Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis dari Kampung Untuk Dunia dan Semesta

18 April 2021   12:40 Diperbarui: 18 April 2021   13:13 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Hicham di sawah, Rasabou-Hu'u, Kabupaten Dompu-NTB, 

SETELAH basah dan lelah dengan kenangan. Dia tetap menjadi pembelajar yang baik. Mengasah kemampuan menulisnya dengan membaca sebanyak tulisan para senior, baik yang masih aktif di media nasional maupun yang pensiun tapi masih aktif menulis. Sedikit dari mereka dikenalnya secara tidak langsung. Tapi dia tahu mereka adalah penulis ulung di medianya masing-masing. Di era digital ia terhubung. Tinggal di desa dengan jaringan handphone ala kadarnya, ia memanfaatkan semaksimal mungkin untuk membaca dan menulis fenomena sekitarnya untuk dikabarkan.

Di tempat tinggalnya, tidak banyak yang tertarik berkubang dengan dunia kepenulisan. Terlebih menjadi pewarta. Wartawan. Dunia wartawan masih sepi di minati. Entah apa alasannya. Puluhan sarjana dimana dirinya berpijak, bejibun menjadi guru dan bekerja di rumah sembuh. Nampaknya dirinya seorang yang memilih dunia tulis menulis. Ia berkomitmen untuk menyebarkan informasi dengan sayap lini masa dunia maya tentang kampung halamannya kepada dunia luar.

Dokpri. Dusun Kuta, Dompu-NTB
Dokpri. Dusun Kuta, Dompu-NTB
Dok. Rumah Raden't
Dok. Rumah Raden't
Ia bergerak karena inisiatif tanpa pernah mempertimbangkan finansial. Baginya ada banyak hal positif yang ia lihat dan ditemuinya dari aktivitas yang dilakukan orang-orang yang ada di kampungnya. Ia cinta terhadap tempat dimana ia lahir dan mengenal dunia. Cinta itu, ia ingin buktikan dan menulisnya dengan hati. Tulus. Tidak hanya untuk semesta, tetapi juga untuk generasi mendatang.


Ia tahu bahwa dirinya bukanlah penulis kawakan. Atau penulis yang berangkat dari dunia jurnalistik dengan segala teori yang menuntunnya. Dirinya hanya bermodalkan kemauan, keseriusan sembari menjaga komitmen untuk terus belajar kepada para penulis yang berseliweran dengan ragam tulisannya memenuhi rak media sosial.

Dokpri. Rumah Raden't
Dokpri. Rumah Raden't
Dokpri. Bagian belakang rumah
Dokpri. Bagian belakang rumah
Dalam menulis, ia lebih tertarik mengangkat hal-hal yang tidak terlalu populer di mata publik. Ia jarang menulis isu politik, ekonomi dengan segala tetek bengek mikro makronya. Ia pun tidak terlalu tertarik mengurai masalah kriminal. Ia melihat sepotong realitas, merangkainya dengan kalimat sederhana, lalu di kabarkannya di media sosial lewat platform media yang ia kelola. Petani yang mencangkul, seorang yang mengambil rumput laut adalah sedikit objek yang dibidiknya untuk ditulis.

Menurutnya, beragam fenomena yang ditangkapnya layak untuk diangkat di meja publik. Memberi kabar bahwa di sini ada yang terjadi. Bagian dari peristiwa dunia, dimana masyarakatnya mempunyai keunikan sendiri untuk di ketahui publik. Fenomena yang terjadi memiliki warnanya di setiap denyut pergantian waktu. Ada yang hitam, tapi tidak sedikit mengurai air mata untuk ditulis agar menjadi jejak digital bahwa di sini pernah terjadi sesuatu.

Dok. Raden't
Dok. Raden't
Dokpri. 
Dokpri. 
Satu contoh, ketika banjir bandang yang menerjang desa Daha (28/2/2021) & (9/3/2021) adalah satu peristiwa sejarah yang membuat hati banyak pihak peduli. Peduli atas nama kemanusiaan. Dan dia menulisnya dengan hati. Tidak cukup sampai di situ, bahkan dirinya mengambil bagian untuk membantu korban banjir bandang dengan menyalurkan bantuan. Tulisan itu masih mengendap dan terbenam dalam lini masa dunia maya. Bukan ke rumah Luna Maya.

Ia merasa beruntung di era digital yang semakin massif seperti sekarang ini. Dimana ia dengan mudah mengakses informasi serta tulisan para pesohor kepenulisan. Dan sebaliknya ia pun dengan mudah memberi informasi kepada dunia dan semesta, tentang kampung halamannya lewat tulisannya yang sederhana.

Dokpri. 
Dokpri. 
Dirinya menyadari, bahwa di butuhkan proses yang tidak sebentar untuk menjadi penulis yang handal. Tapi, saat ini ia tetap menepatkan dirinya menjadi murid yang baik untuk terus belajar. Semua orang dipandangnya guru, sepanjang memiliki tulisan dan karya. Ia tidak memilih tulisan tertentu untuk dibaca. Sepanjang menarik ia akan menuntaskannya hingga titik terakhir. Sebut saja penulis seperti Yusran Darmawan dengan rumah tulisnya Timur-Angin. Reza Patria dan Abdi Mahatma dengan tulisan-tulisannya yang bernas. Mereka adalah sedikit nama yang menjadi referensinya dalam menulis. Ia kagum pada mereka yang mampu membuat pembaca terlena dan hanyut dalam tulisannya.

Dokpri. 
Dokpri. 
Ia masih di sini. Masih menjadi murid yang baik bagi dunia dan semesta. Kelak ia ingin menjadi penulis yang dibanggakan bagi semesta. Menebar benih kebaikan lewat tulisan. Merubah peradaban dengan uraiannya tentang realitas kehidupan. Memilih jalan sunyi. Sepi. Bahkan tidak ada kawan untuk diajak bersenda gurau diperjalanan memang bukan hal yang mudah. Tapi ia terus meyakinkan diri, akan ada tepuk tangan yang membahana di udara pada akhir perjalanan ini. Lebih dari itu, semoga bernilai ibadah di sisi Tuhan yang maha esa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun