Program makan bergizi gratis (MBG) pertama kali diperkenalkan oleh presidem prabowo subianto sebagai salah sau program unggulan dalam kampanye pilpres 2024. Tujuan utamanya adalah untuk menurunkan angka stunting, meningkatkan gizi anak anak sekolah, dan memastikan generasi muda indonesia tumbuh sehat secara merata, tanpa terkendala akses makanan. Setelah prabowo dilantik sebagai presiden, program ini langsung menjadi prioritas nasional dan mulai dijalankan secara bertahap pada awal tahun 2025.
Pemerintah bahkan membentuk badan gizi nasional untuk mengelola program ini secara terpusat, bekerja sama dengan ribuan dapur umum atau yang disebut SPPG yang bertugas memasak dan mendistribusikan makanan ke sekolah sekolah di seluruh indonesia.
Skemanya terlihat menjanjikan anak anak sekolah, terutama dari keluaag kurang mampu, akan mendapatkan satu kali makan bergizi secara gratis setiap hari sekolah. Negara juga melontarkan anggaran besar untuk program ini, sebagai bentuk komitmen nyata terhadap generasi penerus bangsa.
Namun semakin kesini,pelaksanaan program ini malah muncul masalah serius. Berdasarkan laporan badan gizi nasional, jumlah  kasus keracunan akibat makanan program mbg mancapai 6.517 orang sejak januari hingga september 2025. Beberapa kasus yang sempat menjadi sorotan antara lain terjadi di Pandeglang, Cianjur, dan daerah-daerah di Jawa lainnya. Di Cianjur misalnya, 78 siswa mengalami keracunan massal setelah mengonsumsi makanan dari program MBG.
Saya sebagai mahasiswa melihat masalah utama dari program ini bukan terletak pada niatnya, melainkan pada cara pemerintah menjalankannya yang terburu buru dan kuang siap. Kita gak bisa menutup mata bahwa niat baik harus dibarengi dengan sistem pelaksanaan yang matang. Tapi kenyataannya, banyak dapur penyediaan makan mbg yang baru dibentuk, tenaga kerja belumterlatih penuh, dan distribusi makanan kadang melebihi waktuaman konsumsi.Â
Bahkan menurut laporan , ada makanan yang dikirim ke sekolah lebih dari 4 jam setelah dimasak padahal itu sangat beresiko untuk  basi, ada ulat belatung dan tercemar.Â
Yang bikin saya miris,pemerintah seperti belum mau benar benar mengakui kegagalan dalam pelaksanaannya. Pernyataan dari Kepala BGN yang menyebut bahwa kasus keracunan hanya "0,5%" dari total penerim, atau klaim presiden bahwa angkanya masih kecil dalam konteks nasional, menurut  saya justru mengecilkan rasa empati terhadap para korban. Kita ini sedang bicara soal keselamatan anak anak bukan sekedar angka statistik. satu nyawa terancam karena makanan dari program negaraitu udah cukup jadi alarm bahwa ada yang salah.
Menurut saya, pemerintah harus berani evaluasi total, jangan tunggu angka korban makin tinggi baru panik.Program ini bisa tetap jalan, tapi jangan dipaksakan kalau belum siap secarasistem. Lebih baik distribusi dihentikan sementara diwilayah wilayah yang masih rawan, lalu lakukan audit menyeluruh terhadap dapur penediaan makanan, supplier bahan baku, dan proses distribusinya.
Lebih lanjut, saya merasa transparansi dan akuntabilitas dalam program MBG masih jauh dari memadai. Hingga saat ini belum ada laporan publik menyeluruh yang menjelaskan penyebab pasti setiap insiden keracunan, tidak ada sanksi yang jelas bagi pihak yang lalai, dan belum ada evaluasi independen yang bisa diakses oleh masyarakat umum. Saya sebagai mahasiswa percaya bahwa kritik bukanlah penghalang, melainkan bentuk kepedulian agar kebijakan publik benarbenar berpihak kepada rakyat. Bila publik diam, maka kesalahan besar bisa terus dibiarkan tanpa koreksi.Â
Sebagai mahasiswa, saya setuju kalau negara harushadir untuk menjamin hak dasarrakyyat seperti makanan bergizi. Tapi jangan sampai karena ambisi politik atau gengsi proyek unggulan, rakyat malah jadi korban. Kita butuh program sosial yang tidak cuma besar di anggaran, tapi juga kuatdi  pengawasan. Kalau memang niat nya baik membantu anak anak pastikan yang diberikan benar benar aman, sehat, dan manusiawi
"Makanan bergizi gratis itu penting, tapi lebih penting lagi adalah keselamatan mereka yang memakannya"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI