Harapan di Tengah Pudarnya Kepercayaan
Penulis: Kaka Suryadi Maswatu (Journalist)
MAKASSAR - ADA secercah harapan, tetapi terbersit pula kekhawatiran. Itulah bentuk kecemasan harapan ditengah pudarnya kepercayaan.
Gelombang aksi mulai bermunculan, sebab revolusi tidaklah dimulai dari kaum berdasi yang borjuasi, tapi Iahir dari #kaum proletar yang termarginalkan
Karena pergolakan seringkali muncul ketika negara tidak lagi berpihak kepada kepentingan kaum marginal. Apalagi Langkah senyap DPR dan pemerintah dalam memuluskan
Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU.
Potret sistem dinegeri ini suda masuk kategori sakit, karena di SUGUHI virus KESAKITAN. Ironisnya, jika ada organ penting sakit dalam dunia sistem kebijakan, maka penyelamatan harus segera dilakukan. Namun, apa jadinya jika obat/penangananya yang diberikan dianggap akan menimbulkan kontradiksi karena akan membuat kondisi tubuh makin sakit?
Ingat bahwa Kedudukan dan kepemimpinan tuan dan puan di sebuah lembaga tinggi negara yang para anggotanya dipilih langsung oleh rakyat pada hakikatnya ialah sebuah amanah dan kepercayaan dari rakyat.
Wakil rakyat seharusnya merakyat dan mendengar jeritan hati suara rakyat. Terlebih anggota DPR, yang katanya representasi rakyat, semestinya Iebih lebar membuka telinga, mendengar suara rakyat.
Namun, sebagian anggota dewan seperti menutup telinga rapat-rapat. Sekeras apa pun berteriak, suara rakyat tak terdengar oleh mereka. Kalaupun terdengar, hanya masuk telinga kiri lalu keluar telinga kanan.
Tuan dan puan kini duduk di kursi Senayan, yang katanya terhormat itu merasa lebih besar, lebih hebat, lebih segala-galanya sehingga harus seenaknya bebas lakukan apa saja. Termasuk mengesahan UU cipta kerja. Bahkan menggunakan beragam "modus" untuk kepentingan semata.
Hahahaha.. Sebagai wakil rakyat dengan kewenangan dan kuasa yang memang besar, mereka merasa berada di posisi istimewa. Jurus mentang-mentang dan ajipamungkas pun dilancarkan dewan, hingga  mengabaikan aspirasi publik.