Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Oma Frida, Rumah Kuno dan Masa Lalunya

15 Juli 2025   05:00 Diperbarui: 13 Juli 2025   17:26 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari masih pagi menjelang siang, ketika kami tiba di desa Soditan, Lasem, Jawa Tengah. Kami berhenti di depan sebuah rumah besar bertembok putih berpintu dua warna hijau dan coklat, yang sempit untuk pejalan kaki, yang lebar untuk masuk keluar mobil.

Ketika kami masuk ke dalam, rumah ini cukup rindang, karena banyak pohon, ditengah teriknya sengatan matahari di pesisir.

Langsung kami melihat teras dengan dua buah mobil berplat nomer polisi H dan K. Di pinggirnya banyak teronggok barang-barang tua, seperti rak barang dan kursi lipat. Terdapat meja dan kursi yang sudah berdebu, tanda tak ada lagi tamu yang duduk di sana.

Di bagian atas bangunan tampak hiasan hitam-putih khas, biasanya motif bunga atau binatang, menurut yang mengerti arti lukisan itu. Tujuannya untuk mengusir roh jahat.

Hiasan (dokpri)
Hiasan (dokpri)
Pada dinding teras, terlihat dua foto lama dalam hitam putih yang cukup besar ukurannya, foto seorang pria dan wanita masa lalu. Mungkin termasuk orang terpandang pada masanya. Menurut keterangan oma Frida, foto itu adalah foto kongco dan makco, kakek dan nenek buyut dari oma Frida. Yang pernah memiliki bioskop di Bali dan hancur saat kedatangan Jepang.

Foto kenangan (dokpri)
Foto kenangan (dokpri)
Rupanya rumah utama sudah jarang ditempati. Di bagian tengah ada daun pintu dengan tulisan Hanzi, yang menurut Chat.GPT yang dimiliki seorang teman, berarti kesehatan, panjang umur, kebahagiaan dan kemakmuran. Mungkin kata-kata ini harapan dari yang membangun rumah ini yang diperuntukkan baginya dan keturunannya yang menghuni rumah ini.

Aksara Hanzi (dokpri)
Aksara Hanzi (dokpri)
Pintu dapat dibuka dari dalam, oleh seseorang yang masuk dari pintu samping. Isinya hanya meja altar sembahyang dengan foto-foto leluhur.

Meja altar (dokpri)
Meja altar (dokpri)
Disampingnya terdapat sebuah kamar yang sudah lama tidak ditempati. Hanya ada ranjang tanpa kasur, berisikan tumpukan barang-barang lama. Juga ada lemari yang sudah berdebu. Suasananya kotor, dekil, meski tidak terasa menyeramkan, khas rumah kuno.

Ranjang kuno (dokpri)
Ranjang kuno (dokpri)
Lalu kami bergeser ke ruangan samping, dimana oma Frida duduk sambil memegang tongkat. Oma Frida sudah tidak dapat berjalan sempurna, harus dibantu oleh tongkat saat berjalan. Usianya sudah 74 tahun, menurut pengakuannya.

Oma Frida (dokpri)
Oma Frida (dokpri)
Usianya masih lebih muda daripada Ratna Sari Dewi mantan istri Presiden RI pertama, Soekarno tetapi fisiknya lebih renta. Dibandingkan Ratna yang masih aktif bersosialisasi di Paris.

Saat kami berbincang, oma Frida didampingi suaminya, Suyanto, yang nampak lebih segar.

Disamping tempat oma Frida duduk, terdapat sebuah kamar dengan meja altar untuk Dewa bumi / Dewa dapur. Semula altar ini terletak di dapur. Karena keduanya makin renta, maka altar ini dipindahkan ke kamar yang sekarang agar lebih mudah perawatan dan saat ada acara sembahyangan pada awal dan tengah bulan, menurut tarikh Tionghoa. Bagian bawah meja altar terpasang kain merah dengan gambar burung Hong dan naga.

Dewa dapur (dokpri)
Dewa dapur (dokpri)
Di dinding dimana oma Frida duduk, terpasang foto hitam putih, seorang gadis cantik, menurut oma Frida itu adalah foto dirinya saat ia baru menikah.

Suami istri ini sekarang sudah tidak bekerja, oma Frida dari dulu hanya ibu rumah tangga, untuk biaya hidup sehari-hari keduanya hanya mengandalkan simpanan uang dan menjual barang-barang yang tersisa  Baru-baru ini rumahnya sudah laku terjual, namun keduanya masih diizinkan tinggal oleh pembeli rumahnya. Untuk memahami kondisi oma Frida, saksikan video,

.

Memang memiliki rumah besar membutuhkan biaya perawatan tidak sedikit. Hidup di masa tua, tanpa penghasilan, pasti terasa berat.

Kemegahan rumah ini tinggal tersisa dalam kenangan. Semoga pembeli rumah ini tidak merombaknya menjadi bangunan kekinian, agar bangunan tua tetap eksis menjadi saksi sejarah umat manusia yang pernah ada.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun