Mohon tunggu...
suti astia ningsi
suti astia ningsi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nyanyi ,masak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

cara menangani speech Delay pada ank usia dini

25 September 2025   20:00 Diperbarui: 25 September 2025   18:58 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menangani speech delay atau keterlambatan bicara pada anak usia dini sangat penting untuk mendukung perkembangan komunikasi dan sosial mereka. Pendekatan yang efektif melibatkan stimulasi aktif dari orang tua di rumah serta konsultasi dengan profesional kesehatan untuk penanganan yang tepat.

Berikut adalah cara-cara menangani speech delay pada anak usia dini:

Stimulasi Aktif di Rumah

Orang tua memegang peran krusial dalam memberikan stimulasi bahasa kepada anak. Interaksi yang konsisten dan berkualitas dapat membantu anak mengembangkan kemampuan bicara mereka

- Ajak Anak Berbicara dan Berdiskusi

Rajin mengajak anak berbicara adalah salah satu cara paling efektif. Lakukan diskusi sederhana tentang hal-hal yang menarik bagi mereka, seperti kartun kesukaan atau kegiatan sehari-hari. Gunakan kalimat-kalimat pendek yang mudah dimengerti anak untuk menciptakan suasana diskusi yang menarik dan mendorong mereka untuk merespons. Mendengarkan anak dengan seksama dan memberikan respons positif, seperti senyuman atau pujian, akan membuat mereka merasa didengarkan dan dihargai .

- Membacakan Cerita

Membacakan cerita secara rutin merupakan stimulasi bahasa yang efektif. Pilih buku cerita bergambar untuk membantu anak memahami konteks cerita, menyerap kosakata baru, dan memperkaya imajinasi mereka .

- Bernyanyi Bersama

Bernyanyi adalah kegiatan menyenangkan yang dapat membantu anak belajar mengucapkan kata-kata dengan benar dan meningkatkan keterampilan berirama. Lagu anak-anak seringkali memiliki pola sederhana dan berirama yang mudah diikuti, sekaligus memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak .

- Batasi Penggunaan Gawai (Screen Time)

Paparan gawai yang berlebihan dapat menghambat perkembangan bahasa anak karena interaksi yang bersifat satu arah. Para ahli menyarankan anak di bawah 2 tahun tidak menggunakan gawai, kecuali untuk panggilan video, dan anak usia 2-5 tahun dibatasi maksimal 2 jam per hari dengan pendampingan orang tua untuk menjaga komunikasi dua arah .

- Latih Otot Mulut

Minum menggunakan sedotan dapat membantu menguatkan otot-otot mulut yang berperan dalam berbicara, terutama jika speech delay disebabkan oleh kemampuan oromotor yang belum siap  

Pentingnya Konsultasi Profesional

Deteksi dini dan penanganan profesional sangat krusial untuk mengatasi speech delay dan mencegah dampak jangka panjang 

- Kapan Harus Waspada dan Menemui Dokter

Orang tua perlu waspada jika anak berusia 12-15 bulan tidak mampu mengucapkan kata-kata sederhana, atau pada usia 18 bulan tidak memahami kata sederhana. Tanda lain termasuk anak usia 3 tahun belum bisa berbicara dalam kalimat pendek (3-4 kata), atau tidak mampu bercerita sederhana pada usia 4-5 tahun. Jika anak tidak mengoceh atau tidak menoleh saat namanya dipanggil pada usia 6 bulan, atau belum berkata apa pun pada usia 1 tahun, segera konsultasikan dengan dokter spesialis anak .

- Jenis Terapi yang Mungkin Direkomendasikan

Dokter akan mengevaluasi penyebab speech delay dan merekomendasikan penanganan yang sesuai. Terapi yang umum meliputi:

- Terapi Wicara: Merangsang anak untuk berbicara melalui permainan, kartu bergambar, atau belajar bahasa isyarat .

- Terapi Apraxia: Membantu anak yang kesulitan menyebutkan kata dengan baik, biasanya dengan merekam suara anak atau melatih berbicara di depan cermin .

- Terapi untuk Gagap (Stuttering): Melatih anak untuk berbicara secara perlahan dan jelas untuk mengatasi gagap .

- Dampak Jika Tidak Ditangani

Jika speech delay tidak ditangani sejak dini, dapat berdampak buruk pada aspek kehidupan anak di kemudian hari, termasuk kesulitan bersosialisasi, masalah akademik, hingga peningkatan risiko kecemasan sosial. Anak mungkin kesulitan menyampaikan perasaan seperti sedih, marah, atau kecewa, yang dapat memengaruhi interaksi sosial dan perkembangan emosional mereka .

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun