Tik Tok adalah aplikasi sosial media yang sangat sukses, hampir setara dengan Twitter dan Instagram. Perorangan atau kelompok begitu menggandrungi dan terbius  pada aplikasi ini yang menari dengan kreasi sendiri. Bahkan sosial media yang asalnya dari rintisan (startup) asal Tiongkok ini mampu menghasilkan selebritas sekelas Yoituber.Â
Anak muda yang menjadi selebritas Tik Tok pada umumnya tidak mau kembali lagi ke kampus. Uniknya, Tik Tok tidak hanya digemari oleh anak muda saja, orang dewasa juga tergila-gila pada Tik Tok. Contohnya sekelompok ibu-ibu yang sengaja menari Tik Tok di Jembatan Suramadu Jawa Timur.
Lalu kenapa tiba-tiba Presiden Amerika Serikat tiba-tiba meradang dan akan melarang Tik Tok di Amerika Serikat bila aplikasi ini tidak dijual ke Amerika Serikat?
Aplikasi rintisan ini dikembangkan oleh seorang Tionghoa dari suku Hokkian  Tio Ek Meng atau -Zhang Yi Ming. Dalam bahasa Hokkian, Tik Tok artinya bercanda, bukan suara detak jam.
Donald Trump pada era Covid-19 dengan percaya diri telah mengadakan kampanye di Oklahoma, telah terdaftar ratusan ribu orang untuk hadir dalam kampanye tersebut. Namun gara-gara serangan boikot melalui aplikasi Tik Tok, jumlah yang menghadiri kampanye hanya 6.000 orang. Trump sangat marah dan kesal saat pulang ke Washington.
Dalam kemarahannya Trump berhasrat mau meruntuhkan Tik Tok yang telah menggagalkan kampanyenya. Kampanye Trump di Oklahoma digagalkan oleh aksi boikot yang dilakukan melalui aplikasi Tik Tok.
Terlebih Zhang Yi Ming berasal dari daerah Tuluo tempat yang dicurigai merupakan silo rudal Tiongkok yang pernah dilihat oleh astraunaut Amerika Serikat. Hal ini menjadi sindrom traumatik bagi Trump.
Bagaimana nasib Tik Tok ? Semoga para penggemar Tik Tok di Indonesia tidak akan bersedih bila Tik Tok disembelih oleh Trump.