Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gadis Lugu di Alunan Taman Kota

19 Januari 2020   10:18 Diperbarui: 19 Januari 2020   10:48 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba saja aku hanyut dalam tatapanku terhadap seorang perempuan. Wajahnya yang begitu ayu aku dibuat manja olehnya. Dia sendiri? Ya dia sendiri, karena sedari tadi aku memperhatikannya. Dia masih setia duduk di ujung taman, sambil sesekali melihat di sekelilingnya. 

Pandangannya menyapu yang terlihat. Seperti mentari pagi ini yang setia menyapa semesta. Inginku menghampirinya, menyapanya, menanyakan siapa namanya, tinggalnya dimana, bersama siapa dia datang ke taman pagi ini, dan bagaimana dia merawat wajahnya yang cantik jelita itu atau apakah dia masih gadis atau sudah punya pendamping hidup.Pertanyaan demi pertanyaan hanya bisa menari-nari saja dipikiranku, aku merasa tak bernyali untuk menghampiri dan berbicara langsung dengan perempuan secantik dirinya. 

Baru kali ini aku melihat perempuan yang mampu mengalihkan duniaku di pagi ini. Apakah dia tahu aku sedang mengangguminya. Aku pikir dia sedang memikirkan sesuatu, memikirkan masa depannya, memikirkan bagaimana dia bisa hidup bahagia bersama orang yang di cintainya. Bagaimana aku bisa tahu, aku juga tidak tahu kenapa aku bisa tahu dia berpikir demikian. Atau jangan-jangan ini hanya pikiranku saja. Aku harap kamu bisa mengerti perasaan seorang laki-laki seperti diriku yang sedang memiliki rasa pada seorang perempuan. Aku pikir jika engkau berada pada posisiku, mungkin engkau akan merasakan halnya sama. Sekali lagi aku harap engkau dapat mengerti perasaanku.

Taman kota di pagi ini cukup ramai pengunjung. Tapi pandanganku masih di alamatkan pada seorang perempuan diujung taman, hanya sesekali kualihkan pandanganku pada aktifitas warga kota di taman ini. Kota dengan segala dinamikanya, kota dimana aku salah satu penghuninya begitu juga dengan perempuan diujung taman itu. Kota ini mestinya harus bangga dihuni oleh perempuan cantik seperti yang kulihat di pagi ini. Perempuan yang bermata sipit dengan kulitnya yang putih nan mulus, dengan rambutnya dibiarkan terurai. Dia seperti orang yang berasal dari negeri tirai bambu, dan bahkan mirip dengan artis-artis dari negeri ginseng. 

Hmmm.. Lagi-lagi itu hanya perkiraanku saja, sebab sampai detik ini aku belum punya keberanian untuk berkenalan dengannya. Aku punya satu harapan semoga pekan berikutnya aku masih bisa melihatnya duduk diujung taman, sendiri. Ya sendiri, dan perasaanku akan berbeda jika dia datang dan ditemani oleh seorang laki-laki disampingnya. 

Mungkin ini yang disebut cinta, seperti dalam lirik sebuah lagu bahwa cinta berasal dari tatapan lalu turun kehati. Aku sebenarnya bukan laki-laki yang mudah jatuh cinta  kepada seorang perempuan. Namun, kali ini sungguh berbeda dan sangat-sangat berbeda. Aku berharap kamu jangan tanya kenapa. Sebab, harap kamu tahu saja ya, ini urusan hati dan rasa, dan tak mudah untuk dilogikakan, walaupun diutarakan dengan kata-kata sekalipun tak sepenuhnya terwakili. 

Orang bilang cinta itu buta, mungkin ada benarnya. Cinta bisa menghitamkan kejernihan pikiran seseorang, menghanyutkan walau ia tak berada kedalaman air, melemahkan yang bernyali dan membungkam yang bersuara. Cinta memang misterius. Seperti misteriusnya perempuan yang kujumpai di pagi ini. 

Tiba-tiba adzan subuh membangunkanku dari tidur panjang yang penuh rasa. Ternyata aku bermimpi. Bermimpi seorang perempuan yang bermata sipit. Mataram, 18/01/2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun