Mohon tunggu...
Anton Surya
Anton Surya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengelana

Pengelana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kriminalisasi Peladang Kalimantan: Noktah Hitam Keadilan Masyarakat Adat

15 Maret 2020   15:08 Diperbarui: 24 Januari 2024   10:47 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tanah ulayat, Masyarakat adat. (Sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Kalimantan Barat ada berita viral mengenai kriminalisasi peladang di Kabupaten Sintang yang mungkin berita tidak terekspos keluar daerah, Tetapi disini menjadi pembahsan masyarakat lokal, terutama Dayak.

Pembicaraan hal ini menjadi topik baik di dunia nyata maupun grup-grup media sosial. Sebenarnya proses pengadilan terhadap peladang juga terjadi hampir di seluruh Kalimantan.

Tetapi proses pengadilan di Sintang menjadi yang paling ramai  karena gelombang demo untuk memprotes kriminalilasi peladang karena dianggap sebagai penyebab karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tidak perna berhenti  selama sidang berlangsung. Puncaknya pada Tanggal 9 Maret 2020 saat vonis dibacakan. Beragam elemen masyarakat terutama Dayak datang menuju Sintang.

Menurut teman-teman di lapangan menyatakan bahwa masyarakat Dayak dari seluruh Kalimantan hadir di Sintang sebagai aksi solidaritas. Teman saya dari DAD (Dewan Adat Dayak)Kalimantan Tengah memberi tahu via telepon mereka sudah mempersiapkan anggota hadir sebagai rasa solidaritas tetapi saya mengatakan mohon maaf tidak bisa mendampingi karena sedang merawat istri yang baru kecelakaan. 

Menurut cerita nenek kami bahwa berladang dengan cara membakar lahan sudah terjadi sejak ratusan tahun sebelum dia lahir. Orang Dayak sudah memiliki pengetahuan tentang lahan yang layak untuk dibakar.

Mereka menghindari lahan gambut untuk dibakar, karena mengandung air yang tinggi dan sulit dipadamkan jika terbakar. Mereka memilih tanah merah atau tanah kering dan dibuat pembatasnya sebelum membakar.

Jika mereka tanpa batas maka mereka akan dikenakan denda adat yang tidak sedikit karena membahayakan anggota masyarakat yang lain. Masyarakat adalah masyarakat guyub dimana proses pembakaran harus melibatkan banyak orang.

kumparan.com
kumparan.com

Paguyuban gotong royong untuk bertani pasti ada adalam setiap kampung Dayak. Biasanya berbentuk arisan kerja dimana anggota yang terdaftar harus ikut kerja, jika berhalangan hadir maka diharuskan membayar dalam bentuk uang. Setiap proses berladang adalah hajatan bagi orang Dayak.

Grup Whatsup BoraAdupJangkang
Grup Whatsup BoraAdupJangkang

Proses membuka lahan untuk berladang tidak bisa dilakukan sembarang waktu, mengingat bahwa musim tanam itu memiliki siklus tetap yang perlu diperhatikan. Biasa mereka memulai membuka sekitar bulan Juni dan tidak dilakukan secara serentak, tetapi bergiliran menunggu kesiapan anggota arisan dan juga sudah melalui proses ritual adat. Ritual adat itu sendiri sebagai bentuk kita memohon ijin kepada Tuhan dan juga kepada aparat desa. 

Melihat kasus yang dialami 6 peladang Dayak ( Dugles, Boanergis, Dedi Kurniawan, Magan, Agustinus, dan Antonius ) di Sintang ada baiknya kita menyimak kutipan dari hukumonline.com tentang Aturan Membuka Lahan dengan Cara Membakar Menurut UU : 

Membuka lahan dengan cara membakar hutan merupakan hal yang secara tegas dilarang dalam undang-undang, yakni diatur dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h UU PPLH yang berbunyi: 

"Setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar"

Namun, ketentuan pembukaan lahan dengan cara membakar ini memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing. Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. Ini artinya, membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan persyaratan tertentu. 

Unsur kearifan lokal Dayak yang sudah berlangsung ratusan bahkan mungkin ribuan tahun jelas memenuhi klausul di atas.

Jika beberapa tahun belakangan ini terjadi Karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yang menyebabkan kabut asap hingga ke negara tetanggahingga berbulan-bulan, peladang tidak bisa disalahkan karena selama ratusan tahun tidak pernah kabut asap.

Kabut asap yang terjadi sejak masuk perusahana perkebunan masuk kke Kalimantan yang melakukan pembersihan lahan secara membakar tanpa pernah belajar teknik membakar lahan dari masyarakat lokal. 

Senin (maret 2020) menjadi hari yang mencekam bagi masyarakat di sekitar Sintang termasuk kami. Ribuan massa dan aparat TNI-Polri di seluruh Kalimantan menuju Sintang. Sirene mobil patroli polisi terdengar dari rumah kami beberapa hari sebelumnya. Elemen massa Dayak dengan berbagai atribut berkumpul dengan berbagai atribut. Tetapi akhirnya vonis bebas membuat semua menjadi tenang.

Semoga ini tidak menjadi catatan buruk di mana sebuah kearifan lokal yang dikriminalisasi.

referensi:
hukumonline.com
kumparan.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun