Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Suksesi dalam Perusahaan Keluarga, Belajar Manajemen dari Kuda

5 April 2025   21:27 Diperbarui: 5 April 2025   21:27 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Entrepreneur. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcomp

Syahdan, Mochtar Riady, salah seorang taipan terkemuka di Indonesia dan dunia sekaligus pendiri Bank Lippo, pernah tersohor dengan ucapannya, "Untuk menangkap kuda, kita memerlukan kuda". Maksudnya kala itu adalah apabila kita mau berusaha merebut hati dan kocek konsumen di suatu negara atau daerah, kita harus mempekerjakan sumber daya manusia dari negara atau daerah yang bersangkutan. Apabila kita ingin membuka usaha di New York, misalnya, pekerjakanlah juga orang-orang Amerika, demikian Riady berkeyakinan. 

Bagi Riady, kuda adalah tunggangan yang mutlak perlu untuk mengejar kuda pesaing alias konsumen. Masalahnya, bagaimana kita dapat memilih kuda tunggangan yang unggul?

Mengejutkannya, jawaban pertanyaan ini tak lain tak bukan datang dari sumber yang tak disangka-sangka, yaitu dari Jack Ries dan Al Trout. Ries dan Trout adalah suhu manajemen yang terkenal dengan buku-bukunya tentang pemasaran dan branding. Salah satu buah karya mereka yang menjadi buah bibir adalah 22 Immutable Laws of Branding. Akan tetapi, tiada angin tiada hujan, mereka kemudian menulis sebuah buku berjudul Horse Sense.

Menyempal dari pakem Ries dan Trout, Horse Sense menuturkan bahwa apabila kita ingin bertarung atau bertaruh di bursa pacuan kuda, kita harus punya kuda tunggangan atau gacoan yang unggul. Nyelenehnya buku ini, kemampuan pribadi dan lain-lain ternyata bukan dianggap sebagai kuda unggulan. Kuda ras unggul yang menurut Ries dan Trout memiliki peluang terbesar untuk menang (2 banding 1) adalah family horse atau kuda keluarga.

Apa yang ingin dikatakan oleh Ries dan Trout? Maksudnya adalah kalau kita memiliki keluarga, nama belakang keluarga, atau perusahaan keluarga yang sudah terkenal, jangan malu-malu menggunakannya. Itu hampir-hampir tiket pasti menuju kesuksesan. 

Dipikir-pikir, pendapat Ries dan Trout ini ada benarnya juga. Mochtar Riady pernah menceritakan bahwa dia tidak suka melihat anaknya berutang di bank untuk membuka atau ekspansi usaha. Ia berpendapat akan lebih baik bagi sang anak berutang kepadanya. Bagi Riady, "bank tidak akan segan-segan mengusir anak-istri kita sampai terlantar di jalan, sedangkan aku mana mungkin?"

Selain itu, perusahaan keluarga juga memang merupakan fenomena tersendiri dalam kancah bisnis baik di level global maupun lokal. Di Jepang, kita kenal keiretsu (perusahaan keluarga) seperti Matsushita. 

Di Indonesia sendiri, kita akrab dengan beraneka ragam perusahaan keluarga, seperti Grup Bakrie (Achmad Bakrie dan generasi penerusnya Aburizal, Nirwan, dan Indra Bakrie dari generasi kedua dan Anindya Bakrie dari generasi ketiga), Dexa Medica (Dasuki Angkosubroto dan generasi kedua Lanny Angkosubroto), Grup Lippo (Mochtar Riady dan generasi kedua James Riady), Blue Bird Group (Ny. Djokosutono dan generasi penerusnya Purnomo Prawiro dari generasi kedua dan Noni Prawiro dari generasi ketiga), Grup Trakindo (Achmad Hadiat Kismet Hamami dan generasi kedua Muki Hamami), Grup Wings (Ferdinand Katuari dan generasi kedua William Katuari), dan lain sebagainya.

Keunggulan family horse sebagai kuda pacu yang patut diandalkan sebenarnya juga diakui sendiri oleh kalangan perusahaan keluarga itu sendiri. Salah satunya adalah Mooryati Sudibyo, sang pendiri salah satu perusahaan keluarga terkenal di Indonesia, Mustika Ratu, yang sampai-sampai termotivasi meneliti masalah ini dalam disertasi doktoralnya di UI berjudul Kajian terhadap Suksesi Kepemimpinan Puncak (CEO) Perusahaan Keluarga di Indonesia (dibukukan oleh Mizan, 2012).

Dalam disertasinya, Mooryati menjelaskan bahwa pendiri, pemilik, dan pengendali bisnis keluarga harus memikirkan kapan dan bagaimana melakukan suksesi supaya kelangsungan bisnis terjaga atau, dengan kata lain, agar kuda tunggangannya tetap bugar untuk dikendarai sang penerus.

Menurut Mooryati, intensi atau niat sang pendiri itu sendirilah yang sebenarnya berperan besar dalam menentukan apakah suksesi akan mulus atau tidak. Intensi yang tinggi dari CEO pendahulu atau pendiri akan membuat baik pula kualitas generasi penerus dan sekaligus membuat baik kualitas alih kepemimpinan. Karena itu, semuanya berpulang kepada niat sang CEO pendahulu untuk mempersiapkan generasi penerusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun