran Nabi Muhammad SAW, rasul terakhir yang diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak umat manusia sekaligus mendakwahkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.
Namun di Indonesia, momen perayaan kelahiran insan kamil (manusia sempurna) Rasulullah SAW justru terjadi berbarengan dengan tragedi sosial politik di negeri ini, yaitu rangkaian demonstrasi panas yang dipicu oleh tingkah polah pongah para elit penguasa.
Di sisi lain, momen maulid Nabi 2025 yang sama bisa memberikan pelajaran bagi para elit politik kita supaya meneladani kepemimpinan profetis ala Nabi Muhammad guna mengasah rasa mawas diri untuk lebih baik memimpin bangsa ini.
Tak bisa dimungkiri bahwa nabi (prophet) adalah sosok agamawi yang menjadi inspirasi kepemimpinan tiada henti. Boleh dibilang seorang nabi pada umumnya laksana CEO yang berhasil melakukan perubahan drastis bagi umatnya yang rusak ke arah lebih baik (turnaround). Karena itulah, Nabi Muhammad dikabarkan sempat merenung dan sampai pada kesadaran bahwa "Tidak ada nabi yang tidak pernah bekerja sebagai penggembala."
Dengan kata lain, kepemimpinan gembala adalah kepemimpinan profetis (bercorak nilai kenabian) yang revolusioner. Singkat kata, kepemimpinan gembala merupakan inspirasi paripurna untuk perbaikan bangsa.Â
John Adair, profesor kajian kepemimpinan pertama di dunia (University of Surrey) dan mantan tentara di resimen Badui, dalam buku Kepemimpinan Muhammad (terjemahan Gramedia Pustaka Utama/GPU, 2010) meringkaskan setidaknya ada tujuh ciri kepemimpinan gembala. Pertama, seorang pemimpin harus menjadi teladan, terutama dalam hal kebajikan, kelembutan, dan sifat welas asih.
Kedua, seorang pemimpin harus menjaga kesatuan kawanan, mencapai tujuan bersama, dan memenuhi kebutuhan individu. Sekaligus, pemimpin sejati harus memperhatikan kesejahteraan rakyat, bukan mencari keuntungan dari orang.