Mohon tunggu...
Sutandijo
Sutandijo Mohon Tunggu... dosen

Finance, investasi, ekonomi, akuntansi, geopolitik, filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pukulan Terakhir Tiongkok - USA

8 Juni 2025   15:36 Diperbarui: 8 Juni 2025   15:36 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Awal Juni 2025, tepatnya 5 Juni 2025 akan menjadi salah satu tonggak, suatu titik balik, terpenting dalam sejarah. AS telah kehilangan status nya sebagai No. 1, digantikan oleh Tiongkok. Suatu "kudeta tak berdarah" , suatu peralihan kekuasaan yang berlangsung cepat tanpa melalui perang, yang  patut kita syukuri.

Pada tanggal 5 Juni 2025, secara implisit AS yang diwakili oleh Presiden Donald Trump bertekuk lutut kepada Tiongkok yang diwakili oleh Presiden Xi Jin Ping. Pada hari itu pemimpin kedua negara terkuat di dunia bertemu melalui telpon, atas permintaan Presiden Amerika Serikat. Jika bukan karena terpaksa Trump tidak akan sudi meminta waktu bertemu dengan Xi. Siapa yang lebih kuat dan lebih tinggi dapat memanggil yang lebih lemah untuk bertemu atau, siapa yang lebih lemah akan meminta bertemu dengan yang lebih kuat. Pada pertemuan 5 Juni 2025 tersebut Presiden AS yang meminta bertemu dengan Presiden Tiongkok, bukan Presiden Tiongkok yang memerlukan bertemu dengan Presiden AS.

Satu frase kunci yang bisa menjelaskan pernyataan kontroversial penulis tersebut adalah: " rare earth mineral", mineral tanah jarang, selanjutnya penulis sebut sebagai MTJ. MTJ adalah suatu bahan yang pervasif, yang terdiri dari beberapa belas jenis mineral,  yang dibutuhkan berbagai peralatan moderen agar bisa berfungsi. MTJ sangat dibutuhkan oleh berbagai industri, yang terpenting adalah industri mobil/motor , ponsel, pertahanan, dan chip atau semikonduktor.

MTJ sekarang dikuasai hampir mutlak oleh Tiongkok. Bukan hanya Tiongkok menguasai pasokan bahan bakunya (tambang), namun rantai pasok, ekosistem, dan teknologi. Sebagian besar bahan baku, dan mutlak hampir semua peralatan, bahan pembantu, dan proses produksi telah dikuasai oleh Tiongkok. Dominasi Tiongkok yang sudah dimulai sejak 50 tahun lalu ini, membuat ia tidak akan terkejar oleh negara manapun.

Keunggulan Tiongkok dalam MTJ bukannya tidak disadari. Tiongkok pernah menggunakan MTJ sebagai alat penekan ketika bersengketa dengan Jepang lebih dari sepuluh tahun lalu. AS, Eropa, dan Jepang sudah berusaha melepaskan diri dari ketergantungan mereka terhadap Tiongkok, namun sejauh ini hasilnya sangat minimal. Sekarang ketika nampaknya Tiongkok sedang menggunakan lagi MTJ banyak terdengar suara panik dan putus asa di AS, Eropa, Jepang, India, dll yang menyerukan usaha lebih keras untuk mereka bisa mandiri dari Tiongkok terkait kebutuhan MTJ bagi industri mereka. Berbagai opsi untuk membangun rantai produksi dan pasokan yang tidak tergantung pada Tiongkok sudah dipertimbangkan dan dipikirkan namun tidak ada satupun yang memberikan suatu titik terang.  Adalah hampir mustahil mengejar ketertinggalandan lepas dari keterhantungan mereka yang hampir mutlak dari Tiongkok.

Baru-baru ini Tiongkok, menurut South China Morning Post, sedang mengembangkan sistem pelacakan dan perijinan untuk mengekspor MTJ, serupa dengan yang digunakan AS untuk melakukan kontrol ekspor atas teknologinya. Dengan sistem ini Tiongkok dapat mengendalikan kemana MTJ pergi atau tidak pergi, dan seberapa banyak atau seberapa sedikit yang mau diberikan. Dengan sistem ini Tiongkok dapat menggunakan dominasinya atas MTJ sebagai suatu senjata atau kekuatan yag sangat efektif. Jika Tiongkok tidak mengijinkan MTJ mengalir ke AS atau Eropa atau kemanapun, maka ekonomi mereka akan sangat terpukul karena banyak industri terpenting mereka akan lumpuh. Jika itu adalah industri pertahanan maka keunggulan militer mereka akan memudar.

Tiongkok tentu saja ia tidak akan mengijinkan MTJ jatuh ke tangan yang tidak bersahabat dan membahayakan dirinya sendiri. Sebagai contoh, pesawat tempur generasi ke-5 F-35 adalah senjata andalan AS terpenting, namun tanpa MTJ pesawat tersebut hanya sekedar onggokan besi dengan fungsi terbatas bahkan tak berfungsi. Demikian juga dengan berbagai sistem radar, misil, drone militer, dan sebagainya, yang mutlak memerlukan MTJ, yang mungkin hanya membutuhkan sedikit tapi menjadi suatu keharusan agar dapat berfungsi. Jika militer AS menjadi tertinggal karena Tiongkok tidak mengijinkan MTJ miliknya digunakan untuk membuat berbagai sistem senjata canggih maka keunggulan militer AS seketika menjadi lenyap. Sistem yang sedang dikembangkan oleh TIongkok inilah pukulan terakhir, mengakhiri posisi AS sebagai nomor satu.

Ketika AS tidak lagi nomor satu implikasinya sangat luas. USD dengan sendirinya kehilangan banyak pamornya. Nilai USD akan jatuh mendekati nilai realnya. Implikasi dari kejatuhan AS dan USD pada geopolitik, ekonomi dunia, investasi, dan sektor lain akan sangat signifikan. Masalah reunifikasi Taiwan dan kemerdekaan Palestina berpotensi segera terselesaikan karena penghambat utama AS sudah dijatuhkan dari posisi nomor satu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun