Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Diskriminasi terhadap Pendaki Solo di Indonesia

23 Maret 2021   13:19 Diperbarui: 27 Maret 2021   10:04 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pendaki Solo (Dokpri)

Statistik kecelakaan di gunung membuktikan pendakian beramai-ramai lebih sering kecelakaan dibandingkan pendakian secara solo (solo hiking). Pendaki solo justru lebih aman.

Namun beberapa pengelola pendakian gunung di Indonesia membuat peraturan diskriminatif berupa larangan mendaki solo, sebut saja diantaranya gunung Rinjani, Semeru, Gede-Pangrango, dan Talamau. Jumlah minimal yang diizinkan adalah tiga orang. Masihkah relevan?

Ketika ditanya alasannya adalah untuk keamanan. Misalnya, ketika satu orang mengalami kecelakaan maka dua orang bisa memberi bantuan, dimana satu orang berjaga, dan satu orang lain bisa turun untuk meminta bantuan.

Memang, kenyataannya, menurut statistik kecelakaan di gunung justru banyak menimpa pendaki secara berkelompok. Bukan pendaki solo. Pendaki solo justru sangat jarang mengalami kecelakaan.

Hal ini mudah dipahami. Sebab, pendakian secara grup akan terpola berjalan mengikuti ritme grup, sedangkan kekuatan masing-masing pendaki berbeda-beda.

Dimana pendaki dengan fisik paling lemah dipaksa keadaan terus berjalan mengikuti ritme berjalan grup, yang biasanya dikendalikan oleh pendaki yang berfisik kuat.

Pendaki berfisik lemah paling rawan keteteran di belakang, tapi terus saja memaksakan diri, berjalan mengejar kawan-kawannya yang berada di depan.

Akhirnya, fisik pendaki drop, kehabisan tenaga, kadang-kadang kelaparan, karena sering kali logistik dibawa oleh rekan yang berjalan di barisan depan. Terbayang andai kena hujan badai. Serangan hipotermia mengintai.

Pendaki yang mengalami kelelahan yang amat sangat atau terkena hipotermia rawan mengalami disorientasi, kehilangan kepekaan untuk menentukan arah jalur yang benar, sehingga rawan tersesat, terjatuh, serangan panik, dan sebagainya.

Berbeda halnya dengan pendakian secara solo. Segalanya sudah diperhitungkan dari awal. Semua peralatan dan perbekalan dipersiapkan dan dibawah sendiri. Berjalan pun dilakukan dengan perhitungan sendiri sesuai kekuatan sendiri. Kapan mau berjalan atau istrirahat bebas ditentukan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun