Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kita Masih Minim Stok Pemimpin, Mesti Menerapkan Prinsip 3C

10 Februari 2025   09:36 Diperbarui: 10 Februari 2025   09:47 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah proyek reformasi bangsa yang sudah menginjak tahun ke-27 sejak 1998, negeri ini ternyata sedang mengalami defisit pemimpin!.

Rentetan peristiwa belakangan ini seakan sulit menafikan kebenaran pernyataan tersebut. Lihat saja, DPR mengeluarkan peraturan berupa Tata Tertib yang memgacak-acak prinsip Trias politica dengan memberikan wewenang kepada dirinya sendiri untuk me-recall pejabat negara yang ia seleksi, seperti Ketua KPK, Panglima TNI, Kapolri, dan lain sebagainya.

Kemudian, pihak eksekutif pun lebih mementingkan politik citra data-data statistik tingkat kepuasan 80 persen bermodalkan kebijakan populisme teknokratis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) tapi  kerap melupakan realitas ekonomi masyarakat kebanyakan yang semakin terhimpit kondisinya. Kebijakan tergesa-gesa memutus rantai penjualan eceran elpiji 3 kilogram pun sempat memantik penderitaan rakyat kecil.

Kalangan yudikatif alias para penegak hukum pun menyimpan banyak oknum yang kelakuannya sering bikin geram rakyat. Baru-baru ini, misalnya, publik tersulut amarahnya ketika ada hakim yang menerima suap miliaran untuk membebaskan terdakwa kasus pembunuhan.

Semua kabar muram di atas tak urung membuat sekalangan sinis mengeluarkan selentingan betapa negeri ini bak kapal tanpa kru handal dan hanya tinggal menunggu waktu untuk karam alias yang disebut  Presiden Prabowo Subianto sebagai negara gagal (failed state).

Tiga C 

Padahal, bangsa ini sejatinya masih memiliki stok-stok pemimpin cakap dan berintegritas. Hanya saja, kita perlu membekali diri dengan alat yang pas untuk mengenali para calon pemimpin tersebut. Dalam teori kepemimpinan kontemporer, pemimpin tulen itu harus memiliki tiga C (3C) terhimpun dalam diri mereka. Pertama, pemimpin harus punya competency (kompetensi). Artinya, seorang pemimpin mesti punya keterampilan tinggi untuk mengatasi dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi atau pengikut. Singkatnya, pemimpin sejati wajib menjadi problem-solver alih-alih problem-maker. Karena itu, apabila pengikut atau rakyat melihat pemimpin mereka tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi, apalagi jika masalah-masalah itu sudah terjadi sekian lama, sah-sah saja bagi mereka untuk mengatakan pemimpin mereka telah gagal akibat tidak kompeten atau, lebih gamblang lagi, tidak becus. 

Kedua, care for others atau peduli secara tulus terhadap orang lain. Jadi, pemimpin dituntut peka dan berempati terhadap penderitaan yang dirasakan pengikut atau rakyatnya. Dari perspektif ini, minimal seorang pemimpin harus hadir di tengah pengikut mereka yang sedang mengalami penderitaan alih-alih pergi ke luar negeri dengan berbagai dalih dan alasan. Hadir di sini tentu tidak semata hadir dalam arti fisik (present), tapi juga hadir dalam pengertian emosional (exist) yang membuat bawahan atau kawula merasa mereka mendapatkan pengayoman atau tuntunan. Tanpa hal ini, wajar kalau bawahan di kemudian hari menggugat pemimpin mereka. 

Ketiga, character (karakter). Pemimpin yang berkarakter prima artinya dia tegas dan mampu mengambil keputusan tangkas (swift decision) apabila memang diperlukan. Dalam literatur manajemen, karakter semacam ini---populer dengan sebutan karakter berkepala dingin---merupakan faktor penting saat suatu organisasi menghadapi kondisi gawat nan genting. Maka dari itu, seorang pemimpin tidak boleh terkesan bimbang, berpangku tangan, atau malah menunjukkan sikap-sikap mengambang dengan bahasa penuh taksa (ambigu) karena itu hanya akan menimbulkan multitafsir di kalangan bawahan atau kawula yang kebingungan. Akibatnya, situasi di mana beragam tafsir beredar seperti ini justru dapat memicu kekisruhan yang lebih besar. 

Mengatasi defisit 

Jelas kondisi defisit pemimpin adalah situasi yang tidak diinginkan oleh anggota suatu organisasi, apalagi jika organisasi itu bernama negara dengan rakyat atau kawula sebagai anggotanya. Karena itu, ikhtiar untuk mengatasi defisit semacam itu menjadi sesuatu yang niscaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun