Mohon tunggu...
Susanti
Susanti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Seorang praktisi pendidikan yang memulai profesinya sejak 2001 dan mencintai pendidikan anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bilingualisme pada Anak Usia Dini

27 Januari 2021   18:23 Diperbarui: 27 Januari 2021   18:32 1971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penggunaan bahasa lebih dari satu, misalnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris pada pendidikan anak usia dini kerapkali menjadi pro dan kontra. 

Ada kekuatiran pada sebagian orangtua dan pendidik bahwa menggunakan dua bahasa sekaligus dalam konteks pendidikan di kelas dapat menyebabkan kebingungan, speech delay, bahkan berdampak negatif bagi perkembangan anak secara utuh dan otaknya. Namun, sebagian orangtua dan pendidik sebaliknya merasakan penerapan bilingualisme pada anak usia dini memberikan manfaat besar bagi perkembangan anak.

Hasil Penelitian
Sejumlah penelitian yang dilakukan pada abad pertama seperti penelitian yang dilakukan oleh McLaughlin (1978), menyatakan bahwa bilingualisme dapat menyebabkan kebingungan berbahasa pada anak dan kemudian dapat menurunkan kecerdasannya. 

Penelitian lainnya, yang dilakukan oleh Smith (dalam Romaine, 1989), menyatakan bahwa anak-anak yang mempelajari dua bahasa (Inggris dan Mandarin) secara bersamaan menghasilkan nilai kosakata yang lebih rendah daripada anak-anak yang hanya belajar satu bahasa. 

Pada studi penelitian lainnya yang disebut sebagai Studi Carrow (dalam Appel & Muysken, 1987), menyatakan bahwa anak-anak yang mempelajari bahasa Spanyol dan Inggris menunjukkan capaian yang lebih rendah daripada anak-anak monolingual dalam hal membaca, mengeja, kosakata, akurasi suara dalam membaca dan logika.

Namun penelitian yang dilakukan mulai tahun 1960-an justru menghasilkan analisis yang berbanding terbalik. Melalui penelitian yang dilakukan oleh McLaughlin, Smith dan Appel & Muysken ternyata dibuktikan bahwa penerapan bilingualisme dapat meningkatkan kecerdasan anak, membuat anak berpikir kreatif dan imajinatif, unggul secara kognitif serta terampil dalam aspek sosial dan emosionalnya. 

Penelitian yang dilakukan oleh Foster and Reeves (1989) menyatakan bahwa anak bilingual mendapatkan nilai ujian yang lebih tinggi dalam tingkatan berpikir Taksonomi Bloom. Stewart (2005) juga menyatakan tentang bagaimana bilingualisme meningkatkan kognitif anak, memiliki sejumlah manfaat positif dan mampu meningkatkan keterampilan membaca dan matematika.

Bilingualisme pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Bilingualisme merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dimiliki oleh individu yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang anak yang hidup dalam keluarga yang selalu menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan supir, pembantu, suster, ataupun dengan teman-teman sekitarnya, serta menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dengan kedua orangtuanya, biasanya akan tumbuh menjadi anak yang dapat mengerti dan mampu mengekspresikan dirinya dengan baik dengan menggunakan kedua bahasa. 

Bilingualisme juga sudah menjadi hal yang biasa, mudah ditemui, dan tuntutan dalam masyarakat kita sehari-hari. Semakin banyak kita menjumpai Preschool dan Taman Kanak Kanak yang menawarkan sistem bilingual dalam proses pembelajarannya, menunjukkan tingginya minat dan kebutuhan masyarakat dewasa ini akan pentingnya sedini mungkin memberikan lingkungan yang berbahasa asing dalam usia anak-anak yang mulai masuk usia TK ini. 

Kebingungan bahasa, speech delay yang dikuatirkan terjadi karena akibat penerapan dua bahasa sekaligus dalam perkembangan anak tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Kebingungan bahasa yang dirasakan oleh orang dewasa dalam menganalisis pola komunikasi anak-anak bilingual ini justru menjadi bukti bahwa anak-anak bilingual sebenarnya lebih dapat berpikir kompleks dan kritis dalam berbahasa.

Kesimpulan
Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sejak abad ke 20, bilingualisme tidak hanya memberikan dampak positif bagi perkembangan bahasa seorang anak, tetapi juga perkembangan kognitif anak, emosional, sosial, logika berpikir dan kreativitas imajinasi anak berkembang lebih baik. 

Usia balita merupakan usia emas perkembangan manusia, termasuk perkembangan bahasa yang merupakan periode sensitif bagi anak usia dini, Karena itu,  pengenalan bahasa asing pada Golden Age ini merupakan kesempatan terbaik bagi perkembangan bahasa anak. 

Pada kenyataannya, anak-anak bilingual memiliki kemampuan statistik belajar yang lebih baik daripada anak yang hanya menguasai satu bahasa sehingga pencapaian nilai-nilai belajar mereka jauh lebih tinggi dari anak-anak yang hanya monolingual.

Namun, tetap saja masih banyak masyarakat yang kuatir dan tidak percaya dengan manfaat bilingualisme dan cenderung menyalahkan konsep ini tatkala mendapati anak-anaknya mengalami speech delay, atau tidak bertumbuh secara sempurna. Padahal, banyak sekali faktor internal dan eksternal lainnya yang dapat menjadi penyebabnya. 

Belum lagi pernyataan "kebingungan bahasa" yang dibahas oleh orangtua dan pendidik sebagai efek negatif bilingualisme. Padahal yang disebut kebingungan bahasa ini justru merupakan kekuatan positif bilingualisme, karena menunjukkan kemampuan anak dalam berpikir kritis saat menghadapi keterbatasan kosakata berbahasa. 

Kekuatiran ini tentu tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, dan hanya sekedar mitos belaka. Masalah tumbuh kembang anak yang terganggu dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor yang masih harus ditelusuri dengan seksama, sehingga perawatan dan latihan yang tepat dapat direncanakan untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada, daripada hanya sekedar menyalahkan konsep bilingualisme.

Referensi:
1. Foster, K.M., & Reeves, C.K. (1989). FLES improves cognitive skills.

2. Heller, M. (1990). Bilingualism - R. Appel and P. Muysken, Language contact and bilingualism. London and Baltimore, MD: Edward Arnold, 1987. Pp. 213. Language in Society, 19(3), 403-406. doi:10.1017/S0047404500014573

3. Myers-Scotton, C. (1990). Suzanne Romaine, Bilingualism. Oxford: Basil Blackwell, 1989. Pp. 337. Language in Society, 19(4), 557-561. doi:10.1017/S0047404500014858

4. Stewart, J.H. Foreign Language Study in Elementary Schools: Benefits and Implications for Achievement in Reading and Math. Early Childhood Educ J 33, 11--16 (2005). https://doi.org/10.1007/s10643-005-0015-5

5. Wagner, D. (1980). B. McLaughlin, Second language acquisition in childhood. Hillsdale, N.J.: Erlbaum, 1978. Pp. 239. Language in Society, 9(1), 135-137. doi:10.1017/S004740450000796X

6. https://www.dana.org/article/the-cognitive-benefits-of-being-bilingual/

7. https://www.alomedika.com/pengaruh-bilingualisme-pada-perkembangan-anak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun