Mohon tunggu...
Supriardoyo Simanjuntak S.H.
Supriardoyo Simanjuntak S.H. Mohon Tunggu... Lainnya - Pembela Umum LBH Mawar Saron Jakarta

Hukum Untuk Manusia Bukan Manusia Untuk Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lulusan Pendidikan Tinggi Sebagai Kontestan Pemilu Akan Meningkatkan Kualitas Pemimpin Negeri

11 April 2021   10:35 Diperbarui: 11 April 2021   14:56 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara umum Pemilihan Umum merupakan arena untuk membentuk demokrasi perwakilan dan melakukan periodesasi pemerintahan secara berkala, sekaligus sebagai pilar utama melibatkan masyarakat dalam menggantikan pemimpinnya baik dari tingkat pusat hingga tingkat daerah. Sebagaimana disampaikan oleh Ali Moertopo “pemilihan umum adalah sarana yang tersedia bagi masyarakat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi”. Pemilihan Umum yang dimaksud sesuai dengan Pasal 1 angka (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu adalah “sarana kedaulatan rayat untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih DPRD”. Namun ketika Draf RUU Pemilu tahun 2020 disahkan maka yang dimaksud dengan Pemilihan Umum adalah “sarana kedaulatan rakyat untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota”

Munculnya Draf RUU Pemilu tahun 2020 semata mata untuk memperbaharui dan memperbaiki UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 7 Tahun 2017 yang dirasa perlu disatukan, disederhanakan dan sesuai dengan perkembangan demokrasi dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Penggabungan beberapa undang-undang tersebut diharapkan mampu memberikan transformasi dalam Pemilihan umum. Salah satu perkembangan demokrasi dan dinamika bangsa dalam RUU Pemilu Mengenai Persyaratan Pencalonan yang diatur dalam Pasal 182 ayat (2) huruf J yang secara tegas menjelaskan bahwa calon kontestan pemilu harus berpendidikan paling rendah lulusan pendidikan tinggi atau yang sederajat. Berbeda hal dengan persyaratan pencalonan Seperti Calon Presiden atau Wakil Presiden dalam Pasal 169 huruf r UU Nomor 7 Tahun 2017 menjelaskan “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.

Mencermati undang-undang pemilu dan Draf undang-undang pemilu sudah sangat jelas bahwa Pendidikan merupakan syarat yang mutlak untuk kontestan pemilu. Oleh karena itu menurut penulis bahwa syarat minimal lulusan pendidikan tinggi merupakan langkah yang tepat diberlakukan dan diterapkan meskipun bukan berarti dapat mengukur kemampuan setiap kontestan pemilu. Bila ditelaah lebih luas, seharusnya syarat untuk menjadi kontestan pemilu harus lebih ketat. Mengapa? Karena posisi yang akan diduduki oleh kontestan tersebut merupakan posisi yang sangat sentral dan strategis. Menurut penulis terdapat dua hal yang menjadi pertimbangan:

Pendidikan tinggi diharapkan mampu memperbaiki kualitas Kontestan Pemilu

Meningkatkan kualitas manusia dengan cara menuntut ilmu setinggi tingginya sehingga akan melahirkan pola pikir yang terbiasa berfikir secara kritis untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Kemudian cara berkomunikasi yang lulus pendidikan tinggi sudah lebih tertata dan lebib berkualitas mengingat dalam pendidikannya telah dilatih untuk bisa berkomunikasi dengan baik. Selanjutnya bahwa dalam pendidikan tinggi seseorang sudah tentu mempunyai keahlian yang lebih khusus sehingga orang tersebut sudah memiliki satu keahlian yang bisa dipakai ketika menjabat dalam suatu instansi. Oleh karena itu, bahwa syarat minimal pendidikan tinggi sebagai syarat calon DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota merupakan suatu trobosan untuk lebih meningkatkan kualitas calon-calon tersebut.

Syarat pendidikan menjadi kontestan politik setidaknya sejajar dengan syarat menjadi pimpinan lembaga negara lainnya yang tidak melalui pemilu

Kedudukan DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota merupakan suatu posisi yang sangat strategis dalam pemerintahan Indonesia. Sehingga dalam menentukan posisi tersebut dibutuhkan syarat yang lebih ketat sehingga diharapkan masyarakat bakalan memilih yang terbaik dari yang terbaik. Perlu disadari bahwa syarat pendidikan sangat penting untuk menentukan kemampuan seseorang kandidat. Oleh karenanya tidak ada salahnya jika dilakukan perbandingan dengan lembaga negara seperti KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 21 huruf (f) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi “berpendidikan paling rendah strata 1 (S-1) untuk calon anggota KPU, KPU Provisi dan paling rendah sekolah menengah atas atau sederajat untuk anggota KPU Kabupaten/Kota” bila mencermati bunyi pasal tersebut sangat jelas bahwa untuk menjadi calon anggota KPU dan KPU Provinsi wajib memiliki pendidikan S-1 Sederajat, artinya bahwa KPU sangat memperhatikan syarat menjadi calon anggota KPU itu sendiri. Bila dicermati kedudukan dan tugas yang diemban setelah kontestan pemilu selesai maka kedudukan DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD, Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota sangat lebih komprehensif dan lebih berat dibandingkan  KPU. Oleh karena itu maka syarat minimal pendidikan tinggi sangatlah tepat diterapkan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun