PPI Belanda yang kita kenal sekarang tentu memiliki akar sejarahnya, mengingat sejarah organisasi pelajar Indonesia di Belanda itu sudah panjang usianya.Oleh karena itu, tentunya kepengurusan PPI Belanda sekarang melanjutkan apa yang telah dirintis dan diwariskan oleh para pendahulunya. Akan tetapi yang manakah sebenarnya ibu biologis mereka? Apakah Perhimpunan Hindia,PH, (Indische Vereeniging) yang berdiri tahun 1908? Ataukah pada Perhimpunan Indonesia, PI (Indonesische Vereeniging), suksesor PH, yang berdiri pada akhir 1922? Ataukah yang lain lagi?
Membaca profil PPI Belanda sekarang (lihat: http://ppibelanda.org/tentang-kami/; diakses 4-07-2016), diperoleh kesan bahwa organisasi yang mengklaim dirinya sebagai “salah satu organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia yang tertua [di dunia]” ini tidak memiliki tradisi suksesi yang berkelanjutan. Ada tahun-tahun yang vakum, dan terkesan juga bahwa generasi pengurus PPI yang lebih belakangan kurang mengenal kiprah para pendahulu mereka.
Dinyatakan bahwa “rintisan PPI Belanda sudah dimulai sejak 2003 oleh Nuki, Apif dan kawan-kawan” yang didukung oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Den Haag (kursif oleh Suryadi). Dikatakan pula bahwa mereka mencetuskan “ide pembentukan kembali PPI Belanda” karena organisasi ini “sempat ‘tidur’ pasca 1998 [...].” Akan tetapi di awal profil dijelaskan bahwa PPI Belanda adalah Perhimpunan Pelajar Indonesia di Belanda yang berdiri sejak 1922 di kota Leiden.” Sementara itu, tahun yang sama juga diklaim sebagai tahun berdirinya PPI Leiden. Di website PPI Leiden (lihat: https://ppileiden.org/2016/04/29/sejarah-ppi-leiden/; diakses 4-07-2016) dinyatakan: “Perhimpunan Pelajar Indonesia di Leiden atau PPI Leiden adalah kelanjutan dari Indonesische Vereeniging atau Perhimpunan Indonesia yang berdiri sejak 1922 di kota Leiden. Perkembangannya mengikuti bentuk yang dianggap perlu[,] sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Tahun 1922 dijadikan sebagai landasan historis organisasi [ini] karena pada tahun ini dicetuskan ‘organisasi orang Indonesia’ oleh ‘orang Indonesia’ dengan menggunakan nama ‘Indonesia’ yang pertama (Elson, 2008: 23).”
Esai ini menapaklitasi eksistensi dan dinamika organisasi pelajar Indonesia di Belanda di tahun 1950an dan ‘60an yang mungkin selama ini belum banyak diketahui oleh baik pengurus maupun anggota PPI generasi tahun 1980an sampai 2000an yang belajar di Belanda. Fakta historis ini boleh dijadikan pertimbangan, tentu boleh juga tidak, oleh PPI Belanda sekarang, dan juga oleh empat cabangnya – PPI Amsterdam, PPI Leiden, PPI Delft, dan PPI Utrecht – untuk menentukan usia biologis masing-masing.
Dalam majalah Chattulistiwa/De Evenaar, 5e Jaargang, No, 7, Mei/Juni 1952: 3 tercantum pengumuman sebagai berikut (Gambar 2):

Pengumuman di atas juga memberikan informasi lain yang juga penting: bahwa seiring dengan terbentuknya Pengurus Pusat PPI Belanda yang mula-mula berkedudukan di Delft (alamat: Caspar Fagelstraat 78), langsung dibentuk pula PPI cabang Amsterdam, Leiden, Delft, dan Utrecht. Sekitar tiga bulan kemudian, terbentuk pula cabang kelima, yaitu PPI Rotterdam, tepatnya pada tanggal 12 Juli 1952 (Chattulistiwa/De Evenaar, 6e Jaargang, No. 3, December 1952: 5; lihat pula: Nukilan Sejarah Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Cabang Rotterdam; diakses 4-07-2016).
Majalah Chattulistiwa/De Evenaar, 5e Jaargang, No. 7, Mei/Juni 1952: 3 juga mencatat susunan Pengurus pertama PPI Delf sebagai berikut:
“P. P. I. DELFT
Maka dengan ini saja beritahukan dengan hormat, bahwa Susunan Pengurus PERSATUAN PELADJAR INDONESIA tjabang Delft adalah sebagai berikut:
Ketua : R. J. S. Nimpoeno
Penulis : R. S. Hardjo Prakoso
Bendahari : Wibowo
Komisaris : N. Soetan Assin
A. Tajib
a.n. Pengurus,
R. S. Hardjo Prakoso
Prof. Schoenmakerstraat 19, Delft.”
Selanjutnya dicatatkan pula susunan Pengurus pertama PPI Amsterdam:
“P. P. I. tjabang AMSTERDAM
Pengurus P.P.I. tjab[ang] Amsterdam, berhasil [dibentuk], sbb:
Ketua : D. M. Sarapil (untuk sementara waktu)
Penulis : W. Lalusang, [alamat:] Frans v. Miesrisstraat 67, Amsterdam
Bendahari : Nona L. Panggabean
Pembantu : Tan Hwat Kie
Fr. Barkmeyer
T. A. Foead
Rapat anggauta: pada tanggal 6 DJUNI j.a.d., [1952] bertempat di WEST EINDE 3, Amsterdam mulai djam 8 malam.” (Chattulistiwa/De Evenaar, 5e Jaargang, No. 7, Mei/Juni 1952: 5).
“Adapun Susunan Pengurus P.P.I. tjabang Rotterdam” yang terbentuk kurang lebih tiga bulan kemudian, “selengkapnja adalah sebagai berikut” (Chattulistiwa/De Evenaar, 5e Jaargang, No. 7, Mei/Juni 1952: 5):
Sdr. Sahid Martosoebroto : Ketua (Ned. Econ. Hogesschool)
Sdr. Lauw Chuan Thio : Wakil Ketua (N.E.H.)
Sdr. Moeljoto Djojomartono : Penulis I (N.E.H)
Sdr. Sardjono : Penulis II (M.T.S.)
Sdr. Goenadi Nitimihardjo : Bendahari (G.U.A’dam)
Sdr. Salamoen : Komisaris I (Rijks Bel. Academie)
Sdr. O. Mokoginta : Komisaris II (M.T.S.)
Sdr. Soediarso : Ketua bg. Warta (N.E.H.)
Sdr. Soetadi Sukarja : Ketua bg. Peng. Umum (R.B.A.)
Sdr. Wirogo : Ketua bg. Olah Raga (N.E.H.)
11. Sdr. Imam Soerachno : Ketua bg. Kesenian (N.E.H.)”
Belum ditemukan catatan tentang susunan Pengurus pertama PPI Leiden dan PPI Utrecht pada tahun-tahun pertama berdirinya PPI Belanda/Nederland itu. Pelacakan ini agak sulit karena tidak seluruh edisi majalah Ganeça, majalah pertama PPI Nederland (lihat penjelasan di bawah), dapat dilacak sekarang. Untuk PPI Belanda/Nederland Cabang Leiden, baru kepengurusan 1956/57 diketahui, yaitu:
Ketua: Sdr. Tjong Toeng Lin
Penulis I: Sdr. I.N. Hidayat Lubis
Bendahari: Sdr. R. Mangunkusumo
Pembantu: Sdr. Sutari Prawiro-Widjojo
Alamat Sekretariat: Aoude Vest 35, Leiden, telp. 25183 (Ganeça, No. 2, Tahun ke-V, Februari 1957: 22).
Masa kerja Pengurus PPI Belanda adalah selama satu tahun. Pada tahun-tahun berikutnya, susunan kepengurusan lebih kompleks dibanding tahun-tahun awal berdirinya organisasi ini. Demikianlah umpamanya, susunan kepengurusan PPI Belanda periode 1956/1957 adalah sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada bulan Juni 1952, terbitlah nomor pertama majalah Ganeça yang disebut sebagai “Madjalah Persatuan Peladjar Indonesia (PPI)” (Gambar 4). Kelahiran majalah ini diberitakan dalam majalah Chattulistiwa/De Evenaar, 5e Jaargang, No. 8, Juli/Aug[ustus]/Vacantienummer 1952: 4. Ganeça berfungsi sebagai forum komunikasi dan “gelanggang pertukaran pikiran” di kalangan anggota PPI Belanda. Majalah ini berisi laporan mengenai berbagai kegiatan PPI Belanda, baik pusat maupun cabang-cabang, dan hal-hal yang terjadi dengan anggotanya (seperti berita keluarga, kelulusan, dan mahasiswa yang datang dan lulusan yang meninggalkan Belanda), artikel-artikel seni-budaya, dan berita-berita mengenai Tanah Air.


Keadaan mahasiswa Indonesia di Belanda tahun 1950an dan 1960an
Tahun 1950an, ketika hubungan Indonesian dengan Belanda sudah berangsur baik, namun masih ada masalah menyangkut Status Irian Barat, mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda meningkat lagi jumlahnya. Para mahasiswa bangkit, mengorganisasikan diri, dan berusaha memperbaiki keadaan yang begitu buruk, bahkan nyaris vakum, selama Perang Dunia II dan selama Revolusi Kemerdekaan Indonesia.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada masa itu, di Belanda sudah banyak juga perhimpunan-perhimpunan pelajar dan pemuda Indonesia, baik yang bersifat umum maupun khusus, baik yang berasal dari kalangan pelajar maupun dari kalangan orang biasa (imigran Indonesia dari berbagai profesi yang berada di Belanda). Pada era 1950an itu, untuk kategori organisasi pelajar, ROEPI (Roekoen Peladjar Indonesia), yang berdiri tahun 1936, masih tetap eksis, tapi namanya ditulis dengan ejaan baru: RUPI (Rukun Peladjar Indonesia). RUPI, yang memiliki cabang di beberapa kota, adalah paguyuban pelajar yang bersifat non politis, lebih menekankan kegiatannya dalam lapangan sosial dan kebudayaan.
Demikian juga halnya dengan Chung Hwa Hui (CHH), perkumpulan pelajar Indonesia keturunan Tionghoa. CHH adalah organisasi yang sangat solid. Anggotanya cukup banyak dan mereka memiliki persatuan dan ideologi yang kuat serta didukung oleh dana yang cukup. Klaas Stutje dalam artikelnya “The Complex World of the Chung Hwa Hui: International Engangement of Chineses Indonesian Peranakan Students in the Netherlands, 1918-1931”, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 171(4), 2015: 516-542, mengatakan:
“Although the peranakan Chinese population was a small minority in the Netherlands East Indies, the number of peranakan [Chinese] students was slightly higher than that of the ‘native’ Indonesian students who arrived in the Netherlands in the same periode. […] They were closely knit and better organized, and the population was big enough to build its own infrastructure parallel to the structures of the Indonesian students in the Netherlands.” (Stutje, hlm. 530)
CHH didirikan tahun 1911, 3 tahun setelah didirikannya Indische Vereeniging (PH) di Leiden (Stutje 2015: 250-251). Sampai tahun-tahun pertama abad ke-20 jumlah anggotanya sekitar 50an orang, tapi kemudian meningkat menjadi sekitar 150 orang setelah PD II. CHH memiliki cabang di setiap kota, seperti Piën Lun Hui (cabang Leiden), Chung San Hui (Cabang Amsterdam), dan Chin Hui (Cabang Delft). Jurusan favorit mereka: hukum Leiden, kedokteran di Amsterdam, teknik di Delft dan ekonomi di Rotterdam. Secara sosial CHH dekat dengan elite akademisi Belanda, berhubungan baik dengan organisasi-organisasi pelajar Belanda (Stutje 2015: 251). Berdasarkan pembacaan saya terhadap rubrik “SOCIETY-News” dalam edisi-edisi majalah Chattulistiwa/De Evenaar yang terbit dalam dekade 1950an, dapat dikesan bahwa jumlah mahasiswa Indonesia keturunan Tionghoa tetap signifikan di tahun 1950an.
Selain itu ada IMKI (Ikatan Mahasiswa Katolik Indonesia), yang tampaknya berdiri sekitar 1952 (atau mungkin lebih awal). IMKI juga mempunya cabang di beberapa kota. Majalah Chattulistiwa/De Evenaar, 5e Jaargang, No, 7, Mei/Juni 1952: 6 mencatat susunan Bestuur-nya:
“Preases : B. Moeliono
Vice Preases: Kho Khik Soen
Ab-actis : So Poo Giap
Questrix : Mej. Liem Sioe Gien
Adres van het Secretariaat: Rooseveltlaan 198 III, A’dam Z [Amsterdam Zuid].”
Mahasiswa-mahasiswi yang bergama Kristen membentuk PerKi (Persatuan Kristen Indonesia). PerKi, yang tampaknya sudah terbentuk lebih awal dari 1951, memiliki cabang di beberapa kota dan menerbitkan majalah sendiri yang berjudul Kesaksian. Pengurus PerKi (1952-1953) adalah sbb: Ketua Umum: P. H. S. Marpaung; Wakil Ketua Umum: T. W. Moelia; Penulis I: Surjanto Utomo; Penulis II: Oerip Hartojo; Bendahara: The Ing Lok; Pembantu Urusan Agama: R. M. Pakun; Pembantu Umum: G. M. Nainggolan. Alamat Bendahara Pusat: Schinkelhavenstraat 51, Amsterdam. Giro: 312795 (Chattulistiwa/De Evenaar, 6e Jaargang, No, 4, Februari 1955: 8).
Organisasi pelajar yang lain adalah IMPI (Ikatan Mahasiswa Psychologie Indonesia). De Evenaar/Chattulistiwa, 5e Jaargang, No, 5, Februari/Maart 1952: 10 memberitakan:
“‘Ikatan Mahasiswa Psychologie Indonesia’
Bersama ini kami beritahukan kepada seluruh organisatie2 serta teman2 mahasiswa/peladjar Indonesia di Negeri Belanda, bahwa semendjak tg 14 Februari 1950 telah didirikan sebuah rombongan kerdja Psychologie dan bernama:
‘Ikatan Mahasiswa Psychologie Indonesia’. Anggauta2 jang telah tertjatat ialah dari Faculteit2 Psychologie dari Amsterdam, Utrecht, Leiden dan Nijmegen. Mereka jang dapat diterima sebagai aggauta ialah pada mahasiswa jang datang dari Indonesia dan/atau akan kembali ke Indonesia, serta mata pelajaran Psychologie sebagai hoofdvak.
Susunan pimpinan:
Praeses: Sdr. Lie Pok Liem, Ab-actis: Sdr. Soemitro, Quaestor: Sdr. Yap Kie Hien, Ab-actiaat: Vinkenstraat 4, Leiden.”
Organisasi yang lain adalah B.P..P.I.A. (Badan Permusjawaratan Perkumpulan2 Indonesia di Amsterdam), berdiri pada tanggal 12 Februari 1953. Tujuan B.P.P.I.A. adalah: “Bekerdja bersama-sama dalam semua lapangan jang disetudjui oleh semua perkumpulan jang masuk dalam Badan ini, untuk kefaedahan masjarakat Indonesia di Amsterdam, Badan ini bersifat collegial.” (Chattulistiwa/ De Evenaar, 6e Jaargang, No, 5, Maart/April 1953: 5).
Ada juga Korps Kadet Laut di Den Helder, yang tampaknya sudah cukup lama juga usianya. Pada tgl. 8 Maret 1953 terbentuk pengurus barunya: Ketua: J.W. Adnan; Penulis I: Abdul Madjid; Penulis II: Kunto Wibisono; Bendahari I: Muljadi Muhiman; Bendahari II: S. Lubis (Chattulistiwa/De Evenaar, 6e Jaargang, No, 6, Mei 1955: 4).
Selain itu ada I.P.E.I. (Ikatan Peladjar Enschede dari Indonesia). Tahun 1953, tercatat Voorzitter-nya: Surjana; Vice Voorzitter: Kamaludin Sjah; Secretaris: Sudjai Martadihardja; Penningmeester: Prawoto; 2de Penningmeester: Lie Hwee Yoe; Alg. Commissaris: Tan Giem Yauw (Chattulistiwa/De Evenaar, 7e Jaargang, No, 1, October 1953: 8).
Ada pula Perintis Budaya (Perkumpulan Indonesia untuk kesenian dan kebudayaan). Pengurus baru pilihan rapat anggota tgl. 31/10/1953 adalah sbb: Ketua I: Lalu Usman; Ketua II: E. Karim; Penulis: H. Djohani; Bendahara: A. S. O. Haberham. Alamat Sekretariat: Oostsingel 77, Delft. (Chattulistiwa/De Evenaar, 7e Jaargang, No, 2, November 1953: 7). Organisasi lainnya adalah Jajasan PERMAI (Perumahan Masjarakat Indonesia), dan K.K.I. (Kring Kedokteran Indonesia), perkumpulan mahasiswa kedokteran, yang didirikan di Amsterdam tgl. 2 Mei 1954.
Mungkin masih ada beberapa organisasi orang Indonesia lainnya pada masa itu yang belum berhasil penulis identifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang non Islam sangat kuat organisasinya. Sedangkan mahasiswa yang bergama Islam tidak memiliki organisasi. Eksistensi mereka hanya kelihatan pada saat Lebaran saja.
Diskusi
Jika kita amati secara umum, terlihat bahwa PPI Belanda yang terbentuk pada tanggal 19 April 1952 itu memiliki karakteristik yang relatif berbeda dengan pendahulunya: PI dan PH. Ciri yang menonojol antara lain adalah: keanggotaan PPI Belanda bentukan selepas kemerdekaan itu sudah (berhasil) merangkul para mahasiswa keturunan Tionghoa. Bahkan di dalam kepengurusan, mereka berhak dan mendapat tempat. Hal ini sangat berbeda dengan situasi di era PI dan PH. Di era PI, misalnya, Baik di zaman Hatta maupun sesudahnya, sebagaimana dapat dikesan dalam studi Anne van Leeuwen, ‘De Perhimpoenan Indonesia, 1929- 1941’ [Doctoraalscriptie, Universiteit Utrecht, 1985], anggota CHH tidak pernah mendapat tempat (barangkali juga tidak mau) dalam kepengurusan PI.
PPI Belanda yang terbentuk tahun 1952 itu memiliki misi utama: mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini dapat dikesan dari banyak diskusi di antara anggotanya sendiri yang dicatat dalam edisi-edisi Ganeça. Ini jelas berbeda dengan misi PI yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajah (Belanda), dan misi PH yang antara lain meminta perhatian Pemerintah Kolonial Belanda untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat pribumi Hindia Belanda dan memberikan peluang yang lebih besar kepada mereka untuk meraih pendidikan serta menuntut agar kaum terpelajar pribumi diberi kesempatan yang lebih luas untuk ikut dalam pemerintahan dalam negeri (Binnenlands Bestuur).
Membaca edisi-edisi Ganeça, diperoleh pula kesan bahwa PPI Belanda yang lahir tahun 1952 itu lebih ‘independen’, dalam arti bahwa walaupun mereka disekolahkan oleh Pemerintah Indonesia, mereka tetap kritis terhadap pemerintah. Demikianlah umpamanya, Ketua PPI Belanda terpilih untuk periode kepengurusan 1956/1957, Basuki Gunawan (lihat Gambar 3), menyampaikan pidato inaugurasinya yang berjudul “Tentang Krisis Pimpinan” yang mengkritisi perseteruan politik yang makin menajam di antara pemimpin-pemimpin nasional di Tanah Air yang menurut pandangannya dapat mengancam keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia yang masih muda itu (lihat: Ganeça, No. 1, Tahun ke-V, Desember 1956: 7-12). Sebuah telegram dan sepucuk surat kawat juga dikirimkan oleh PPI Belanda kepada Presiden Soekarno yang mengingatkan beliau untuk berlaku bijak dalam menangani gejolak separatisme yang muncul di beberapa daerah, disertai dengan komentar berjudul 'Bung Karno, Quo Vadis?' yang dimuat dalam Ganeça, No. 2, Tahun ke-V, Februari 1957: 3. PPI Belanda juga sangat peduli dengan isu-isu politik internasional. Seorang mahasiswa dengan pseudonym ‘Kinantan’, misalnya, menulis artikel yang berjudul “Apakah Itu Negara Israel?’ dan berpendapat: “Selama Israēl masih membiarkan adanya kepintjangan2 dinegara mereka jang sangat mentjolok mata itu[,] Republik Indonesia jang mengakui dasar2 patja sila tak seharusnja mengakui kedaulatan negara Israēl terhadap tanah dan pennduduknja.” (Ganeça, Ibid.: 14-19, kutipan di hlm. 19). PPI Belanda juga memprotes penindasan yang dilakukan penguasa Hongaria dan Mesir terhadap rakyatnya. Dalam Kongres mereka di Wassenaar (10 November 1956), PPI Belanda “menjatakan protes keras terhadap penindasan manusia atas jang terdjadi di Mesir dan Hongaria.” (Ganeça, Ibid.: 13).
Adapun dalam soal-soal internal organisasi, hal-hal yang dialami oleh PPI Belanda tahun 1950an dan ‘60an ini kurang lebih sama dengan yang dialami oleh organisasi mahasiswa Indonesia terdahulu dan yang hadir belakangan, seperti rendahnya partisipasi para anggota, persoalan dana, dan perbedaan pandangan politik yang kadang-kadang menimbulkan friksi. Namun demikian, hal itu tentu tidak perlu dilihat sebagai sesuatu yang negatif, sebab persoalan-persoalan seperti itu adalah hal yang biasa terjadi dalam banyak organisasi mahasiswa. PPI Belanda tahun 1950an dan ‘60an tampaknya juga aktif dalam forum-forum kemahasiswaan di tingkat internasional, tapi terkesan tidak tergantung lagi kepada patron-patron Belanda seperti di zaman PH dan PI.
Sekedar Saran
Dari uraian di atas, ada beberapa saran yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh PPI Belanda sekarang. Seperti sudah saya katakan di atas, saran ini boleh diterima dan tentu saja juga boleh ditolak.
Dilihat dari karakteristik dan misinya, PPI Belanda yang lahir tanggal 19 April 1952 lebih tepat dijadikan titik awal untuk menentukan “usia biologis’ PPI Belanda sekarang, karena PPI Belanda yang terbentuk pada tanggal 19 April 1952 itu punya misi mengisi kemerdekaan Indonesia, tidak lagi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Misi itu jelas diemban pula oleh PPI Belanda sekarang. Sedangkan PI yang lahir di akhir 1922 lebih tepat disebut titik awal untuk merujuk akar hostoris PPI Belanda sekarang. PPI kelahiran 1952 itu memiliki cabang-cabang yang independen di beberapa kota Belanda, seperti halnya PPI Belanda sekarang. Ini berbeda dengan sistem organisasi PI yang hanya bersifat tunggal di mana para belajar Indonesia (masih sering disebut ‘Hinda Belada’ pada waktu itu ) yang belajar di berbagai universitas dan kota-kota yang berbeda di Belanda langsung menjadi anggotanya.
Tanggal 19 April 1952 mungkin dapat pula dijadikan sebagai dasar perhitungan lahirnya empat cabang PPI Belanda, yaitu PPI Amsterdam, PPI Leiden, PPI Delft, dan PPI Utrecht. Dan tanggal 12 Juli 1952 dapat dianggap sebagai awal berdirinya PPI Rotterdam. Sedangkan tahun 1922 (tarikh kelahiran PI) tentu dapat dijadikan dasar pijakan historis masing-masing cabang itu. Dalam kaitannya dengan hal ini, menarik juga melihat dinamika hubungan PPI Belanda sekarang dengan PPI-PPI kota. Seakan mengikuti transformasi politik di Tanah Air yang bergerak ke arah otonomi daerah, sekarang ini PPI Belanda hanya serstatus sebagai koordinator, sedangkan PPI-PPI kota berdiri independen. Mungkin oleh karena itulah mereka cenderung memakai kata 'perhimpunan' ketimbang 'persatuan' sebagaimana dipakai di tahun 1950an dan 1960an.
Perlu kiranya dilakukan penelitian historis yang mendalam dan ekstensif tentang sejarah PPI Belanda. Sejauh ini yang sudah cukup sering dikaji adalah sejarah perhimpunan-perhimpunan mahasiswa (asal) Indonesia dalam periode sebelum kemerdekaan, khususnya PI dan sedikit PH, seperti Van Leeuwen (1985), Harry Poeze (2008), dan Stutje (2015). Penelitian perlu dilanjutkan ke periode setelah kemerdekaan. Periode kemerdekaan ini pun harus dibedakan antara Zaman Orde Lama dan Zaman Orde Baru. Munculnya majalahbaru PPI Belanda Suluh pada paroh kedua 1960an tak lepas dari dinamika politik Indonesia yang juga memmpengaruhi kalangan mahasiswa Indonesia di luar negeri. Harus diakui bahwa dinamika PPI Belanda selepas kemerdekaan sampai sekarang belum diteliti secara mendalam. Hal yang sama terjadi juga pada PPI Dunia. Oleh karena itu kajian sejarah terhadap PPI Dunia perlu pula dilakukan. Diharapkan akan ada mahasiswa Indonesia sendiri yang mau mengkaji sejarah PPI Belanda dan/atau sejarah PPI Dunia untuk tingkat disertasi. Depdikbud RI tentu perlu mendukung penelitian tentang sejarah perkumpulan mahasiswa Indonesia di luar negeri ini.
PPI Belanda, baik pusat maupun cabang-cabangnya, sebaiknya melakukan pendokumentasian yang detail dan membuat pengarsipan yang rapi mengenai kegiatan-kegiatan mereka dan hal apapun yang terkait dengan mahasiswa Indonesia di Belanda. Bahan-bahan yang didokumentasikan dan diarsipkan oleh pengurus PPI dari satu periode harus diserahkan ke pengurus periode berikutnya. Alangkah baiknya pula satu kopiannya diserahkan ke satu perpustakaan di Belanda atau ke Kedubes Indonesia di Den Haag. Di zaman internet sekarang tentu bisa pula dibuat bank data yang lengkap secara online yang memuat aneka informasi tentang PPI Belanda. Dengan demikian, dokumen-dokumen sejarah tentang PPI Belanda dari satu kepengurusan ke pengurusan berikutnya akan tersimpan dengan baik dalam waktu yang lama.
Tentang Majalah Chattulistiwa/De Evenaar
Chattulistiwa/De Evenaar adalah salah satu majalah yang banyak mendokumentasikan kegiatan PPI Belanda pada tahun 1950an sampai awal 1960an. Berbeda dengan Ganeça, Chattulistiwa/De Evenaar diusahakan oleh orang Belanda. Pada judulnya tertulis: Chattulistiwa/De Evenaar: Mandelijks Contact-Orgaan van en voor Studenten uit Indonesia in Europa. Tapi sebelumnya disebutkan bahwa media ini adalah “Mandelijks Contact met Oosterse Studenten in Europa”. Majalah ini pertama kali terbit tahun 1947. Judul edisi-edisi awal hanya mencantumkan kata ‘De Evenaar’ saja. Kemudian, sekitar tahun 1952 pada judulnya ditambahkan terjemahan Indonesia kata ‘De Evenaar, yaitu ‘Chattulistiwa’ (ditulis dengan dua huruf ‘t’) (lihat: Chattulistiwa/De Evenaar, 5e Jaargang, No. 6, April 1952). Chattulistiwa/De Evenaar tampaknya mengemban misi pengkristenan. Hal itu terefleksi jelas pada edisi-edisi majalah ini sebelum 1950, yang memakai lambang salib (Gambar 6). Sudah lama terdengar adanya pendekatan yang dilakukan oleh misi Kristen terhadap para pelajar Indonesia yang beragama Islam (lihat: Tjok, “Tiba di Negeri Belanda [1937]”, Pantjaran Amal. Madjallah Moehammadijah Tjabang Betawi, No. 19, 1937: 493-494; https://niadilova.wordpress.com/2016/03/17/kilas-balik-tiba-di-negeri-belanda-1937/; diakses 8-07-2916). Belum diperoleh informasi kapan Chattulistiwa/De Evenaar terakhir kali terbit. Studi kepustakaan yang penulis lakukan menunjukkan bahwa paling tidak Chattulistiwa/De Evenaar masih terbit sampai tahun 1961.

Dr. Suryadi, MA.
Staf pengajar Department of South and Southeast Asian Studies
Institute for Area Studies, Universiteit Leiden, Belanda
(http://www.universiteitleiden.nl/en/staffmembers/surya-suryadi)
(https://niadilova.wordpress.com/)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI