Sudah pernahkah mengikuti "open house" di PFN (Perusahaan Film Negara). Mungkin belum, karena perusahaan ini mengaku dulu sangat tertutup (Perum), dan kini mulai membuka diri (PT), seperti yang diungkapkan Iwan, Direktur Aset dan Manajemen Bisnis pada kesempatan open house bersama Wisata Kreatif Jakarta (WKJ).
WKJ sungguh beruntung dapat mengadakan peringatan ulang tahunnya yang ke 8 di PFN. Pada Minggu, 9 Februari 2025.
PFN adalah kelompok media milik negara, yang membidangi film, disamping Lokananta yang membidangi musik dan Balai Pustaka yang membidangi buku.
Uniknya, PFN yang kini dikelola oleh Kementerian BUMN semenjak bubarnya Departemen Penerangan era Presiden Abdurrachman Wahid, harus mandiri karena bukan merupakan BUMN yang memperoleh dukungan finansial dari induknya. Guna mendapatkan pemasukan, PFN menyewakan lahan untuk komersial (misal untuk gerai McDonald, KFC, Kyotee Coffee), menyewakan co-working space, lahan perkantoran, lokasi digunakan untuk pameran, konser musik, dan shooting film. Di lokasi PFN juga sering diadakan lomba kicau burung dan graffiti.
Ok, kembali ke laptop, inilah keseruan open house di PFN.
Setelah melakukan registrasi dan mengumpulkan bawaan makanan untuk potluck, peserta mendapatkan briefing singkat dari Iwan, Direktur Aset dan Manajemen Bisnis.
Iwan menceritakan sejarah PFN yang dikatagorikan menjadi tiga era, yaitu era Belanda (1934-1937) saat menjadi pusat pembuatan film yang membutuhkan banyak air, sehingga lokasi dipilih daerah Jatinegara (Otista). Film pertama adalah "Pareh" (1935). Era Jepang (1943-1945) yang tidak memiliki kegiatan apapun karena lebih berfungsi sebagai alat propaganda Jepang. Era Indonesia Merdeka (1945-1950) dengan munculnya Berita Film Indonesia.
Pada era paska kemerdekaan, PFN banyak menghasilkan film-film yang fenomenal, seperti film seri televisi "Unyil" (film boneka - 1988), film "Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI" (1982 - yang hampir tiap tahun selalu diputar di setiap media televisi), "Si Pincang" (1951, 1979), "Serangan Fajar" (1981), dan "Kereta Api Terakhir" (1981). Bahkan ada film yang tidak sempat diedarkan seperti film "Jendral Hoegeng".
Mengenai proses pembuatan boneka, konon kabarnya untuk membuat sebuah boneka agar tampak hidup di layar, pembuatnya yang disebut empu harus melakukan ritual berpuasa selama proses kreatifnya.