Keinginan yang Bukan Kebutuhan Perlu Ditunda atau Dilupakan Saja?
"Manusia mempunyai kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Jika kebutuhan  primer sudah terpenuhi, tentu kebutuhan sekunder akan diupayakan terpenuhi juga. Setelah itu, keinginan yang lain mungkin masih ada. Bagaimana menyikapi keinginan yang mungkin begitu banyak?"Â
Pagi hari ini saya membeli air minum isi ulang di tempat (depot/depo) seperti biasa. Depot atau depo itu berdekatan dengan penjual sate ayam plus lontong yang cukup enak. Beberapa bulan silam saya pernah membeli sate ayam di sana. Pembeli cukup banyak.Â
Bukan hanya mengendarai sepeda motor, pembeli yang mengendarai mobil pun juga ada. Menurut saya, sambal kacangnya yang menjadi daya tarik. Kalau sate ayamnya tidak jauh berbeda dengan sate ayam di tempat lain. Bumbu kacang yang diguyurkan dalam potongan ayam yang disunduk atau dirangkai dalam sebilah bambu tipis itu yang membuat "nagih".
Pada saat saya menunggu air isi ulang dimasukkan ke dalam galon yang saya bawa dari rumah, saya sempat memperhatikan beberapa pembeli yang datang dan pergi.Â
Ada keinginan untuk membeli sate ayam itu. Beli dua puluh ribu sudah cukup untuk makan berdua dengan istri tercinta. Namun, keinginan itu segera saya tepis. Pagi sehabis subuh, saya sudah sarapan nasi dengan lauk rawon daging sapi yang cukup enak. Setelah itu, saya juga sudah menikmati secangkir kopi ginseng hangat plus camilan bepang/jipang. Perut saya masih cukup kenyang.
Keinginan itu pun saya urungkan. Mungkin bisa besok atau lusa jika ingin membeli sate ayam. Aktivitas membeli dua galon air minum isi ulang pun dapat saya selesaikan dengan lancar. Jalanan yang agak ramai tidak menjadikan kendala.
Setelah selesai meletakkan dua galon di dekat pintu dapur, ada keinginan (lain) untuk membeli buah pisang. Sudah beberapa hari saya tidak makan buah pisang.
Buah pir (pear) dan buah apel yang saya beli pekan lalu belum habis. Hanya buah semangka yang sudah ludes tanpa sisa. Keinginan untuk membeli buah pisang segera saya urungkan.
Di Rumah Ada Camilan Singkong Goreng
Istri saya sudah menyiapkan singkong goreng di meja dapur untuk camilan. Saya segera menikmati sambil minum air putih. Saya perhatikan istri tercinta sedang memotong-motong sesuatu. Saat saya tanya, ia menjawab bahwa oleh-oleh dari adik ipar di Jawa akan dijadikan kerupuk.Â
Pada saat kami akan kembali ke Kalimantan Timur, adik ipar memberi oleh-oleh buatan tangannya sendiri, yaitu empek-empek kampung. Bukan empek-empek ala Palembang.Â
Sekali-dua kali, istri tercinta menggoreng empek-empek itu. Ada rasa bosan atau malas makan jajanan seperti itu (lagi). Akhirnya, ada ide untuk menjemur empek-empek itu setelah dipotong tipis-tipis.
Kebutuhan Primer Diutamakan
Bukan hal yang luar biasa jika seseorang atau keluarga akan mengutamakan kebutuhan primer terlebih dahulu. Ketersediaan beras, minyak goreng, sayur-mayur, lauk-pauk, dan kebutuhan dapur lain menjadi perhatian utama.
Apabila ketersediaan bahan pangan cukup untuk minimal tiga hari atau sepekan ke depan, bolehlah berpikir untuk memenuhi kebutuhan sekunder. Mungkin sarana transportasi yang menjadi kebutuhan sekunder karena menunjang untuk mencari nafkah (bekerja). Untuk itu kebutuhan bahan bakar kendaraan dan perawatan sepeda motor menjadi perhatian kedua.
Untuk orang-orang tertentu, kebutuhan primer tidak lagi berupa kebutuhan makan karena kondisi kesehatan tertentu. Mereka justru tergantung atau menggantungkan diri pada obat-obatan dokter. Jika stok obat-obatan sudah menipis atau sudah habis sama sekali, mereka akan segera mengusahakannya dengan berbagai cara demi kelangsungan hidupnya.
Meskipun untuk kebutuhan makan belum tercukupi untuk dua atau tiga hari ke depan, mereka lebih mengutamakan membeli obat-obatan yang dianjurkan dokter.
Nah, penerapan di masyakarakat untuk kebutuhan primer dapat berbeda bergantung pada usia dan kondisi kesehatan. Seseorang akan rela menjual harta miliknya demi memenuhi kebutuhan untuk sehat. Bagi mereka kesehatan lebih utama daripada harta yang menumpuk.
Pada sebagian orang, keinginan bisa saja lebih besar atau lebih banyak daripada kebutuhan. Seseorang yang memiliki gaji lima juta rupiah mungkin dengan empat juta rupiah sudah dapat memenuhi kebutuhan (primer dan sekunder). Namun, keinginannya bisa jadi lebih dari tiga juta rupiah dalam satu bulan.
Keinginan yang tidak mendesak, misalnya ingin membeli ponsel baru, dapat ditunda atau dilupakan sama sekali. Keinginan ditunda jika memang dibutuhkan untuk menunjang pekerjaan. Namun, keinginan dapat pula diabaikan jika hanya untuk memenuhi gaya hidup (untuk pamer).
Kompor di dapur sudah sering ngadat atau nyala apinya tidak stabil, nah ini kebutuhan yang perlu dipikirkan. Jika dapat ditunda bulan berikutnya, itu bagus. Dana perlu disiapkan (hasil menabung).
Kebutuhan Nonmateri
Selain kebutuhan bersifat materi, ada kebutuhan lain yang tidak kalah penting, yaitu kebutuhan rohani. Seseorang butuh ketenangan, kebahagiaan, dan ketenteraman batin.
Setelah kebutuhan materi baik yang primer maupun sekunder tercukupi, kebutuhan nonmateri pun perlu dipikirkan. Seseorang akan dapat merasa tenang jika dapat menjalankan ibadah dengan sungguh-sungguh. Berbeda dengan orang yang belum melaksanakan ibadah dengan baik, ada kemungkinan perasaan gelisah akan muncul.
Untuk itu, meskipun seseorang tercukupi kebutuhan secara materi, belum tentu ia akan tercukupi kebutuhan rohaninya. Mungkin ia kurang bahagia, kurang tenang pikirannya, dan sebagainya.
Untuk memenuhi ketenangan, kenyamanan, dan rasa bahagia, tidak boleh ditunda-tunda! Segeralah berupaya agar dapat hidup tenang, nyaman, dan bahagia.
Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan rohani tersebut adalah dengan cara mendekatkan diri kepada yang menciptakan kita. Dengan beribadah secara baik dan benar, diharapkan kebutuhan rohani akan tercukupi.
Perasaan tenang akan didapatkan. Perasaan nyaman akan diperoleh, meskipun mungkin kebutuhan materi belum maksimal. Masih ada kebutuhan yang sedang diusahakan pemenuhannya. dengan rajin berdoa dan berusaha semaksimal mungkin, diharapkan semua kebutuhan dapat segera terpenuhi.
Keinginan yang lain-lain yang benar-benar diharapkan segera terwujud, dapat diperjuangkan dengan dukungan anggota keluarga, usaha maksimal, dan doa yang tiada henti.
Marilah kita selalu bersyukur dengan hal-hal yang sudah ada. Dengan banyak bersyukur, diharapkan rasa puas dan senang akan tercipta.***
Ditulis di Penajam Paser Utara, 22 September 2025Â Â Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI