Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Belajar Memasak, Teringat Masakan Ibu di Kampung

28 Februari 2020   16:34 Diperbarui: 28 Februari 2020   16:31 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya aku bukan orang yang suka memasak, apa lagi ahli memasak. Nonton orang yang memasakpun jarang aku aku lakukan. Tapi, kalau urusan makan, tentu jangan ditanya lagi. Apa lagi makan makanan ala kampung, seperti nasi putih, sayur bayam dan daun kelor ditambah dengan ikan bakar, Ooh, sungguh menggugah selera.

Masa-masa di kampung dulu, setiap saat aku menyaksikan ibuku memasak. Dengan menggunakan tungku dan kayu, dengan asapnya memenuhi langit-langit dapur, ibuku tetap setia duduk sampai masakannya benar-benar jadi. Kadang pula ibuku memasak di samping rumah, dan kami anak-anaknya menemaminya sambil duduk melingkari tungku masakan. 

Ibuku adalah chef keluarga, sebelum adik perempuanku menjadi gadis seperti sekarang ini. Urusan dapur ibuku jagonya. Masakan ibu, merupakan masakan yang selalu spesial di keluarga kami. Rasa dan lezat masakannya tak tergantikan oleh masakan ala hotel sekalipun. 

Namun, setelah aku diperantauan, ketika aku merindukan kebersamaanku di dengan ibu, aku juga merindukan masakannya. Di perantauan sesekali aku singgah dan mencoba makan makanan yang kata sebagian orang, merupakan yang berkelas. Setelah kucoba dan menikmatinya, aku merasakan hal yang biasa-biasa saja. Jika dibandingkan dengan hasil masakan ibuku di kampung, tentu sangat berbeda. Dalam masakan ibuku, terkandung cinta serta ketulusan yang menundukan rasa semesta. Ia menyatu dengan tulang dan daging, mengalir dalam darah, kemudian berwujud pada kerinduan yang mendalam kala menjauh. 

Ibuku memang tidak pernah mengangkat trofi karena menjuarai lomba memasak. Ia tidak pernah masuk TV, karena mengikuti lomba memasak pada program tertentu. Lalu dinilai oleh mereka-mereka yang dianggap ahlinya dalam urusan memasak. Namun, masakan ibuku adalah segalanya bagiku. 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Ketika aku diminta untuk ikut memasak dalam satu kegiatan di sekolah, aku sempat teringat masakan ibuku di kampung. Kali ini aku mencoba merasakan bagaimana bergumul dengan percikan minyak goreng, panasnya api dan kecekatan dalam memasukan ikan  dan sayur dalam wajan. Memastikan yang dimasak apakah benar-benar sudah dihidangkan, begitu juga dengan piring, dan alat-alat memasak lainya sudah benar-benar tersedia untuk menunjang kelancaran masak memasak. Itulah sebagian kecil hal yang dilakukan ketika melakukan proses memasak. 

"Ooh. Ternyata tidak mudah juga ya" Gumamku. Aku tidak bisa membayangkan kesabaran ibuku memasak dengan peralatan ala kadarnya. Jika, dibandingkan dengan kondisi saat ini. Orang tidak perlu lagi masuk hutan mencari kayu bakar digunakan untuk memasak. Cukup memasukan beras dalam resource, kemudian memcoloknya di aliran listrik, tunggu beberapa menit kemudian nasinya pun bisa dihidangkan. Cukup mudah. 

Kemajuan teknologi telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi umat manusia. Tak terkecuali alat masak-memasak. Ketika beberapa bulan yang lalu aku pulang kampung, aku menyaksikan ibuku tidak sering lagi memasak dengan menggunakan tungku seperti dulu. Kalaupun ia lakukan hanya sesekali saja. Ia nampaknya mengikuti perkembangan zaman dengan teknologinya yang memberikan kemudahan-kemudahan bagi umat manusia. 

Ketika proses memasak di sekolah, akupun memetik banyak pelajaran. Ternyata benar kata orang bijak, bahwa proses itu lebih penting dari hasil. Sebab, pada proses itulah seseorang bisa merasakan bagaimana sesuatu itu diwujudkan dengan tidak mudah. Tidak semudah kata-kata, tidak semudah rencana atau konsep yang kadang dianggap paling sempurna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun