Sendratari Palagan Ambarawa, Hidupkan Jiwa Kesatria Anak Bangsa
Oleh: Suyito Basuki
Sejarah seharusnya tidak hanya dihafalkan oleh generasi muda, tetapi perlu juga dituangkan dalam sebuah karya seni, sehingga sejarah bangsa bisa mendarat dan dihayati khususnya oleh generasi muda penerus bangsa.
Dengan demikian, sejarah bangsa tersebut akan menjadi sebuah inspirasi untuk menjalani hidup sebagai kesatria anak bangsa di tengah gempuran budaya asing dan pengaruh negatif yang bisa melemahkan rasa nasionalisme yang begitu mudah masuk melalui kanal-kanal digital dewasa ini.
Sanggar Tari Kemerincing Ambarawa dengan mengusung hampir seratusan penari dan empat puluhan musikus, penyanyi, dan pembaca puisi dengan tampilannya Sendratari Palagan Ambarawa, Sabtu 26 Juli 2025 hendak memberikan fakta bahwa sejarah bangsa perlu diaktualisasikan dalam bentuk budaya, kolaborasi tari, musik, dan puisi.
Luar biasa penonton membludak memenuhi area museum Palagan Ambarawa. Mereka duduk lesehan dan menempati area sekitar pesawat tempur, sepur dan tank yang dipajang di area museum.
Masing-masing menampilkan genre tari yang berbeda, yakni dance, jaran kepang, dan tari yang berkisah Pesta Teh Semarang di tahun 1700-an.
Dilakukan Sepenuh Hati
Diakui oleh Awig Sudjatmiko sang sutradara, bahwa pagelaran Sendratari Kolosal Palagan Ambarawa: Samara Wibawa Wiyating langit Ambarawa atau Pertempuran Agung di bawah Langit Ambarawa ini adalah hasil karya akhir para murid yang berlatih tari di Sanggar kemerincing.
Namun meski demikian, sendratari tersebut dilakukan dengan sepenuh hati dan mengandung nilai --nilai nasionalisme. "Menari tidak hanya dengan tubuh tetapi dengan hati mengobarkan jiwa nasionalisme," demikian Awig dalam sambutannya di awal pertunjukan.Â
Ino Sanjaya, Ketua Sanggar Tari Kemerincing sendiri mengakui sendratari yang menceritakan perjuangan masyarakat Ambarawa dalam berperang bertahan memperjuangkan tanah tumpah darahnya melawan penjajah Belanda, proses persiapannya cukup panjang yakni sejak awal bulan Februari 2025.
Taktik Supit Urang
Sendratari Kolosal "Palagan Ambarawa" dengan iringan Karawitan Nayanika ini mengisahkan perjuangan rakyat Ambarawa melawan Sekutu dan NICA pada Desember 1945. Perjuangan rakyat Ambarawa tersebut di bawah komando Letkol Isdiman dan Kolonel Soedirman.
Pada adegan-adegan dramatik yang diawali dengan narasi perjuangan rakyat Ambarawa, pertunjukan ini merekonstruksi momen-momen penting seperti kedatangan pasukan sekutu, gugurnya Letkol Isdiman, pengkhianatan dalam perundingan, hingga kemenangan melalui strategi militer "Supit Urang" yang memaksa penjajah mundur dari bumi Ambarawa.Â
Strategi Supit Urang ini melibatkan pengepungan rangkap dari dua sisi, seperti gerakan capit udang, untuk mengurung dan melumpuhkan musuh.
Supit Urang sendiri adalah strategi perang dalam pertunjukan wayang dalam kisah pertempuran antara Pandhawa dan Astina dalam perang Baratayuda.
Peristiwa heroik tersebut bisa dilihat pada museum Palagan Ambarawa yang dideskripsikan melalui lukisan dan maket yang ada.
Sendratari berusaha menghidupkan kisah yang membuat masyarakat Ambarawa menjadi bangga dengan warisan perjuangan Letkol Isdiman dan Kolonel Sudirman yang kemudian menjadi Panglima Besar Jendral Sudirman tokoh pendiri TKR yang berkembang menjadi TNI, tentara penjaga rakyat Indonesia hingga saat ini.
Dukung Intan Pari
Jarot Supriyoto MM Sekda Kabupaten Semarang menyebut bahwa pertunjukan sendratari Palagan Ambarawa malam itu mendukung program unggulan Kabupaten Semarang yang ia sebut sebagai program Intan Pari.
"Intan Pari program unggulan Kabupaten Semarang. Intan Pari itu kependekan dari industri pertanian dan pariwisata. Di bidang pariwisata tersebut khususnya semua pihak diharapkan terlibat. Melaluinya potensi Kabupaten Semarang memiliki berbagai obyek wisata dan tempat kuliner dapat diperkenalkan," demikian Jarot yang malam itu mewakili Bupati Semarang Ngesti Nugroho yang tidak bisa hadir.
Untuk itulah, sebagai bentuk mendukung program pemerintah, DPRD Kabupaten Semarang yang malam itu diwakili oleh Bagus Suryo Kusumo, S.Pd dari Komisi E DPRD bahwa pentas seni di tahun 2026 akan dianggarkan dana yang akan diberikan kepada masing-masing kecamatan.
Paduan Budaya dan Nilai Nasionalisme
Seorang penonton, Titus (58) berbangga dengan pertunjukan Tari Palagan Ambarawa karena ia melihat penonton sangat banyak. "Sangat menarik, antusias masyarakat Ambarawa sangat tinggi hingga yang hadir berjubel," demikian ujarnya.Â
Hal lain menarik lagi yang diamati Titus, seorang yang pernah bekerja di lingkungan pendidikan yang saat ini fokus pada usaha produksi sebuah merek roti di Ambarawa, bahwa Sendratari Palagan Ambarawa ini memadukan budaya Jawa dan nilai-nilai nasionalisme dalam mengusir penjajah.
Pementasan di Museum Palagan Ambarawa menurutnya adalah tepat karena Monumen Palagan Ambarawa adalah tempat menyimpan histori sejarah perjuangan.
"Monumen Palagan Ambarawa bisa dikatakan tempat yang sakral, namun untuk menyajikan sendratari tersebut masih relevan," demikian ujar Titus yang bermukim di daerah Bawen ini.
Titus pun mengakui bahwa Ambarawa sebenarnya memerlukan ruang umum terbuka untuk berbagai pementasan seperti sendratari dan karya seni lainnya.Â
"Ambarawa belum punya ruang umum terbuka yang layak untuk pementasan sendratari sebetulnya," demikian opini Titus yang memiliki perhatian pada seni musik dan seni suara ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI