Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik

100 Hari Prabowo - Gibran, Mengapa Koalisi Partai Lebih Solid?

3 Februari 2025   08:29 Diperbarui: 3 Februari 2025   08:31 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelantikan Presiden Prabowo Subianto pada 20 Oktober 2024 (Sumber: antaranews.com)

Terlepas dari banyak kritik terhadap kualitas demokrasi sekarang ini di Indonesia, tak bisa dimungkiri bahwa pemerintahan berjalan stabil. Koalisi partai politik (parpol) pendukung presiden relatif solid dan mendukung kebijakan pemerintah. Sebenarnya ini mengejutkan karena berbeda dengan kondisi koalisi parpol zaman pemerintahan SBY Jilid II bersama Wapres Boediono (2009-2014). Kala itu, meskipun pemerintah berhasil merangkul dukungan mayoritas parpol lebih dari 70 persen kursi DPR (minus PDIP, Hanura, dan Gerindra), kebijakan pemerintah malah sering ditikung dan dikecam keras oleh parpol anggota koalisi itu sendiri, seperti Golkar dan PKS. Bahkan, DPR yang didominasi koalisi pemerintah sempat ingin memakzulkan Wapres Boediono karena skandal Bank Century. Akibatnya, situasi politik kerap gaduh.

Saat ini, di situasi serupa ketika Presiden Prabowo Subianto memiliki koalisi lebih tambun dibandingkan SBY---hanya PDIP yang tidak bergabung dalam koalisi---mayoritas kebijakan pemerintahan Prabowo selama 100 hari ini berjalan relatif lancar.  

Konteks di atas tambah menarik karena membantah tesis Scott Mainwaring dalam artikel jurnal ilmiah "Presidentialism, Multipartism, and Democracy" (1993) bahwa pemerintahan presidensial dengan sistem kepartaian majemuk merupakan hal yang sulit dan dilematis, sesuatu yang sebenarnya terbukti di era SBY -- Boediono dan di awal masa pemerintahan Jokowi -- Jusuf Kalla. Maka, menganalisa kesolidan koalisi multipartai pemerintahan Prabowo-- Gibran saat ini akan menjadi kontribusi teoretis bagi strategi pengelolaan koalisi.

Tiga faktor

Setidaknya ada sejumlah faktor yang berperan menyumbangkan kesolidan koalisi multipartai pendukung pemerintahan di era Presiden Prabowo. Pertama, gaya kepemimpinan personal Presiden Prabowo sendiri yang akomodatif, rekonsiliatif, dan menghindari konflik (conflict-avoidance). Misalnya, Presiden Prabowo dengan rileks merangkul seterunya di pilpres, Muhaimin Iskandar, ke dalam jajaran kabinet.  

Namun faktor ini saja tidaklah cukup dan signifikan. Pasalnya, Presiden SBY di masa kedua pemerintahannya juga tak kalah akomodatif. Buktinya, Partai Golkar yang dulunya bukan merupakan mitra koalisi pendukung SBY -- Boediono dirangkul juga masuk ke dalam kabinet, meski pada akhirnya itu tetap tidak memengaruhi kelantangan partai beringin tersebut mengkritik pemerintah dengan berlindung di balik alibi sebagai "mitra kritis."  

Kedua, adanya konvergensi (titik temu) antara kepentingan pemerintah dan kepentingan parpol membuat parpol dengan senang hati gigih membela kebijakan pemerintah. Ambil contoh kepentingan parpol untuk memasukkan anggotanya ke dalam kabinet tentu bersinggungan dengan kepentingan pemerintah membuat stabil politik demi memuluskan pembangunan ekonomi. Dalam istilah disertasi Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai Indonesia (Mizan, 2014), pertautan kepentingan ini adalah wujud dari salah satu faktor penguat koalisi presidensial berupa demokrasi konsensus, yang definisinya adalah "sebuah rezim demokratis yang menekankan konsensus ketimbang oposisi, merangkul ketimbang mengeluarkan."

Ketiga, pemerintahan Prabowo memiliki jargon keberlanjutan dari pemerintahan sebelumnya yang digawangi Presiden Joko Widodo. Faktor keberlanjutan ini menciptakan zona nyaman untuk para anggota koalisi karena arah besar kebijakan dapat diprediksi, sehingga partai tidak perlu lagi menunjukkan dinamika tinggi dalam berkoalisi. Keberlanjutan ini dibuktikan secara konkret oleh Prabowo ketika banyak anggota kabinet ataupun pendukung Joko Widodo yang dibawa (carry over) ke pemerintahan beliau, seperti Sri Mulyani, Pratikno, Luhut Binsar Panjaitan, Muhaimin Iskandar, Arie Budi, Ebenezer, Raja Juli Antoni, dan lain sebagainya 

Jadi, jika diringkas, tiga faktor berupa gaya personal kepemimpinan seorang presiden, pertemuan kepentingan politik presiden dengan parpol (demokrasi konsensus), dan keberlanjutan dari pemerintahan sebelumnya akan menentukan derajat kesolidan suatu koalisi multipartai pendukung pemerintah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun