Sastrawan Indonesia Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada Minggu (19/7/2020) pukul 09.17 WIB.
Sajak "Pada Suatu Hari Nanti" yang ditulis Sapardi tahun 1991 seolah wasiat untuk penggemar dirinya, penggemar sastra, dan segenap manusia.
Bahwa Sapardi bekerja untuk keabadian. Sekalipun telah tiada, beliau akan terus hidup bersama karyanya untuk penggemarnya, penggemar sastra dan kemanusiaan.
Pramoedya Ananta Toer pernah menulis: "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."
Itulah lelaku orang seperti Sapardi, Pramoedya, Chairil Anwar, Mochtar Lubis, NH Dini, Edgar Allan Poe, Ernest Hemingway, dan lainnya.
Ini pemotivasi kita semua sebagai penulis di manapun. Teruslah menulis agar hidup terus abadi sekalipun jasad sudah tidak ada lagi.
Bekerja menghasilkan uang tentu harus sebagai syarat hidup seorang manusia. Tapi itu tidak cukup.
Puji syukur bila seseorang bekerja menghasilkan uang nafkah hidup sekaligus untuk keabadian yang menjadi warisan kemanusiaan.
Seorang penulis pengabadikan dirinya dengan tulisan. Pematung dengan patung karyanya. Pelukis dengan lukisan karyanya. Politisi dengan legacy karyanya selama hidup.
Coba kita perhatikan bait, larik dan kecermatan huruf yang dipakai Sapardi dalam sajak "Pada Suatu Hari Nanti" berikut ini:
PADA SUATU HARI NANTI