Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lebih Bijak Memberi Kail kepada Kaum Marjinal

14 Oktober 2019   09:51 Diperbarui: 14 Oktober 2019   10:17 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil pelatihan membuat kalung (dokpri)

Selama ini suku bangsa keturunan Tionghoa di Indonesia senantiasa dianggap sebagai golongan yang beruntung. Terlebih adanya beberapa orang dari keturunan Tionghoa yang tercatat sebagai pembayar pajak tertinggi atau sering disebut sebagai konglomerat. Sebut saja, dari kelompok bisnis Djaroem, Gudang Garam, Lippo, APL dan lain-lain.

Sejujurnya, tidak semua suku bangsa keturunan Tionghoa yang hidup beruntung. Tengok saja di kawasan Sewan, Tangerang, Anda akan menemukan orang-orang Tionghoa yang hidup dibawah garis kemiskinan. Tidak disana saja, di beberapa wilayah Jakarta juga terdapat kawasan Tionghoa miskin, apalagi di Kalimantan Barat.

Warga keturunan Tionghoa di Sewan, rata-rata tinggal di rumah setengah tembok atau bambu, berukuran minimalis atau sempit, dan dihuni hingga 3 keluarga. Ayah-ibu dengan dua anak dengan menantu dan cucunya. Mereka hidup dari bertani atau berladang atau sebagai nelayan.

Padahal mereka sudah hidup beranak pinak ratusan tahun, dan dikenal dengan sebutan Cina Benteng, karena mereka tinggal di dekat benteng yang dibuat pemerintah Hindia Belanda guna melindungi kota Batavia dari serangan kerajaan Banten.

Ironisnya, meski sudah tinggal disana ratusan tahun, mereka tidak pernah mengenal administrasi kependudukan maupun kepemilikan aset. Hampir sebagian warga Cina Benteng, belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP) sebagai tanda identitas penduduk, karena mereka belum pernah mengurusnya. 

Hanya saat-saat menjelang Pilpres, Pileg dan Pilkada saja, ada kalanya partai atau caleg ada yang mencoba membantu mereka mendapatkan KTP, agar bisa menambah pundi-pundi suara mereka.

Selain KTP, mereka juga belum memiliki surat-surat tanah atau rumah, meski mereka sudah tinggal ratusan tahun. Apalagi mereka sebagian tinggal di Daerah Aliran Sungai Cisadane, sehingga rawan terkena penggusuran. 

Hendaknya pemerintah daerah kota Tangerang atau pemprov Banten lebih menaruh perhatian membuat program kerja yang nyata guna memanusiakan mereka, guna mencegah kerawanan sosial yang sewaktu-waktu bisa memuncak, akibat penggusuran yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

Peningkatan Pendidikan

Guna meningkatkan kepedulian warga terhadap administrasi kependudukan, mereka perlu diberikan edukasi yang memadai, khususnya dari anak-anak hingga remaja.

Di sana program pendidikan dikelola oleh warga setempat dengan bantuan dari vihara yang berada di kawasan itu. Sudah ada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) juga Taman Kanak-Kanak. Yang kondisinya ala kadarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun