Mohon tunggu...
Muhammad supriandi
Muhammad supriandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas muhammadiyah malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Peduduk Pancasila sebagai Pilar Sosial Budaya di Indonesia

27 Desember 2023   19:44 Diperbarui: 27 Desember 2023   19:46 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pancasila, sebagai dasar negara Republik Indonesia, membentang sebagai landasan filosofis yang jauh melampaui sekadar serangkaian prinsip konstitusional. Lebih dari itu, Pancasila menjelma menjadi pilar kokoh yang mengakar dalam setiap lapisan kehidupan masyarakat Indonesia (Safitri dan Dewi, 2021).. Sebagai pandangan hidup yang mencerminkan nilai-nilai universal, Pancasila tidak hanya menyediakan suatu kerangka konseptual bagi pembentukan negara, tetapi juga membentuk dan menciptakan identitas kolektif bangsa. Dalam dinamika keberagaman sosial budaya yang kaya, Pancasila menjadi perekat yang mempersatukan, menghormati, dan merangkai berbagai suku, agama, dan tradisi menjadi satu kesatuan harmonis. Melalui sila-sila yang terkandung di dalamnya, Pancasila memberikan arah moral dan spiritual, mengajarkan kesatuan, keadilan, dan keseimbangan dalam mengelola kompleksitas kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, Pancasila bukan hanya sebagai konsep teoritis, tetapi sebuah entitas yang hidup, berinteraksi, dan bersinggungan langsung dengan realitas sehari-hari masyarakat Indonesia, membimbing perjalanan bangsa ini menuju tujuan bersama yang lebih baik.
 
Dalam landasan keberagaman sosial budaya yang begitu kaya, Pancasila bukan hanya menjadi satu dari sekian banyak ideologi atau sistem nilai; sebaliknya, ia mengemuka sebagai kekuatan sentral yang menggambarkan substansi dan arah moral bagi masyarakat Indonesia. Keragaman tersebut, yang menghiasi kain warna-warni kehidupan sehari-hari, menemukan fondasinya dalam prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, membentuk dasar untuk menghormati dan merayakan berbagai bentuk kepercayaan spiritual dan agama, menciptakan landasan harmoni religius di tengah-tengah keragaman. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjadi pedoman moral dalam memperlakukan satu sama lain, membimbing individu dan kelompok untuk menjalin interaksi yang adil, penuh kasih, dan berbudaya (Efendi dan Sa'diyah, 2020).
 
Namun, kekuatan sejati Pancasila melibatkan keterlibatan yang lebih dalam dengan keberagaman sosial budaya. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengajarkan tentang pentingnya persatuan di tengah-tengah perbedaan, menawarkan kerangka kerja untuk merajut simpul persatuan nasional yang erat di antara ratusan kelompok etnis dan budaya yang ada. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menggugah kesadaran akan partisipasi aktif masyarakat dalam mengelola dan membentuk kebijakan yang mencerminkan kebutuhan dan aspirasi berbagai lapisan masyarakat.
 
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat, tak sekadar menjadi slogan, melainkan suatu komitmen untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban, distribusi kekayaan, serta akses terhadap pendidikan dan kesehatan di seluruh spektrum masyarakat. Pancasila, dengan demikian, tidak hanya menjadi panduan moral, tetapi juga instrumen konkret yang membentuk arah dan karakter dinamika sosial budaya Indonesia. Dengan memelihara harmoni di tengah keragaman, Pancasila bukan sekadar menjadi konsep ideologis yang terpaku pada kertas konstitusi, melainkan daya hidup yang mengalir dalam darah kehidupan sehari-hari, memberikan makna dan tujuan bagi masyarakat Indonesia dalam menjalani perjalanan bersama menuju masa depan yang lebih terang dan inklusif (Efendi dan Sa'diyah, 2020).
 
Keterkaitan antara Pancasila dan sosial budaya Indonesia merangkum suatu perjalanan nilai-nilai dan prinsip yang melibatkan harmoni, toleransi, serta keadilan. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan fondasi spiritual yang menjembatani perbedaan kepercayaan di tengah-tengah masyarakat yang heterogen. Pancasila menghormati keragaman agama dengan memberikan ruang bagi setiap individu dan kelompok untuk menjalankan keyakinan mereka tanpa takut terhadap diskriminasi. Inilah yang membentuk landasan kuat untuk toleransi antar-agama, menciptakan lanskap keberagaman yang menjadi kekayaan kultural bangsa (Jannah dan Dewi, 2021).
 
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menjadi panduan moral dalam mengelola interaksi sosial. Dalam masyarakat yang beragam, sikap empati dan keadilan menjadi mata rantai utama untuk membina hubungan antarindividu dan kelompok. Pijakan moral ini mendorong individu untuk bersikap adil dan beradab, menghormati hak-hak asasi manusia, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang latar belakang agama, suku, atau budaya. Dengan demikian, Pancasila tidak hanya menjadi dasar konstitusional formal, tetapi juga pemandu etika dalam bermasyarakat.
 
Melalui keterkaitan ini, Pancasila menggambarkan sebuah visi sosial budaya yang memupuk kesadaran akan pentingnya menghormati dan merangkul keberagaman sebagai kekayaan, bukan sebagai sumber konflik. Selain itu, Pancasila memberikan landasan bagi pembentukan pola interaksi yang beradab dan adil, mempromosikan penghargaan terhadap keunikan budaya setiap kelompok, dan menciptakan panggung yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Dengan demikian, keterkaitan antara Pancasila dan sosial budaya tidak hanya menjadi doktrin konstitusional, tetapi juga mengalir dalam darah kehidupan sehari-hari, membentuk jalinan sosial yang kuat di tengah keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
 
Peran Pancasila dalam konteks sosial budaya Indonesia tak dapat diabaikan; sebaliknya, ia menjadi kekuatan pengarah yang membentuk dinamika kehidupan bersama. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, menjadi tonggak utama yang merangsang pemahaman akan pentingnya persatuan di tengah-tengah keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa ini. Pancasila memberikan pandangan yang holistik, mengajarkan bahwa keberagaman bukanlah sumber perpecahan, melainkan kekayaan yang perlu dijaga dan dirayakan bersama. Pada tingkat sosial budaya, hal ini tercermin dalam harmoni antar-suku, agama, dan tradisi yang menciptakan suatu landasan untuk membangun solidaritas nasional (Inahasari, 2019).
 
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, menempatkan masyarakat sebagai elemen kunci dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada aspek budaya mereka. Inilah yang menjadikan Pancasila sebagai panduan partisipatif, mengingatkan bahwa keputusan yang memengaruhi kehidupan budaya masyarakat seharusnya melibatkan mereka secara langsung. Dengan demikian, Pancasila bukan hanya sebagai seperangkat prinsip di atas kertas, melainkan sebagai alat untuk membangun kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam menjaga keberagaman budaya.
 
Peran Pancasila dalam sosial budaya mencakup juga pembentukan sikap dan perilaku masyarakat dalam mengelola kekayaan budaya. Ia mengajarkan tentang penghormatan terhadap perbedaan, memotivasi partisipasi aktif dalam memelihara dan mengembangkan warisan budaya, serta memberikan pijakan etika untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, Pancasila bukan hanya meresap dalam struktur negara, tetapi juga merasuk dalam jiwanya, memberikan arahan moral dan praktis yang memberdayakan masyarakat untuk menjadi pelaku yang bertanggung jawab dalam mengelola dan melestarikan keberagaman sosial budaya Indonesia.
 
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat, menjadi pilar utama dalam menegaskan keharusan distribusi keadilan di berbagai lapisan kehidupan, termasuk dalam wilayah yang kompleks dan multi-dimensi, yaitu sosial budaya. Pancasila, dengan mengusung sila ini, memberikan arahan yang kuat bahwa hak-hak budaya setiap warga negara seharusnya diperlakukan secara adil dan setara. Distribusi keadilan dalam konteks sosial budaya mencakup akses yang merata terhadap pendidikan, seni, kebebasan berekspresi budaya, serta partisipasi dalam kegiatan kebudayaan.
 
Pancasila, melalui sila ini, mempromosikan visi inklusif di mana setiap individu, tanpa memandang latar belakangnya, memiliki hak untuk mengembangkan, melestarikan, dan mengekspresikan kebudayaan mereka. Ini menciptakan landasan untuk memastikan bahwa kekayaan budaya yang berlimpah di Indonesia tidak hanya dinikmati oleh kelompok tertentu, melainkan menjadi milik bersama seluruh rakyat. Pancasila tidak sekadar menyuarakan keadilan dalam arti distribusi ekonomi, tetapi juga mengajarkan bahwa keadilan sosial dalam ranah budaya adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil dan seimbang.
 
Sila kelima tidak hanya menuntut kesetaraan hak dalam aspek material, tetapi juga mengajak untuk mendorong apresiasi dan pengakuan terhadap beragam bentuk warisan budaya. Dengan demikian, Pancasila membuka jalan untuk pengembangan budaya yang inklusif, di mana perbedaan dihargai dan keadilan menjadi pondasi bagi interaksi sosial yang dinamis dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat dalam Pancasila bukan hanya kata-kata di atas kertas konstitusi, tetapi merupakan panggilan untuk tindakan konkret dalam membentuk masyarakat yang menghormati dan mengayomi keberagaman budaya seluruh warga negara Indonesia.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Safitri, A. O., & Dewi, D. A. (2021). Pancasila Sebagai Dasar Negara Dan Implementasinya Dalam Berbagai Bidang. EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling, 3(1), 88-94.
 
Efendi, Y., & Sa'diyah, H. (2020). Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam lembaga pendidikan. JPK (Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan), 5(1), 54-65.
 
Jannah, A. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Sosial Budaya di Masyarakat Abad-21. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(1), 931-936.
 
Inahasari, E. D. (2019). Peran pancasila dalam kehidupan sosial dan budaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun